Oleh: Finda Wassilah, Mahasiswa Prodi Administrasi Negara UNPAM Serang.
Di Kota Serang, Banten keberadaan gereja sebagai tempat ibadah umat Kristen menjadi sebuah wadah dialog dan pengakuan hak beribadah bagi Non Muslim yang menunjukkan akan pentingnya hidup rukun beraga.
Keberadaan Gereja di Kota Serang, Banten tidak hanya menandakan kebebasan dalam beragama, akan tetapi juga menunjukkan bahwa toleransi dapat terwujud saat akal budi, hukum, dan sikap sosial berjalan dengan selaras.
Sebaliknya, kondisi keberadaan tempat ibadah Kristen di Kota Cilegon, Banten yang masih tanpa Gereja, menggambarkan sebuah tantangan dalam mencapai toleransi sejati.
BACA JUGA: Kunjungan Wisatawan ke Pantai Sawarna Landai di Puncak Natal, Balawista Ungkap Penyebabnya
Penolakan terhadap pembangunan tempat ibadah sering kali dibingkai sebagai cara untuk menjaga kerukunan, padahal sebenarnya hal ini menunjukkan supremasi perspektif mayoritas yang kurang menghormati hak-hak minoritas.
Pemikiran Ibnu Rusyd dalam Mewujudkan Kerukunan Antar Agama
Ibnu Rusyd memandang skenario ini sebagai sebuah bukti pendekatan irasional dalam memahami ajaran agama, karena religiusitas sejati seharusnya mengedepankan keadilan dan rasa hormat terhadap individu, alih-alih eksklusivitas yang membatasi kebebasan beribadah.
Kerukunan umat antar agama sejatinya bukanlah penghapusan perbedaan, melainkan pengelolaannya melalui dialog dan pemahaman bersama.
Analisis di Kota Serang dan Cilegon membuktikan bahwa toleransi tidak hanya dapat dipengaruhi oleh aturan resmi, tetapi juga dengan adanya kesadaran sosial dan budaya masyarakat.
Di Kota Serang, kerukunan umat antar agama terlihat jelas melalui penerimaan beragam tempat ibadah, sementara di Kota Cilegon, penolakan yang kuat menunjukkan pentingnya pendidikan toleransi yang berkelanjutan.
Gagasan Ibnu Rusyd menunjukkan bahwa agama dan akal budi dapat memainkan peran krusial dalam menciptakan pemahaman bahwa menjamin hak beribadah bagi semua umat beragama bukanlah bahaya, melainkan dasar persatuan.
Revitalisasi prinsip-prinsip Ibnu Rusyd, khususnya toleransi beragama, dialog antar agama, dan pemikiran kritis, seharusnya mengarahkan perbedaan antara Kota Serang dan Cilegon menuju pendekatan yang lebih inklusif.
Kerukunan umat beragama di Banten tidak dapat dipertahankan hanya melalui slogan-slogan toleransi; hal tersebut perlu dicapai secara praktis dengan menjamin bahwa setiap kelompok memiliki kesempatan yang sama untuk menjalankan keyakinannya.
Tanpa hal tersebut, kerukunan umat beragama akan terus menjadi perdamaian yang rapuh dan dangkal yang dapat memicu perpecahan di masa mendatang. ***



















