BANTENRAYA.COM – Ade Armando babak belur menjadi bulan-bulanan massa dalam unjuk rasa di depan gedung DPR RI, Senin 11 April 2022 lalu.
Tersangka penganiayaan sempat mengungkap kepada penyidik bahwa mereka kesal dengan sejumlah pernyataan Ade Armando di media sosial yang menyinggung agama.
Ade Armando memang kerap kontroversial. Ia pernah menyebut Allah bukan orang Arab dan suara adzan tidak suci.
Tak hanya itu, ia pernah memposting foto Habib Rizieq Shihab bertopi santa klaus, dan foto Gubernur Jakarta Anies Baswedan dengan dandanan Joker.
Ade Armando selama ini dikenal sebagai sosok pembela Presiden Joko Widodo.
Ilmuwan dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Desi Suyamto angkat bicara mengenai Ade Armando.
Ia meminta Ade Armando untuk memilih dua pilihan agar tak terus menjadi kontroversi.
Pernyataan Desi Suyamto disampaikan kepada Dahlan Iskan di disway.id sebagai jawaban atas artikel Dahlan Iskan mengenai Ade Armando sebelumnya.
Kata Desi, sebagai seorang akademisi, prestasi Ade Armando, tak seharusnya melulu diukur hanya berdasarkan popularitas di mata mahasiswa dan pendapat dosen koleganya saja.
“Prestasi seorang akademisi seperti Ade Armando juga harus diukur berdasarkan capaian publikasi ilmiahnya,” tulis Desi Suyamto.
Salah satunya, untuk skala nasional, capaian publikasi ilmiah para dosen diukur menggunakan SINTA INDEX, sebuah metrik capaian publikasi ilmiah yang dibuat oleh Kemdikbud.
“Mari kita lihat posisi Ade Armando berdasarkan SINTA INDEX.
Di antara sesama dosen di dalam Kampus UI, capaian publikasi Ade Armando berdasarkan SINTA INDEX hanya menduduki peringkat ke-1500 lebih! Di antara seluruh dosen di Indonesia, capaian publikasi Ade Armando berdasarkan SINTA INDEX lebih buruk lagi, hanya menduduki peringkat ke-53.000 lebih,” kata Desi.
Itu baru menggunakan metrik capaian publikasi ilmiah yang skalanya nasional.
“Untuk skala internasional, umumnya digunakan metrik capaian publikasi ilmiah SCOPUS INDEX. Mari kita lihat capaian publikasi ilmiah dari Ade Armando berdasarkan metrik SCOPUS INDEX yang berskala internasional: H-INDEX SCOPUS dari Ade Armando hanya bernilai 1,” kata dia.
Desi Suyamto mengatakan, usia Ade Armando sudah 60 tahun, menjadi dosen di UI sejak tahun 1990.
Berarti Ade Armando telah menjadi dosen di UI selama umur rezim Orde Baru.
Tapi capaian publikasi ilmiah internasionalnya masih kalah dengan seorang mahasiswa pascasarjana yang baru lulus.
“Ade Armando hanya memiliki nilai H-INDEX SCOPUS = 1,” kata Desi.
Desi mengatakan, jika Ade Armando memang merupakan sosok akademisi kredibel kaliber internasional, dengan lama karirnya sebagai dosen sudah 32 tahun, capaian H-INDEX SCOPUS-nya ya seharusnya minimal telah mencapai nilai lebih dari 10.
Untuk para akademisi negara-negara maju, bahkan dengan usia yang masih di bawah Ade Armando sekalipun, H-INDEX SCOPUS-nya rata-rata bernilai lebih dari 20.
“Ke mana saja Ade Armando selama ini? Sibuk berpolitik? Jadi, Ade Armando itu memilih jalan hidup sebagai akademisi atau sebagai politisi,” tutur Desi Suyamto.
Desi Suyamto mengatakan bahwa metrik capaian publikasi ilmiah seorang akademisi penting karena hal itu bisa mengindikasikan keseriusan seorang akademisi dalam menghasilkan gagasan-gagasan ilmiah atau hasil-hasil riset ilmiah yang kredibel, berkualitas dan inovatif.
“Jika seorang akademisi tak mampu menghasilkan gagasan-gagasan ilmiah atau hasil-hasil riset ilmiah yang kredibel, berkualitas dan inovatif, yang bisa menembus publikasi ilmiah internasional yang proses reviewnya sangat ketat, lalu apa yang mau disampaikan ke para mahasiswanya? Hasil riset orang lain? Gagasan ilmiah orang lain?” tanya Desi Suyamto.
Desi Suyamto menyarankan Ade Armando untuk memilih salah satu, apakah mau menjadi seorang akademisi ataukah menjadi seorang politisi.
“Karena, jika para aktor sains sudah terjun ikut memasuki arena perseteruan politik, siapa yang akan menjadi mediator untuk membawa peradaban bangsa ini menuju ke zona rasional, sebagai syarat mutlak untuk mencapai kemajuan?,” kata Desi. ***

















