BANTENRAYA.COM – Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebutkan pengendalian inflasi Indonesia yang cukup baik menjadi salah satu langkah penting bagi penguatan perekonomian nasional.
“Saat ini inflasi berada di level 5,9 persen. Dalam upaya pengendalian inflasi, pemerintah telah melaksanakan sejumlah langkah,” tutur Ketum Golkar itu.
“Seperti mendorong kolaborasi antara Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP) dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) melalui Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP),” imbuhnya.
Baca Juga: Nahas! Anak Perempuan Pulang Mengaji Dibegal, Ditusuk hingga Meninggal Dunia di Cimahi
Di sisi lain, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyebut akar masalah penyebab inflasi adalah rantai pasokan.
Kemenkeu pun turut menggunakan instrumen fiskal untuk mendukung pengendalian inflasi dengan memberikan insentif kepada setiap daerah yang inflasinya lebih rendah dari inflasi nasional.
Ekonom INDEF Eisha Rachbini mengatakan, masalah rantai pasok dalam negeri yang disinggung Menteri Keuangan sebagai salah satu biang kerok naiknya inflasi, bisa diselesaikan dengan teknologi.
Baca Juga: Tak Ada Hambatan Berat, Duet Ganjar-Airlangga Diyakini Bisa Diterima Pemilih Muslim
“Penggunaaan teknologi bisa membantu, misalnya real time data untuk supply, data produksi, sampai data demand yang dibutuhkan masyarakat,” katanya.
“Juga industri harus sinkron, dibutuhkan koordinasi antar lembaga berwenang yg baik,” sebut Eisha saat berbincang hari ini, Kamis 20 Oktober 2022.
Sebelumnya dalam akun instagramnya, Menkeu Sri Mulyani mengatakan akar masalah penyebab inflasi adalah rantai pasokan.
Baca Juga: Belum Juga Dapat BSU? Sekarang Penjaringannya Lebih Ketat dengan 2 Tahapan Screening Calon Penerima
“Karena masalah nya selalu berulang yaa, harga bahan pokok naik akibat masalah mismanagement di rantai pasok,” ucap Eisha.
Rantai pasok dalam negeri, kata Eisha, rantai pasok dalam negeri perlu dibenahi mulai dari produsen, petani, sampai konsumen.
“Permasalahan rantai pasok terutama food commodity, seperti misalnya bahan2 pokok, kapan supply lagi tinggi, bisa disimpan di manage dengan baik, ketika supply lg sedikit, misal akibat cuaca buruk, bisa diantisipasi.” tambah Eisha.
Baca Juga: Lahan Kantor Desa Tanara dan Lahan Digugat Warga Tangerang, Mengaku Sebagai Ahli Waris
Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics Indonesia (Core) Mohammad Faisal menilai strategi pemerintah untuk mengendalikan inflasi dengan menjaga rantai pasok adalah hal yang tepat.
Faktor suplai berpengaruh besar dalam kenaikan angka inflasi dibanding faktor permintaan, sehingga perlu penguatan kolaborasi TPIP dan TPID.
“Kalau kemudian pemerintah melakukan usaha untuk kemudian menekan permasalahan dari sisi suplai dengan pengendalian inflasi di nasional dan daerah itu memang salah satu yang harus dilakukan oleh pemerintah,” terangnya.
Baca Juga: Sudah merasa kecanduan dan menganggap medsos adalah segalanya? Saatnya kamu perlu detoks medsos
Efek BBM
Faisal menilai strategi pemerintah cukup mampu menahan laju inflasi. Hal itu tampak dalam pembacaan data pada September.
Memang ada peningkatan inflasi sebesar 1,17% (mtm), tetapi justru ada penurunan inflasi inti dan deflasi pada kelompok volatile food.
Artinya, pendorong inflasi adalah dampak dari kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
Baca Juga: Lesty Kejora Bareng Rizky Billar Kunjungi Polres Metro Jakarta dan Ucapkan Hal Mengejutkan Ini
“Jadi faktor pendorong inflasinya murni karena memang first round efek kenaikan harga BBM bersubsidi makanya kenanya di inflasi transportasi, karena bahan bakarnya,” lanjutnya.
Menurutnya, deflasi pada September juga tidak biasa, karena lazimnya kenaikan BBM subsidi akan diikuti inflasi harga pangan. Faisal juga menduga hal itu juga dipengaruhi faktor permintaan yang tidak terlalu kuat.
“Padahal biasanya ketika ada kenaikan harga BBM subsidi diikuti juga oleh kenaikan bahan pangan ya biasanya. Tapi di September kemarin malah terjadi deflasi,” terangnya.
Baca Juga: 5 Provinsi dengan Sebaran Kasus Gagal Ginjal Akut Terbanyak, Tempat Tinggalmu Termasuk?
Sebab itu, Faisal menyarankan pemerintah agar melihat tingkat keefektifan strategi penurunan inflasi dalam beberapa bulan ke depan.
“Juga harus mesti dilihat juga apakah sudah efektif atau belum, ini masih di bulan September ya jadi baru kita lihat first round effect,” pungkasnya.
Sementara itu pemerintah terus berupaya menjaga kestabilan harga dan inflasi dengan sejumlah ‘extra effort’.
Menko Airlangga yang juga Ketua Umum Partai Golkar ini menambahkan, pemerintah mengoptimalkan Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik untuk tematik ketahanan pangan.
Kemudian pemanfaatan 2% Dana Transfer Umum (DTU) untuk membantu sektor transportasi dan tambahan perlindungan sosial.
Pemerintah telah mengeluarkan berbagai bantuan seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT) sebesar Rp12,4 triliun dan bantuan subsidi upah sebesar Rp9,6 triliun untuk 16 juta pekerja.
Dengan adanya bantuan ini diharapkan dapat memberikan bantalan bagi pertumbuhan ekonomi sampai akhir tahun agar masih berada di sekitar 5,2% dan tahun depan tetap bertahan di atas 5%. ***



















