BANTENRAYA.COM – Museum Multatuli menjadi salah satu bangunan kebanggaan masyarakat Lebak. Berada di sudut Timur Alun-alun Rangkabitung, Museum Multatuli memiliki arsitektur khas kolonial.
Menjadi saksi perkembangan Rangkasbitung sekaligus menjadi Museum Antikolonialisme pertama di Indonesia.
Dikutip dari museummultatuli.id, bangunan museum pertama kali selesai pada tahun 1930 dan dipergunakan sebagai kantor kawedanan.
Bangunan tersebut dialihfungsikan menjadi kantor Markas Wilayah (Mawil) Hansip di tahun 1950 dan kemudian dipugar pada tahun 2016 hingga menjadi Museum Multatuli sampai saat ini.
Secara keseluruhan, Museum Multatuli memiliki luas tanah 1934 m2 dengan fasilitas di dalamnya meliputi pendopo, ruang pameran museum, kantor, toilet, taman, dan tempat penyimpanan koleksi.
Nama Multatuli merupakan nama pena dari Douwes Dekker, asisten residen Lebak yang bermukim di Rangkasbitung pada Januari hingga Maret 1856.
Douwes Dekker juga yang menulis buku berjudul Max Havelaar, yang pertama kali terbit pada tahun 1860. Novel tersebut membahas Lebak, termasuk sejak masa Kolonialisme Belanda, sehingga namanya diabadikan menjadi museum tersebut.
Kasus Penipuan Transaksi Online Tinggi, Dana Buka Posko Bantuan Keliling di Jabar dan Banten
Museum Multatuli sendiri berada sangat dekat dengan kantor Bupati Lebak dan dibuka untuk umum, di hari Selasa-Minggu.
Ada banyak koleksi di museum yang bisa dinikmati wisatawan ketika berkunjung, mulai dari mozaik kaca wajah Multatuli, miniatur kapal De Batavia, hingga informasi lain seputar sejarah Kabupaten Lebak. (***)