BANTENRAYA.COM – Sebagai bentuk syukur atas hasil panen padi yang melimpah, masyarakat adat Kasepuhan Cisitu yang berada di Desa Kujangsari dan Desa Situmulya, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, menggelar upacara adat tahunan Seren Taun.
Tak hanya meriah, tradisi turun temurun yang digelar sepekan penuh tersebut penuh khidmat dan makna filosofis.
Tahun ini, perayaan mengusung tema ‘Tradisi lain kudu dipigusti tapi kudu dipupusti’ yang berarti tradisi tidak boleh dituhankan, tetapi harus dilestarikan dan dijaga.
Baca Juga: Komnas Anak Desak Evaluasi Total SMAN 4 Kota Serang Usai Dugaan Kasus Pelecehan Terulang
Tema ini mencerminkan semangat masyarakat adat dalam merawat nilai-nilai budaya tanpa mengabaikan spiritualitas serta keseimbangan dengan alam.
Prosesi dimulai dengan iring-iringan warga adat yang membawa ikatan padi, diiringi alunan musik tradisional khas Sunda.
Padi-padi tersebut kemudian dibawa ke leuit atau lumbung padi yang terletak di halaman rumah ketua adat Kasepuhan Cisitu.
Baca Juga: Terbongkar! Korban Oknum Guru SMAN 4 Kota Serang Diduga Dapat Kompensasi Belasan Juta
Tokoh adat memimpin prosesi sakral dengan memasukkan padi ke dalam leuit sebagai simbol kedaulatan pangan dan harmonisasi antara manusia dengan alam.
Tradisi turun-temurun ini sarat dengan nilai ekologis. Masyarakat adat Kasepuhan Cisitu dikenal berperan aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan.
Melalui ritual Seren Taun, mereka meyakini keseimbangan alam akan tetap terjaga dan menjadi warisan bagi generasi mendatang.
Pemangku adat Kasepuhan Cisitu, Abah Yoyo Yohenda, menyatakan bahwa Seren Taun tahun ini terasa istimewa karena panen yang sangat memuaskan.
Ia juga menyebut bahwa tahun ini merupakan peringatan Seren Taun ke-340.
“Perlu Abah sampaikan, bahwa Seren Taun di tahun 2025 ini adalah yang ke 340 tahun. Kalau dilihat dari sejarah kasepuhan Cisitu pertama sudah ada sejak 1621 dan pertama melaksanakan Seren Taunnya pada tahun 1685. Sehingga yang sekarang ini merupakan Seren Taun yang ke 340 tahun,” kata Abah Yoyo pada Selasa, 22 Juli 2025.
Baca Juga: Realisasi APBD Kota Serang Baru 52 Persen di Semester 1: Dinsos Tertinggal, PUPR Terdepan
Abah Yoyo menjelaskan, tema yang diusung kali ini bertujuan mengingatkan bahwa masyarakat adat harus tetap menjunjung tinggi nilai-nilai spiritual, namun tidak menjadikan tradisi sebagai sesuatu yang disembah.
“Sengaja kami mengangkat tema, Seren Taun kali ini adalah ‘tradisi lain kudu dipigusti, tapi kudu dipupusti’ yang artinya jangan memperlakukan kami sebagai kasepuhan Cisitu seperti memperlakukan kepada Allah SWT. Karena tidak ada yang wajib disembah selain daripada Allah SWT,” ujarnya.
“Akan tetapi tradisi itu harus dilestarikan, sebagimana pepatah Sunda ada bahasa “tanhananguni tanhanamanggeh” yang artinya tidak mungkin ada kehidupan hari ini tanpa adanya kehidupan masa lalu,” sambungnya.
Baca Juga: UPDATE Kasus Pelecehan di SMAN 4 Kota Serang, Pemprov Banten Nonaktifkan 3 Guru Terduga Pelaku
Ia menambahkan, selain sebagai bentuk rasa syukur, Seren Taun juga menjadi simbol keberhasilan masyarakat dalam menjaga tradisi, sekaligus momentum untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya pelestarian alam dan budaya.
“Tujuan dari Seren Taun ini sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT atas keberkahan dan kenikmatan yang diberikan Tuhan kepada masyarakat adat Kasepuhan Cisitu,” jelasnya.
Abah Yoyo juga menekankan bahwa regenerasi nilai-nilai budaya terus dilakukan. Generasi muda Kasepuhan Cisitu, menurutnya, telah diberi pemahaman tentang pentingnya pelestarian alam dan budaya lokal.
Baca Juga: Langkah Serius Pemkab Serang Tangani PMI Ilegal, Gandeng Kemenkum Banten untuk Edukasi Aparatur Desa
Dengan terus menjaga kearifan lokal, masyarakat adat Kasepuhan Cisitu berharap Seren Taun tidak hanya menjadi ritual tahunan, tetapi juga menjadi warisan budaya yang tetap hidup dan relevan di tengah arus modernisasi.
“Artinya Seren Taun dilaksanakan setiap satu tahun sekali karena dalam kurun waktu satu tahun itu mungkin masyarakat banyak khilaf, banyak bertentangan dengan ketentuan adat maka dipelaksanaan Rasul Seren Taun ini seolah-olah disempurnakan atau dibereskan, atau kata istilah bahasa Sunda itu ‘Bisi teu nyucruk galur teu netre taraje teu nincak hambalan, nganggona bisi teu suci, ngadaharna teu halal ngucapna teu bener’ maka kubaris kolot dibeberes dengan pelaksanaan yakni Rasul Seren Taun,” tandasnya.***



















