SERANG, BANTEN RAYA- Indonesia Corruption Watch (ICW) mendorong Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten untuk memeriksa Gubernur Banten Wahidin Halim (WH) dalam kasus korupsi dana hibah Pondok Pesantren (Ponpes) tahun 2018 dan 2020.
Aktivis ICW Nisa Rizki mengatakan, menyambut peryataan kuasa hukum mantan Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat Setda Provinsi Banten Irvan Santoso selaku tersangka kasus hibah ponpes, Kejati Banten sudah selayaknya melakukan pemeriksaan terhadap Wahidin Halim.
“Kita mendorong Kejati Banten memeriksa gubernur Banten (untuk mengungkap aktor intelektual atau yang paling bertanggungjawab dalam kasus hibah),” katanya saat diskusi dan sosialisasi sekolah anti korupsi Banten dalam pusaran korupsi di salah satu rumah makan di Kota Serang, Jumat (28/5/2021).
Nisa menjelaskan, Gubernur Banten bertanggungjawab dalam penyusunan anggaran di Provinsi Banten, sehingga layak untuk dilakukan pemeriksaan. “Yang bertanggungjawab atas penyusunan anggaran kan kepala daerahnya (gubernur Banten),” jelasnya.
BACA JUGA: Kasus Korupsi Hibah Ponpes, Kuasa Hukum Tersangka: Klien Kami Korban Kebijakan Gubernur
Sementara itu, direktur visi Integritas Ade Irawan mengatakan, kasus hibah ponpes harus terus diusut hingga tuntas, jangan sampai berhenti di tingkat bawah, dan tidak sampai ke aktor intelektualnya. “Jangan sampai yang disalahkan hanya di tingkat bawah. Jika yang disalahkan hanya mereka, selesai begitu saja,” katanya.
Ade menambahkan, pernyataan dari kuasa hukum tersangka kasus hibah telah menyebutkan jika ada perintah dari Gubernur Banten, dan pernyataan itu harus segera ditindaklanjuti oleh penyidik.
“Jadi kalau bagi kejaksaan menindaklanjuti statemen itu. Apakah kemudian berhenti di biro kesra atau hanya menjalankan perintah, jadi penting menindaklanjuti pernyataan ini, untuk mengungkap aktor lain di birokrasi. Bukan bermaksud berburuk sangka, tapi ini penting bagi kejaksaan mengungkap ini, dan untuk keadilan,” tambahnya.
Ade menegaskan, jangan sampai kasus hibah ini terulang seperti kasus-kasus hibah sebelumnya yang dianggap berhenti di tengah jalan. “Kalau hanya di tingkat bawah, yang kena sanksi atau hukuman, orang yang memerintah tidak diungkap, jangan sampai terulang lagi, dan kejaksaan dalam tanda kutip punya dosa tidak mengungkap kasus secara tuntas bisa terulang lagi,” tegasnya.
Sebelumnya, kuasa hukum Irvan Santoso, Alloy Ferdinan mengatakan jika kliennya hanyalah korban kebijakan Gubernur Banten Wahidin Halim terkait peraturan gubernur (pergub) yang dianggap kadaluarsa.
“Irvan hanyalah korban jabatannya dia, karena dari BAP dia menyebutkan bahwa memang apa yang direkomendasikan agar tidak keluar, karena memang melampaui pergub,” katanya.
BACA JUGA: Tersangka IS Siap Jadi Justice Collaborator Kasus Dugaan Korupsi Hibah Ponpes
Menurut Alloy, Gubernur Banten Wahidin Halim mendesak agar pencairan dana hibah ponpes tahun 2018 dan 2020 tetap dicairkan. Meski Irvan telah menjelaskan jika anggaran itu tidak bisa dicairkan.
“Namun karena ini perintah dari atasannya, dana hibah dianggarkan 2018 dan 2020 memang melampaui batas. Klien saya berusaha untuk meminimalisir dan akhirnya dana itu keluar,” ujarnya.
Alloy menjelaskan, Irvan telah berusaha mencegah pencairan dana hibah tersebut. Bahkan beberapa pertemuan di rumah dinas dan rapat internal sudah disampaikan jika dana hibah itu tidak bisa disalurkan. Alloy memastikan pencairan dana hibah merupakan desakan Gubernur Banten Wahidin Halim, sebab biro kesra tidak pernah mengusulkan bantuan hibah tersebut.
“Yang pasti pemohon FSPP dan itu masuk, telah melampui waktu makanya disarankan tahun anggaran berikutnya. Namun gubernur minta agar dilaksanakan di tahun yang sama maka dilaksanakan. Tidak ada usulan resmi dari kesra,” jelasnya.(darjat/rahmat)