BANTENRAYA.COM – Kepala Desa atau Kades Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Arsin bersama sekretraisnya, Ujang Karta serta Septian Prasetyo dan Chandra Eka Agung Wahyudi didakwa melakukan manipulasi dokumen untuk penerbitan dokumen kepemilikan kawasan pesisir laut di Tangerang untuk dijual kepada pihak swasta sebesar Rp39,6 miliar.
Jaksa Penuntut Umum Kejati Banten Faiq Nur Fiqri Sofa mengatakan peristiwa itu bermula pertengahan 2022 hingga Januari 2025, para terdakwa diduga menyalahgunakan kewenangan mereka untuk mengubah status laut di Desa Kohod seluas ratusan hektare menjadi seolah-olah lahan daratan.
“Arsin selaku Kepala Desa Kohod menawarkan tanah pinggir laut yang ada patok-patok bambu di Desa Kohod Kecamatan Pakuhaji Kabupaten Tangerang kepada saksi Denny Prasetya Wangsya selaku Manajer Operasional PT Cakra Karya Semesta,” katanya kepada Majelis Hakim yang diketuai Hasanuddin, Selasa (30/9/2025).
BACA JUGA: Pemprov Banten Ingin Putaran Dana MBG Rp15 Triliun Dinikmati Petani Lokal
Kronologi Manipulasi Dokumen Pesisir Laut oleh Kades Kohod
Faiq menjelaskan, PT Cakra Karya Semesta, perusahaan yang semula tertarik membeli tanah menolak tawaran tersebut, lantaran status lahan yang ditawarkan Arsin belum bersertifikat.
“Saksi Denny menyampaikan kepada terdakwa Arsin, bahwa PT Cakra Karya Semesta tidak berminat untuk membeli tanah yang ditawarkan karena belum bersertifikat,” jelasnya.
Tidak berhenti di situ, Faiq mengungkapkan Arsin bersama rekan-rekannya mengajak seorang pengusaha bernama Hasbi Nurhamdi untuk mengurus penerbitan sertifikat hak milik (SHM).
BACA JUGA: Duta Besar UEA Ditawari Pemkab Serang Kerja Sama Pembangunan Masjid Terapung Banten
“Hasbi Nurhamdi menjanjikan akan memberikan sejumlah uang hingga mencapai Rp500 juta jika menerbitkan dokumen yang berhubungan dengan syarat penerbitan SHM,” ungkapnya.
Secara rinci, Faiq menerangkan syarat-syarat tersebut yaitu Surat Keterangan Tanah Garapan (SKTG) atas nama masyarakat yang dijadikan pemilik lahan, Nomor Objek Pajak (NOP) agar muncul Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT PBB).
“Seakan-akan tanah itu merupakan daratan di perairan laut Desa Kohod Kecamatan Pakuhaji Kabupaten Tangerang,” terangnya.
Faiq menambahkan, untuk mewujudkan rencana itu, para terdakwa mengumpulkan KTP, dan kartu keluarga warga setempat untuk dijadikan pemohon semu.
BACA JUGA: Fakta Terbaru Pemukulan Anggota Paskibra SMAN 1 Kota Serang Terungkap, Ternyata Bukan Alumni
Sebanyak 203 SKTG diterbitkan pada 20 Juni 2022, masing-masing seluas ±1,5 hektare dengan total ±300 hektare.
“Masyarakat yang namanya dicantumkan sebagai pihak yang seolah-olah sebagai pemilik lahan laut yang dibuatkan SHM akan mendapatkan pembagian 40 persen, sedangkan para terdakwa bersama Hasbi Nurhamdi akan mendapatkan pembagian 60 persen,” jelasnya.
Menurut Faiq, dokumen itu dicetak menggunakan komputer dan printer milik Sekretaris Desa Ujang Karta. Seluruh berkas kemudian diserahkan kepada Hasbi Nurhamdi, untuk mengurus penerbitan NOP dan SPPT-PBB ke Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Tangerang.
“Setelah dokumen-dokumen tersebut selesai dibuat oleh terdakwa Ujang Karta, terdakwa Arsin meminta Hasbi Nurhamdi untuk datang ke kantor Desa Kohod,” ujarnya.
BACA JUGA: Bersinar Jadi Cara BNN Kota Cilegon Bentengi Siswa dari Bahaya Narkoba Sejak SD
Faiq menyebut, penerbitan dokumen palsu tersebut dilakukan dengan rapi. Ada surat pengantar resmi dari Kepala Desa Kohod yang seolah-olah menyatakan tanah tersebut telah dibayar pajaknya.
Berdasarkan laporan verifikasi petugas Bapenda, 203 SPPT-PBB berhasil terbit dan diserahkan kembali ke para terdakwa.
“Disertai dengan surat pengantar Nomor :593/01 1- DSKHD/V1/2022 tanggal 18 Juli 2022 yang ditandatangani oleh terdakwa Arsin selaku Kepala Desa Kohod perihal Permohonan Pendataan SPPI-PBB di Desa Kohod kepada Bapenda Kabupaten Tangerang dengan lampiran 203 lembar SKIG tertanggal 20 Juni 2022, 203 photo copy KIP dan KK serta list data warga Desa Kohod,” jelasnya.
