BANTENRAYA.COM – Dalam artikel ini terdapat teks amanat pembina upacara untuk digunakan pada saat HUT PGRI yang ke 78.
Teks amanat upacara ini sangat cocok untuk disampaikan pada momentum satu tahun sekali ini yaitu HUT PGRI.
HUT PGRI biasanya di setiap sekolah akan melakukan serangkaian kegiatan mulai dari upacara hingga seperti penyampaian puisi ataupun perlombaan.
Pada hari tersebut seluruh guru Republik Indonesia mungkin merasakan hal yang sama, terkadang mendapat kejutan dari para siswanya.
Mungkin dari beberapa sekolah di Indonesia pada momentum HUT PGRI ini semua guru akan menjadi petugas upacara.
Petugas upacara tersebut biasanya terdapat MC, Pembaca UUD dan Pancasila, Dirijen Pembaca Do’a, Pemimpin Barisan, Pemimpin Upacara, hingga Pembina Upacara.
Baca Juga: Ayah Mainkan Gitar dengan Merdu Sambil Momong Anak di Atasnya, viral di TikTok!
Pembina upacara juga biasanya akan menyampaikan amanat kepada seluruh peserta upacara untuk mengingat momentum HUt PGRI tersebut.
Maka dari itu, dalam artikel ini akan menyediakan teks amanat pembina upacara dengan tema sejarah PGRI.
Adapun teks amanata tersebut ialah sebagai berikut:
Baca Juga: 3 Eks Direksi PT PCM Terseret Kasus Korupsi Proyek Jalan Warnasari, Kerugian Negara Capai Rp7 Miliar
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Selamat pagi, salam sejahtera untuk kita semua. Yang saya hormati kepada Bpk/ibu kepala sekolah, bpk/ibu guru, dan seluruh staf sekolah.
Kemudian tak lupa yang selalu saya banggakan siswa-siswi tercinta SD/SMP/SMA (sebutkan nama sekolah).
Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat nikmat dan karunianya yang membuat kita bisa berkumpul pada hari ini.
Alhamdulillah hari ini kita bisa melaksanakan upacara bendera dalam peringatan Hari Guru Nasional 2023.
Namun saya selaku pembina upacara akan mengingatkan kembali bahwa sejarah HUT PGRI ini sudah cukup panjang.
Maka dari itu pada momentum ini sangatlah penting untuk mengulas kembali sejarah terbentuknya PGRI pada masa lalu.
Pewrlu kalian ketahui PGRI awalnya merupakan organisasi perjuangan guru-guru pribumi pada zaman Belanda yang berdiri pada 1912 dengan nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB).
Baca Juga: PT Nikomas Gemilang Didatangi KPU Kabupaten Serang, Tak Ada Alasan Tak Mencoblos di Pemilu 2024
Anggota PGHB terdiri dari para Guru Bantu, Guru Desa, Kepala Sekolah, dan Pemilik Sekolah.
Dengan latar pendidikan yang berbeda-beda, mereka umumnya bertugas di Sekolah Desa dan Sekolah Rakyat Angka Dua yang menggunakan bahasa pengantarnya bahasa daerah ditambah bahasa Melayu.
Tidak mudah bagi PGHB memperjuangkan nasib anggotanya yang memiliki pangkat, status sosial dan latar belakang pendidikan yang berbeda.
Di samping PGHB, berkembang pula organisasi guru baru antara lain Persatuan Guru Bantu (PGB), Perserikatan Guru Desa (PGD), Persatuan Guru Ambachtsschool (PGAS), Perserikatan Normaalschool (PNS), Hogere Kweekschool Bond (HKSB).
Baca Juga: Perubahan Besar di Google, Pengguna WhatsApp Akan Bayar Kapasitas Penyimpanan?
Para peserta upacara yang saya banggakan…
Ada pula organisasi guru yang bercorak keagamaan, kebangsaan atau lainnya seperti Christelijke Onderwijs Vereneging (COV), Katolieke Onderwijsbond (KOB), Vereneging Van Muloleerkrachten (VVM), dan Nederlands Indische Onderwijs Genootschap (NIOG) yang beranggotakan semua guru tanpa membedakan golongan agama.
Perjuangan guru tidak lagi berfokus pada perbaikan nasib serta kesamaan hak dan posisi dengan Belanda, melainkan telah memuncak menjadi perjuangan nasional dengan teriak “merdeka”.
Lalu, pada tahun 1932, 32 organisasi guru yang berbeda-beda latar belakang, paham dan golongan sepakat bersatu mengubah nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI).
Baca Juga: Para Buruh Demo Kenaikan UMK Sawaer Biduan di Cikarang, Viral di Media Sosial
Perubahan nama ini mengejutkan pemerintah Belanda, karena penggunaan kata “Indonesia” yang mencerminkan semangat kebangsaan sangat tidak disenangi oleh Belanda.
Sebaliknya, kata “Indonesia” sangat didambakan oleh guru dan bangsa Indonesia.
Pada zaman pendudukan Jepang, segala organisasi dilarang, sekolah ditutup, dan Persatuan Guru Indonesia (PGI) tidak dapat lagi melakukan aktivitas.
Kemudian, 100 hari setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, tepatnya tanggal 23-25 November 1945, digelar Kongres Guru Indonesia di Surakarta.
Baca Juga: Anggota DPR RI Tubagus Haerul Jaman Wujudkan Aspirasi Masyarakat Kota Serang
Kongres berlangsung di Gedung Somaharsana (Pasar Pon), Van Deventer School, Sekolah Guru Puteri (sekarang SMP Negeri 3 Surakarta).
Melalui kongres Guru Indonesia, segala perbedaan antara organisasi guru di lingkungan pekerjaan, lingkungan daerah, aliran politik, agama, dan suku sepakat dihapuskan.
Mereka meniadakan perbedaan latar belakang dan sebagainya demi bersatu untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sejak kongres Guru Indonesia (kongres ke-1 PGRI), semua guru Indonesia menyatakan dirinya bersatu dalam satu wadah, yaitu Persatuan Guru Republik Indonesia atau yang disingkat PGRI.
Baca Juga: Begal Siswa SMA di Curugbitung, Warga Bogor Langsung Diciduk Jajaran Polres Lebak
Perlu kita ingat bersama bahwa momentum inilah kita harus mengingat perjuangan guru terdahulu dimana perjuangan tersebut sangat menginspirasi bagi kita untuk terus berjuang.
Para peserta upcara yang saya banggakan
Saya selaku pembina upacara senantiasa mengingatkan bahwa kalian harus menjadi orang yang berguna, orang yang terdidik, orang yang beradap.
Karena sejatinya ilmu yang kalian dapat bukanlah kejadian belaka, melainkan ada perjuangan guru yang menyalurkan dari mulai tidak tahui hingga menjadi pintar.
Baca Juga: 1.424 Anak Yatim di Kabupaten Serang Terima Bantuan dari Kemensos, Masing-masing Dapat Rp200.000
Mungkin itu saja barangkali yang dapat saya sampaikan apabila ada kekeliruan saya mohon maaf sebesar-besarnya.
Sekian dari saya
Wassalamualaikum warahmatullahi wabaraktuh.
Nah itulah teks amanat pembina upacara yang bisa kamu pakai pada saat upacara HUT PGRI ke 78.***