BANTENRAYA.COM – Sebentar lagi Indonesia akan merayakan HUT RI Ke 79, pasti setiap daerah akan mengadakan berbagai lomba.
Lomba ini digelar untuk memeriahkan HUT RI ke 79 dengan semangat juang para pahlawan terdahulu.
Akan tetapi, ada berbagai lomba yang diadakan, baik itu individu ataupun kelompok.
Dalam hal ini semuanya berlomba-lomba untuk memenangkan sebagai juara.
Namun, biasanya lomba yang diadakan akan dikenakan biaya, baik untuk pendaftaran lomba dan sebagainya.
Baca Juga: Pondok Pesantren Al-Qudwah Lebak Siap Unjuk Gigi di Panggung Kreasi IBF 2024
Hal ini dikarenakan untuk ditukar dengan hadiah yang diperoleh bagi para pemenang lomba tersebut.
Baik berupa uang atau bisa jadi berupa barang yang akan diberikan kepada pemenangnya.
Lantas dalam Islam bagaimana menyikapi kasus tersebut?
Berikut ulasannya yang Banten Raya kutip dari postingan Instagram @nuonline_id.
Panitia biasanya menggunakan uang tersebut untuk keperluan teknis lomba dan juga untuk tambahan hadiah lomba yang nanti diberikan kepada pemenang.
Baca Juga: Pelamar CPNS Wajib Hindari Kesalahan Ini yang Bikin Gagal di Tahap SKD
Dalam kasus tersebut kemudian para ulama mengutip salah satunya Hasyiyatul Bajuri yang membahas kasus tersebut.
وَإِنْ أَخْرَجَاهُ أَيِ الْعِوَضَ الْمُتَسَابِقَانِ مَعًا لَمْ يَجُزْ … وَهُوَ أَيِ الْقِمَارُ الْمُحَرَّمُ كُلُّ لَعْبٍ تَرَدَّدَ بَيْنَ غَنَمٍ وَغَرَمٍ
Artinya : “Jika kedua pihak yang berlomba mengeluarkan hadiah secara bersama, maka lomba itu tidak boleh … dan hal itu, maksudnya judi yang diharamkan, adalah semua bentuk permainan yang masih simpang siur antara untung dan ruginya,” (Syekh Ibrahim Al-Bajuri, Hasyiyatul Bajuri ‘ala Fathil Qarib, [Singapura, Sulaiman Mar’i], jilid II, halaman 310)
Para ulama akhirnya memutuskan bahwa lomba dengan menarik uang saat pendaftaran dari peserta untuk hadiah termasuk praktek judi.
Sedangkan perlombaan yang menggunakan uang pendaftaran bukan untuk hadiah tidak termasuk praktek judi.
Baca Juga: Jelang Pilkada Serentak, Polres Serang Gelar Simulai Pengamanan Pemilu
قوله (كُلُّ مَا فِيْهِ قِمَارٌ) وَصُوْرَتُهُ الْمُجْمَعُ عَلَيْهَا أَنْ يَخْرُجَ الْعِوَضُ مِنَ الْجَانِبَيْنِ مَعَ تَكَافُئِهِمَا وَهُوَ الْمُرَادُ مِنَ الْمَيْسِرِ فِيْ اْلآيَةِ. وَوَجْهُ حُرْمَتِهِ أَنَّ كُلَّ وَاحِدٍ مُتَرَدِّدٌ بَيْنَ أَنْ يَغْلِبَ صَاحِبَهُ فَيَغْنَمَ. فَإِنْ يَنْفَرِدْ أَحَدُ اللاَّعِبَيْنِ بِإِخْرَاجِ الْعِوَضِ لِيَأْخُذَ مِنْهُ إِنْ كَانَ مَغْلُوْبًا وَعَكْسُهُ إِنْ كَانَ غَالِبًا فَاْلأَصَحُّ حُرْمَتُهُ أَيْضًا
Artinya : “Setiap kegiatan yang mengandung perjudian) Bentuk judi yang disepakati adalah hadiah berasal dua pihak disertai kesetaraan keduanya. Itulah yang dimaksud al-maisir dalam ayat al-Qur’an (Surat Al-Maidah ayat 90).
Alasan keharamannya adalah masing-masing dari kedua pihak masih simpang siur antara mengalahkan lawan dan meraup keuntungan atau dikalahkan dan mengalami kerugian.
Jika salah satu pemain mengeluarkan hadiah sendiri untuk diambil darinya bila kalah, dan sebaliknya–tidak diambil–bila menang, maka pendapat al-Ashah mengharamkannya pula. (Syekh Muhammad Salim Bafadhal, Is’adur Rafiq Syarh Sulamut Taufiq, [Indonesia, Dar Ihya’il Kutubil ‘Arabiyah], juz II, halaman 102).
Berikut solusi untuk menyelenggarakan perlombaan :
Baca Juga: Pecah Telur, Kontingen O2SN SMA Provinsi Banten Raih 1 Emas dan 2 Perak di Tingkat Nasional
1. Uang pendaftaran peserta tidak menjadi hadiah bagi pemenang.
2. Hadiah dapat diperoleh dari sumber lain (sponsor).
3. Jenis yang perlombaan tidak termasuk dalam larangan syari’at seperti keterampilan dalam perang, jalan cepat, memanah, menembak, balap kuda, dan lain-lain.
Itulah informasi seputar hukum mengikuti lomba berbayar!***