BANTENRAYA.COM – Sebagian masyarakat masih ada yang meyakini bahwa menikah pada bulan Safar akan memberikan dampak sial atau nasib buruk.
Dalam syariat Islam, sebenarnya tidak ada larangan untuk menikah di bulan tertentu, hal tersebut dapat dilihat dari riwayat pernikahan Rasulullah SAW dengan Siti Aisyah.
Rasulullah SAW secara tegas membantah keyakinan yang menganggap menikah pada bulan Safar sebagai bulan sial.
Rasulullah SAW membantah keyakinan terhadap menikah pada bulan Safar akan membawa kesialan dalam sebuah hadist:
عن أبي هريرة رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وآله وسلم لَا عَدْوَى وَلَا طِيَرَةَ وَلَا هَامَةَ وَلَا صَفَرَ، وَفِرَّ مِنَ
الْمَجْذُومِ كَمَا تَفِرُّ مِنَ الْأَسَدِ
Baca Juga: Dua Hari Sekali Dipasok 50 Liter, Polsek Cilegon Gerebek Penjual Tuak di Sukmajaya
Artinya:
“Tidak ada wabah (yang menyebar dengan sendirinya tanpa kehendak Allah), tidak pula tanda kesialan, tidak (pula) burung (tanda kesialan), dan juga tidak ada (kesialan) pada bulan Safar. Menghindarlah dari penyakit judzam sebagaimana engkau menghindar dari singa.” (HR al-Bukhari)
Orang yang tidak mau melangsungkan pernikahan di bulan tertentu dan memilih waktu yang menurutnya tepat dengan kebiasaan yang berlaku tidak sepenuhnya salah.
Selama keyakinan tentang memilih waktu pernikahan tersebut baik atau buruk datang dari Allah SWT bukan yang lain.
Dikutip Bantenraya.com dari Instagram @nuonline_id, berikut beberapa penjelasan bahwa Islam tidak pernah melarang melarang melangsungkan pernikahan di bulan Safar.
Baca Juga: 1.320 Peserta Ramaikan PLN Mobile Jawara Run 2025
– Islam tidak melarang pernikahan di bulan apapun termasuk bulan Safar.
– Anggapan menikah di bulan tertentu membawa sial hanyalah sebuah warisan dari masa jahiliyah. Nabi Muhammad SAW justru menikahi Aisyah di bulan Syawal – bulan yang saat itu dianggap sial – untuk meluruskan keyakinan orang jahiliyah.
– Imam Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim menyatakan bahwa anggapan sial karena menikah di bulan tertentu adalah batil dan berasal dari warisan jahiliyah.
– Meski begitu, boleh saja menentukan waktu menikah berdasarkan adat atau kebiasaan, asalkan tetap yakin bahwa yang menentukan baik buruk hanyalah Allah SWT.
– Memilih bulan tertentu untuk menikah karena alasan praktis, seperti biaya atau kesiapan, juga diperbolehkan sebagai bentuk ikhtiar.
Baca Juga: Rumahnya Hancur, Korban Tanah Bergerak 2024 di Cilograng Tinggal Berpindah-pindah Tanpa Kepastian
Hari, tanggal dan bulan tertentu itu diperlakukan sebagai adat kebiasaan yang diketahui oleh manusia melalui kejadian-kejadian yang terjadi secara berulang (dalam bahasa jawa disebut ilmu titen) yang semuanya itu sebenarnya dijalankan oleh Allah SWT maka sebagian ulama memperbolehkan.
Kesimpulannya adalah kita harus tetap berkeyakinan bahwa yang menentukan semuanya adalah Allah SWT., sedangkan fenomena-fenomena yang terjadi berulang-ulang yang kemudian menjadi kebiasaan hanyalah data sementara bagi kita untuk menentukan langkah yang harus diambil, dalam hal ini menentukan waktu pernikahan.***