BANTENRAYA.COM – Rumah produksi Magot Pakde dengan Paguyuban Pemuda Literasi Global (PPLG), berupaya untuk meningkatkan produktivitas aquaponik di Ponpes Raudhatul Muttaallimin, Kota Serang.
Ketua PPLG Masrul Alawi mengatakan, dengan memanfaatkan lahan pekarangan yang tidak terpakai penggunaan magot menjadi salah satu alternatif yang baik untuk melakukan budidaya aquaponik.
“Pondok pesantren harus memiliki kemandirian, dengan memanfaatkan sumber daya alam yang melimpah, salah satunya adalah magot selain murah juga bagus buat perkembangan hasil budidaya,” kata Acun sapaan akrabnya kepada Bantenraya.com, di Jalan Lopang Gede 3, Kota Serang, Selasa 23 Desember 2025.
BACA JUGA: Aklamasi, Bola Voli Kabupaten Serang Langsung Fokus Siapkan Porprov Banten
Skema aquaponik adalah pertanian berkelanjutan yang menggabungkan budidaya ikan dan budidaya tanaman tanpa tanah secara simbiotik, di mana kotoran ikan menjadi nutrisi alami bagi tanaman.
Lalu tanaman menyaring air kembali untuk ikan, menciptakan siklus air yang efisien, hemat lahan, dan menghasilkan produk organik ikan dan sayuran secara bersamaan.
“Pakan ikan aquaponik berasal dari pellet maggot produksi bank Sampah PPLG Lopang Gede,” imbuhnya.
BACA JUGA: Utang LKM Pandeglang Berkah dari BPR Sisa Rp751 Juta, Saat Ini Masih Diusut Kejari
Sementara itu, untuk pupuk tanaman digunakan sisa dari kompos makanan yang dapat dibuat dalam waktu singkat.
“Dari kompos bank sampah PPLG kegiatan pupuk fast track digunakan di ponpes untuk media tanam, baik tanaman maupun hidroponik, kemudian maggot fresh dan pelet maggot digunakan dipesantren untuk budidaya ikan nila yg saat ini dikembangkan,” ujarnya.
Langkah ini merupakan sebuah diversifikasi di pesantren, guna meningkatkan kemampuan para santri dalam melakukan aktivitas aquaponik.
“Tujuan utama tentu, untuk meningkatkan sumber pendapatan pesantren melalui diversifikasi produk haslil panen dengan pemanfaatan seoptimal mungkin lahan-lahan pesantren,” ungkap Acun.
Sejak dilakukan beberapa bulan lalu, sampai saat ini jumlah pupuk organik yang berhasil dihimpun dan dimanfaatkan untuk pertanian mencapa 1,5 ton. Termasuk 30 kilogram pupuk organik.
“Kami bekerja sama dengan BEM Faperta Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, melakukan inisiatif baru dalam mengagas mandiri pangan di pesantren,” kata Acun.***


















