SERANG, BANTEN RAYA- Sidang kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan lahan untuk gedung Samsat baru di Jalan Raya Baru Simpang Beyeh, KM 03, Desa Malingping Selatan, Kecamatan Malingping, Kabupaten Lebak tahun anggaran 2019 kembali digelar, Selasa 28 September 2021.
Kali ini terdakwa Samad menghadirkan saksi meringankan.
Saksi Romli selaku pegawai honorer Samsat Malingping pada Bagian Pelayanan Room Kontrol mengatakan, Samad pindah ke Samsat Malingping pada tahun 2018, dengan jabatan Kasubag Tata Usaha.
Baca Juga: Warga Ramai-Ramai Hibahkan Lahan untuk Jalan Beton, Bupati Serang: Terima Kasih..
Sejauh ini, Samad dikenal baik oleh bawahannya.
“Tahun 2018 awal, haji Samad datang ke Malingping sebagai kasubag TU. Pas menjabat haji Samad, temen-temen yang enggak dapat gaji, sekarang sudah dapat gaji. Pimpinan sangat baik dan ramah, selalu mengingatkan ibadah, sering ngajak ke masjid,” katanya kepada Majelis Hakim yang diketuai Hosiana Mariana Sidabalok, disaksikan JPU Kejati Banten Subadri.
Romli mengaku baru mengetahui jika Kepala UPT Malingping menjadi tersangka kasus pengadaan lahan untuk kantor Samsat Malingping, setelah ramai diberitakan oleh media.
“Yang saya tau dari media, sebagai Kepala UPT ditahan atas kasus lahan Samsat. Hanya sebatas itu pengetahuannya. Tau (lokasi) kalau mulai dibangun saya kurang tau, karena saya tidak melewati sana,” ungkapnya.
Baca Juga: Perusahaan Diambil Alih, Puluhan Karyawan PT Tridarma di Kabupaten Serang Kena PHK
Romli menambahkan, terkait rencana pembangunan kantor Samsat, dirinya mengetahui setelah ada Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan sejumlah mahasiswa dari aliansi Cilangkahan melakukan audiensi dengan pimpinanannya.
“Pernah (ada rencana pembangunan gedung baru) tahun dan bulannya kurang tau. LSM ada audiensi antara Samsat Malingping, mahasiswa Cilangkahan ormas LPI. Mereka audiensi di situ masalah pembebasan lahan yang sekarang dibangun. Mungkin mereka pengen tau masalah harga, dan lokasi pembangunan,” tambahnya.
Romli menjelaskan, untuk persoalan tanah dan harga jual beli tanah untuk lahan Samsat Malingping tidak mengetahuinya.
Baca Juga: Ditanya Pilih Jadi Bupati atau DPR RI, Ini Jawaban Wakil Ketua DPRD Provinsi Banten Fahmi Hakim
Namun dirinya sempat mengetahui pembangunan lahan Samsat akan menggunakan lahan milik Ade.
“Haji Samad ada pinjam uang jaminannya tanah. Di kantor tidak ada uang cash. Katanya Rp150 juta (tanah milik Ade). Nggak lama ada beredar pembebasan lahan. Yang diajukan appraisal ada 7 titik. Kebetulan itu yang dipilih,” jelasnya.
Usai mendengarkan saksi meringankan, sidang ditunda hingga pekan depan, dengan agenda saksi meringankan dari ahli.
Baca Juga: Melihat Lagi Empat Indikator Warna dalam Aplikasi PeduliLindungi
Diketahui, berdasarkan data yang dihimpun Banten Raya, kasus pengadaan lahan ini bermula, pada tahun 2019 Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi Banten mengalokasikan anggaran sebesar Rp 4,6 miliar yang bersumber dari APBD Provinsi Banten tahun 2019, untuk membeli lahan seluas 1 hektare, untuk pembangunan kantor Samsat Malingping.
Namun untuk realisasi pengadaan lahan, hanya sekitar 6.510 meter persegi dengan biaya sebesar Rp 3,2 miliar. Dalam proses pengadaan lahan diduga terjadi penyiasatan oleh tersangka Samad yang juga sekaligus sebagai Sekretaris Tim Persiapan dan Tim Pelaksanaan Pengadaan Tanah.
Dimana tersangka mengetahui hasil feasibility study (FS) tahun 2018 dan dokumen perencanaan pengadaan lahan (DPPT) tahun 2019 yang dikeluarkan pihak konsultan, untuk menentukan lokasi tanah yang akan digunakan untuk pembangunan kantor Samsat.
Baca Juga: Rans Cilegon FC Keok di Tangan Martapura Dewa United 3-1, Bagaimana Komentar Raffi Ahmad?
Kemudian, tersangka membeli lahan seluas 1.700 meter persegi di lokasi tersebut dengan harga Rp100 ribu dari seorang perempuan berinisial CH. Namun dalam akta jual beli (AJB) dibuat bukan atas nama tersangka. Selanjutnya pada Nopember 2019 tanah dibeli oleh Pemerintah Provinsi Banten dengan harga Rp500 ribu per meter.
Selain itu, penyidik mencurigai adanya masalah pada Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) terkait penilai harga tanah (appraisal), lokasi pengadaan lahan, dan ditemukan adanya bukti baru berupa dokumen yang diduga dipalsukan. ***


