Faiq menegaskan untuk mempercepat penerbitan sertifikat, para terdakwa juga membuat dokumen tambahan, seperti PM 1, Surat Pernyataan Kepemilikan, dan Surat Keterangan Tanah.
“Terdakwa Septian Prasetyo, dan terdakwa Chandra Eka Agung Wahyudi adalah pihak yang mengurus semua proses pembuatan dokumen sampai terbit Sertifikat Hak Milik (SHM) objek tanah di wilayah perairan Desa Kohod,” tegasnya.
Faiq menambahkan, untuk pengurusan NOP dan pendataan SPPI-PBB tersebut, Hasbi Nurhamdi menyerahkan uang kepada terdakwa Septian Prasetyo dan Chandra Eka Agung Wahyudi hingga sejumlah Rp250 juta secara bertahap.
“Arsin kemudian membuat Surat Nomor: 140.1/16- PS/Khd/Vl/2023 tanggal 14 September 2023 perihal permohonan pendataan SPPT PBB
di Desa Kohod tahap 2 yang ditujukan kepada kepala Bapenda Kabupaten Tangerang,” tambahnya.
Faiq mengatakan, pada 6 September 2022, para terdakwa bersama Hasbi Nurhamdi mendatangi Kantor Pertanahan Kabupaten Tangerang untuk berkonsultasi mengenai permohonan sertifikat.
“Pada saat pertemuan tersebut terdakwa Arsin menjelaskan kepada saksi Enjang Tresnawan (Kasi Ukur BPN Tangerang-red) mengenai batas-batas lokasi tanah yang dimohonkan penerbitan SHM,” katanya.
Faiq menduga, Arsin menyampaikan batas-batas tanah yang tidak sesuai kenyataan karena objek sebenarnya adalah perairan laut.
Permohonan sertifikat kemudian diajukan melalui notaris dan kuasa hukum PT Kantor Jasa Surveyor Berlisensi (KJSB).
“Saksi Raden Muhammad Lukman Fauzi Parikesit (PT KJSB) bersama Muhammad Afig Riwendi dan Wirahuda Kesario dengan didampingi oleh terdakwa Septian, Chandra, Abudin dan Jaromadin selaku warga desa Kohod yang disuruh terdakwa Arsin melakukan Identifikasi lapangan,” jelasnya.
Faiq mengungkapkan hasil identifikasi kondisi fisik tanah dominan perairan/laut dan terlihat pagar bambu membentuk seperti tambak serta belum ada terlihat pengurukan tanah untuk reklamasi.
“Walaupun kondisi lahan yang dimohonkan oleh para terdakwa tersebut adalah perairan laut. Namun Kepala BPN Tangerang Joko Susanto memerintahkan saksi Enjang Trisnawan selaku Kasi Pengukuran tetap melakukan verifikasi dan persetujuan atas bidang yang telah diukur oleh KJSB Raden Muhammad Lukman Fauzi Parikesit untuk ditindaklanjuti,” ungkapnya.
Faiq menerangkan pada Juli hingga September 2024, Terdakwa Septian Prasetyo mewakili warga Desa Kohod menjual lahan yang seolah-olah milik warga kepada PT Cakra Karya Semesta melalui PPJB di hadapan notaris.
Pada Januari 2025, saksi Denny Prasetya menyerahkan Rp16,5 miliar kepada Terdakwa Arsin sebagai pembayaran. Kuitansi penerimaan ditandatangani Terdakwa Septian.
Lahan itu kemudian dijual lagi oleh PT Cakra Karya Semesta kepada PT Intan Agung Makmur seharga Rp39,6 miliar dan pada Oktober 2024 sertifikat HGB beralih atas nama PT Intan Agung Makmur.
Dari Rp16,5 miliar tersebut, sekitar Rp4 miliar dibagikan kepada warga (Rp15 juta per orang), sedangkan sekitar Rp12,5 miliar disimpan Hasbi Nurhamdi untuk dibagikan kepada para terdakwa setelah situasi kondusif.
“Telah menerima pemberian sejumlah uang dari Hasbi Nurhamdi dengan perincian, terdakwa Arsin sekitar Rp500 juta rupiah yang diterima secara, terdakwa Ujang Karta Rp85 juta, terdakwa Septian Prasetyo dan terdakwa Chandra Eka Agung Wahyudi masing-masing menerima uang Rp250 juta,” terangnya.
Perbuatan para terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana sebagaimana ketentuan Pasal 12 huruf b Jo Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Usai pembacaan dakwaan, ketiga terdakwa tidak mengajukan nota keberatan atas dakwaan jaksa tersebut. Sidang selanjutnya ditunda hingga pekan depan dengan agenda keterangan saksi-saksi. ***


















