BANTENRAYA.COM – Kiai kondang asal Rambang Gus Baha alias Kiai Haji Ahmad Bahauddin Nursalim memberikan penjelasan jika ibadah shalat tarawih yang dilakukan saat Ramadhan bukan sunnah nabi Muhammad.
Hal itu jelas Gus Baha, merujuk riwayat dalam ada dalam berbagai hadits Bukhari Muslim jika saat zaman Nabi tidak mengenal nama shalat tarawih melainkan shalat qiyamul lail.
Bahkan, menurut Gus Baha dalam kasus shalat tarawih di bulan Ramadhan melahirkan berbagai firqah atau kelompok sahabat yang memiliki berbagai pendapat yang berbeda.
Sebab, shalat tarawih jelas Gus Baha merupakan ibadah yang dikenal saat masa khalifah Umar bin Khattab, termasuk juga 20 rakaat di dalamnya yang dilakukan secara berjamaah.
Baca Juga: Nelayan Lontar Bakal Dapat Bantuan Dua Unit Kapal Baru
Saat Ramadhan di masa Rasulullah hanya melakukan shalat qiyamul lail atau shalat sunnah yang dilakukan malam hari usai shalat fardhu Isya secara munfarid atau sendiri.
Namun, karena nabi Muhammad merupakan tokoh sentral dan merupakan teladan, maka banyak para sahabat yang akhirnya menjadi makmum.
Dikutip BantenRaya.Com dari Youtube JIC Channel yang berisi ceramah Gus Baha, dijelaskan jika zaman rasulullah tidak mengenal Namanya tarawih. Sebab, sunnahnya Rasulullah adalah shalat qiyamul lail.
Hingga pada akhirnya menurut ijtihad Umar bin Khattab, shalat tersebut akhirnya menjadi shalat tarawih yang dilakukan berjamaah saat Ramadhan.
“Makanya kasusnya shalat tarawih, saya katakan kasus karena melahirkan firqoh. Rasulullah itu begitu hadits bukhari muslim itu tidak bermazhab karena tidak bermazhab beda dengan hanafiyah dan syafi’iyah itu sudah bermazhab,” katanya.
“Rasululah hari pertama keluar ke Masjid disana shalat. Karena nabi salat dia shalat munfadir hari pertama. Karana nabi contoh dan tokoh sentral maka para sahabat ikut makmum, lama-lama terkenal nabi kaluar Ramadhan itu setelah isya menambahkan shalat, sampai hari ke lima itu tambah banyak,” lanjutnya.
Lalu Gus Baha menambahkan, baru pada hari ke 6 Nabi tidak keluar Masjid dan menyampaikan jika tidak ingin apa yang dilakukan akhirnya menjadi Fardu.
Baca Juga: Gelar Bazar Murah Ramadan, Bupati Serang Perintahkan Kepala DKPP Temui Bos Cabai
“Baru pada hari ke 6 itu nabi tidak keluar, dan karena sahabat menunggu dan akhirnya nabi menjelaskan, tadi malam kalian menunggu saya keluar untuk salah jamaah, demi tuhan saya tidak akan keluar shalat lagi, saya itu mencintai yang Namanya shalat itu saya mencintai. Tapi saya tidak ingin sesuatu yang bukan fardhu menjadi fardu, jadi nama saya tidak ingin sesuatu yang tidak fardu menjadi fardu,” ujarnya.
Selanjutnya, jelas Gus Baha, akhirnya para sahabat berdebat soal rakaat yang dilakukan, hingga ada yang 6 rakaat, 4 rakaat hingga 8 rakaat. Bahkan, ada juga yang menyampaikan sampai 20 rakaat.
“Era Umar bin Khattab, makanya ijma secara sunnatul umar dan qiyamul lail itu sunnatul rasul, nabi tidak mengenal nama tarawih dan kenalnya itu qiamullail. Era Umar dan akhirnya matematika yang jalan, salat sunah yang muakkad saja 10 rakaat, dari kaidah itu bermulai ada 10 rakaat,” ucapnya.
“10 rakaat tersebut yakni qobla subuh 2 rakaat, qobliyah dzuhur 2 rakaat dan ba’da dzuhur 2 rakaat, qobla ashar 2 rakaat serta qoblal isya 2 rakaat dan itu muakkadah. Karena Ramadhan maka dilakukan dua kali lipat sebab Ramadhan itu frekuensinya harus spesial,” ucapnya.
Gus Baha menyampaikan, pendapat atau ijtihad umar tersebut ditentang para sahabat. Namun, Umar beralasan dengan hadis jika shalat itu pastiu baik.
“Jadi itu alasan umar jika setiap shalat itu pasti baik. Jadi sekarang yang dikenal tarawih itu yah sunnatul umar,” ucapnya. ***