BANTENRAYA.COM – Pemprov Banten meminta agar seluruh dapur penyedia Program Makan Bergizi Gratis (MBG) memiliki Sertifikat Laik Higienis (SLH).
Hal itu ditekankan Pemprov Banten sebagai syarat standarisasi dan kelayakan distribusi makanan ke sekolah-sekolah.
Langkah ini diambil menyusul temuan makanan tidak layak konsumsi seperti sayur basi hingga ulat di beberapa sekolah penerima MBG.
BACA JUGA: Komunitas Banten Ceria Ubah Sekolah Rakyat 37 Jadi Panggung Inspirasi dan Keceriaan
“Kami dorong semua dapur MBG memiliki sertifikat laik higienis. Ada laporan makanan basi, bahkan ada yang ada ulatnya. Ini menyangkut kesehatan siswa, jadi harus ada standar yang jelas,” ujar Asisten Daerah I Pemprov Banten, Komarudin, Senin 6 Oktober 2025.
Komarudin menegaskan, Pemprov Banten akan membentuk tim terpadu yang akan melibatkan Dinas Kesehatan, BPOM, dan instansi terkait lainnya untuk mempercepat proses sertifikasi dapur.
Tim terpadu dibentuk agar dapur-dapur MBG memiliki sertifikat laik higienis agar tidak ada keracunan dan kasus kesehatan lain dalam program MBG.
BACA JUGA: Lowongan Kerja PT Chandra Asri Pacific Terbaru 2025 Penempatan Cilegon, Terbuka untuk Lulusan D3
“Sertifikat laik higienis itu kewenangan Kemenkes dan BPOM, tapi kami akan bantu fasilitasi,” katanya seraya menambahkan hingga kini Pemprov Banten belum memiliki data berapa dapur yang sudah punya sertifikat laik higienis dan berapa yang sudah.
“Tujuannya agar tidak ada lagi kasus keracunan atau makanan tidak layak. Kita berusaha untuk meminimalisir (masalah-red). Karena ada masalah, berarti kan ada yang tidak sesuai standar,” ujarnya.
Jumlah Dapur MBG di Banten
Berdasarkan data Pemprov Banten, hingga akhir September 2025, baru sekitar 500 ribu siswa atau 25 persen dari total 2 juta calon penerima manfaat MBG yang telah mendapatkan layanan makanan bergizi.
Adapun jumlah dapur yang dibutuhkan mencapai sekitar 1.300 unit, namun data pasti dapur yang sudah aktif maupun tersertifikasi belum tersedia.
“Kami tidak menerima data resmi dari BGN (Badan Gizi Nasional). Ini jadi kendala besar. Padahal masyarakat mengadunya ke kami, sementara informasinya tidak jelas,” keluh Komarudin.
Komarudin mengungkapkan, hingga saat ini koordinasi antara Pemprov dan BGN masih belum optimal. Pihaknya bahkan telah menyediakan kantor khusus untuk BGN di Pendopo Gubernur Lama, Kota Serang, demi memudahkan komunikasi.
“Tidak ada aturan BGN harus lapor ke daerah, tapi ini menyangkut masyarakat banyak. Kalau mau program ini sukses, harus ada kolaborasi. Tidak bisa jalan sendiri-sendiri,” ujarnya.
Ia juga mengungkapkan adanya masalah pendataan, seperti tumpang tindih layanan dapur MBG. Misalnya, ada sekolah yang dilayani beberapa dapur MBG, namun di lokasi lain ada sekolah yang belum terlayani sama sekali oleh dapur MBG.
“Ada yang over-lapping, satu sekolah dilayani beberapa dapur, sementara sekolah lain belum tersentuh sama sekali. Ini harus segera diperbaiki,” imbuhnya.
Terkait dapur MBG yang tidak memenuhi standar, Komarudin menegaskan bahwa pendekatan pembinaan akan dikedepankan ketimbang pemberian sanksi. Untuk itulah tim terpadu akan dibentuk dan didorong untuk memperbaiki persoalan ini. ***