BANTENRAYA.COM – Masih adanya ratusan desa tertinggal di Provinsi Banten menyita perhatian pegiat antikorupsi Banten Uday Suhada.
Uday pun mengungkapkan penyebab mengapa sampai saat ini masih ada ratusan desa tertinggal di Provinsi Banten.
Ratusan desa tertinggal di Provinsi Banten itu terekam dalam data Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Provinsi Banten.
Berdasarkan data tahun 2022 ada 146 desa di Banten berstatus desa tertinggal dan 7 desa berstatus sangat tertinggal.
Baca Juga: Mario Seret Nama Ayahnya hingga Diperiksa KPK Soal Kekayaan, Berapa Kekayaannya!
Sementara 813 desa lainnya berstatus berkembang, 262 desa berstatus maju, dan baru 10 desa berstatus mandiri.
Uday mengatakan, desa adalah pusat kehidupan. Tanpa sawah-sawah yang ditanam di desa-desa, maka tidak akan ada nasi yang terhidang di meja makan.
Tanpa kebun-kebun di desa, tidak akan ada buah dan sayur yang dijadikan jus dan salad di hotel-hotel dan kafe-kafe mahal.
Tanpa nelayan di desa-desa pesisir, tidak akan ada ikan dan seafood yang bisa dihidangkan saat pesta orang kota.
Baca Juga: Jalan Bojonegara Puloampel di Kabupaten Serang Terendam Banjir, Kendaraan Roda 2 Ada yang Mogok
Karena itu, kata Uday, penting bagi Pemprov Banten untuk membangun desa.
“Membangun desa adalah membangun peradaban. Membangun desa agar warganya tak hilang karena pergi ke kota impian. Membangun desa agar anak-anaknya mendapat akses pendidikan berkualitas. Membangun desa agar petaninya makmur dan berkontribusi pada bangsa yang mandiri pangan,” kata Uday, Kamis, 2 Maret 2023.
Udya mengatakan, dia ingin mengingatkan semua pihak, terutama Pemprov Banten, bahwa sebagian besar wilayah Banten adalah pedesaan. Dari 1.551 kelurahan dan desa yang tercatat ada di Banten, sebanyak 1.238 di antaranya adalah desa. Sementara kelurahan, hanya berjumlah 313 kelurahan.
Baca Juga: Diguyur Hujan Terus Menerus, SMPN 25 Kota Serang Terendam Banjir: Sudah 1 Minggu!
“Pertanyaannya, berapa persen porsi APBD Banten untuk desa? Kapan Pemprov Banten akan mulai memberi perhatian yang lebih untuk desa? Sebab saat ini desa sangat tertinggal,” ujarnya.
Uday yang saat ini menjabat sebagai Koordinator Presidium Koalisi Masyarakat Sipil Banten (KMSB) mengatakan, persoalan klasik yang dihadapi kita saa ini adalah persoalan klasik, yaitu “data base” yang statis bahkan tidak ada.
Dia menyinggung soal data stunting di Banten yang diklaim terjadi penurunan sehingga saat ini hanya ada 20 persen bayi stunting, itupun tidak jelas rinciannya.
Baca Juga: Akibat Sekolah Banjir, 180 Siswa SMPN 25 Kota Serang Terpaksa Belajar Daring
“Data stunting saja kita hanya disuguhkan data prosentase (24 persen katanya turun menjadi 20 persen). Kita tidak tahu sebarannya di nana saja, bagaimana kondisinya,” ujarnya.
Padahal saat ini adalah era digital, sangat mudah membangun data base yang efektif dan efisien jika menggunakan teknologi digital.
Uday juga menyinggung masalah bantuan keuangan dari Pemprov Banten untuk desa tahun 2023 ini yang hanya mengalokasikan Rp60 juta per desa atau total Rp 74,280 milyar. Sementara tahun lalu bantuan keuangan untuk desa jumlah lebih kecil, hanya Rp15 juta per desa atau total Rp18,570 milyar.
Baca Juga: Arus Mudik Lebaran 2023 di Banten Diprediksi Naik 6 Persen Dibandingkan 2022
Bila dibandingkan dengan Jawa Barat, bantuan keuangan untuk desa di Banten hanya setenghanya. Jawa Barat dengan jumlah desa 5.312 desa mengalokasikan anggaran Rp130 juta per desa atau total Rp690, 560 milyar.
Jawa Tengah lebih besar lagi, dengan jumlah desa mencapai 7.809 desa bantuan yang diberikan Rp217 juta per desa atau total anggarannya Rp1,7 triliun.
Uday juga menyinggung anggaran untuk program peningkatan Prasarana, Sarana dan Utilitas atau PSU yang disalurkan melalui sekitar 1.600 paket tahun 2023 ini senilai Rp304 milyar.
“Burung mengabarkan, itu disebut ‘jatah anggota Dewan’,” ujar Uday.
Menurut Uday, bantuan yang diberikan Pemprov Banten kepada desa akan jauh lebih tepat bila berbentuk bantuan spesifik grand untuk desa senilai Rp190 juta per desa, yang disesuaikan dengan kebutuhan desa. Bila ini direalisasikan, hanya membutuhkan anggaran sekitar Rp235,220 miliar untuk kesejahteraan desa. ***