BANTENRAYA.COM – Tim kuasa hukum pasangan Bupati dan Wakil Bupati Serang nomor urut 02 Rt Rachmatu Zakiyah dan Najib Hamas menyebut Hakim Putusan Mahkamah Konstitusi tidak cermat dalam mengambil keputusan.
Keputusan tersebut dinilai merugikan paslon nomor urut 2 yakni Zakiyah- Najib yang sudah mendapatkan perolehan suara terbanyak para Pilkada 2024 lalu.
Koordinator kuasa hukum Paslon Zakiyah-Najib Cecep Azhar mengatakan, Hakim MK tidak teliti dan tidak cermat dalam menerapkan hukum berdasarkan pasal 158 UU Pilkada terkait ambang batas maksimal 0,5 persen suara.
“Menurut kami dengan tegas menyatakan bahwa penerapan pasal tersebut sangatlah penting untuk dipertimbangkan. Karena perolehan suara tersebut telah dipilih secara murni dan tidak ada kejadian khusus di tempat pemungutan suara,” ujarnya saat melakukan konfrensi pers di ruang kerjanya, Selasa (25/2).
Ia menjelaskan, Permohonan pemohon juga tidak memenuhi syarat formil karena selisih perolehan suara di Pilkada 2024 dinilai cukup jauh yakni sebesar 40,34 persen.
“Dalam hal ini kami menduga bahwa putusan hakim MK memutus tidak berdasarkan hukum dan mengesampingkan pasal 158 tersebut. Hal itu menyebabkan dan merugikan paslon nomor urut 2 yang mendapat suara terbanyak,” katanya.
Baca Juga: Gak Pelit Bumbu, Seblak Teh Ila di Kota Serang Raup Omzet Fantastis Rp15 Juta Per Hari
Cecep menuturkan, majelis hakim diduga tidak cermat dan telah melampaui batas wewenang dalam menyangkut perkara perselisihan pemilu dan menilai tidak ada kaitan dengan peran Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Mendes PDT).
“Terkait TSM sudah dibantahkan oleh Bawaslu dan tidak ditindaklanjuti sebagai sebuah pelanggaran. Yandri Susanto bukan sebagai tim pemenangan kampanye nomor urut 2 yang didaftarkan di KPU, artinya Yandri tidak ada kaitan atau hubungan hukum,” jelasnya.
Ia mengungkapkan, pihaknya menilai apa yang disampaikan oleh pemohon hanyalah asumsi dan alibi sehingga pihaknya merasa dirugikan dengan putusan MK tersebut.
“Kami merasa MK telah merampok suara rakyat karena diduga putusan MK bukan berdasarkan aturan dan wewenang, melainkan sifatnya asumsi saja. Pak Yandri waktu acara di APDESI bukan sebagai Menteri dan juga mantan wakil MPR, jadi tidak punya jabatan dan dia hanya penasehat APDESI,” paparnya.
Meski begitu, pihaknya menilai dengan ada PSU tersebut juga akan banyak menghabiskan anggaran pemerintah.
“Insya Allah setelah adanya putusan hakim MK tersebut untuk dilakukan PSU kita tetap hargai karena kita adalah orang-orang yang taat aturan,” tuturnya.***