BANTENRAYA.COM – Kasus titip menitip siswa baru seolah sudah lumrah terjadi setiap tahun ajaran baru, seperti halnya terjadi di wilayah Provinsi Banten. Tercatat ada ratusan pelajar titipan di tingkat SMA dan SMK sederajat di tahun 2022 ini.
Dalam penelusuran tim yang tergabung dalam Klub Jurnalis Investigasi (KJI) Banten, di beberapa sekolah di wilayah Kota Serang dan Kabupaten Tangerang praktik pelajar titipan terjadi di SMAN 3 Kota Serang, SMKN 5 Kota Serang dan SMAN 13 Kabupaten Tangerang.
Berdasarkan data yang diperoleh tim secara lengkap, nama pelajar dan oknum penitip, di SMAN 3 Kota Serang ada sebanyak 144 pelajar titipan, SMKN 5 Kota Serang 92 pelajar, SMAN 13 Kabupaten Tangerang 332 pelajar, dan dimungkinkan masih ada pelajar titipan di sekolah lainnya di wilayah Provinsi Banten.
Baca Juga: Setelah Isu Retak, Helldy dan Sanuji Kini Putuskan Pisah Kantor dan Gedung
Pelajar titipan ini berasal dari anggota DPRD Banten, DPRD kabupaten/kota, kepolisian, TNI, dinas pendidikan, camat, lurah atau kepala desa (Kades), lembaga swadaya masyarakat, hingga wartawan.
Beberapa nama yang didapat oleh tim KJI Banten untuk siswa titipan, diantaranya, M Nawa Said Dimyati anggota DPRD Provinsi Banten, Rijcki Gilang Sumantri anggota DPRD Kabupaten Tangerang, Abudin Camat Sindang Jaya, dan beberapa orang lainnya yang telah terkonfirmasi oleh tim.
Berdasarkan Peraturan Gubernur Banten Nomor 7 Tahun 22 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru pada SMAN SMKN dan Sekolah Khusus Negeri di Provinsi Banten, penerimaan peserta didik menjadi kewenangan kepala sekolah, bukan kepala dinas pendidikan ataupun kepala cabang dinas (KCD). Hal inilah yang menjadi celah untuk menerima titipan di luar PPDB online resmi.
Baca Juga: Kini Jadi Lubang Raksasa, Penambangan di Gunung Pinang Diduga Ilegal
Padahal, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 1 Tahun 2021 tentang PPDB pada TK, SD, SMP, SMA, dan SMK, dijelaskan bahwa PPDB dilakukan melalui empat jalur yaitu zonasi, afirmasi, perpindahan orang tua, dan jalur prestasi.
Khusus untuk, jenjang SMA, jalur zonasi diberikan kuota sebesar 50 persen dari daya tampung sekolah, afirmasi 15 persen, serta jalur perpindahan orang tua maksimal 5 persen dan selebihnya dapat digunakan sebagai jalur prestasi.
Namun fakta di lapangan, ketiga sekolah yang disebutkan diatas telah keluar dari aturan. Hal itu, mengakibatkan terjadinya kuota lebih pada Data Pokok Pendidikan (Dapodik), jumlah siswa di SMA atau SMK Negeri tersebut.
Pantauan tim KJI Banten pada 30 Agustus 2022 di SMAN 13 Kabupaten Tangerang, nampak ada lima ruang kelas baru (RKB) yang masih dalam proses pembangunan, telah digunakan untuk kegiatan belajar mengajar (KBM) oleh ratusan siswa yang diduga merupakan siswa titipan. Lokasi RKB itu sebelumnya merupakan kantin sekolah, yang dipindah ke area depan sekolah.
Namun untuk mencegah terjadinya kelambatan dalam proses KBM, pelajar terpaksa belajar di dalam kondisi kelas yang belum siap. Seperti plafon yang tak tertutup menampakkan kerangka baja ringan, serta jendela dan pintu kelas yang belum tertutup. Sementara itu, berbanding terbalik dengan siswa jalur PPDB, yang lebih layak di ruang belajar.
Seorang siswa yang menempati RKB itu menceritakan kepada Tim KJI, jika tak pernah nyaman dalam melaksanakan KBM. Ruang kelas yang tak kedap suara, karena tak memiliki kaca jendela dan pintu, dan sumpek, karena diisi oleh 50 orang siswa.
Kondisi itu jelas telah melanggar Permendikbud Nomor 24 Tahun 2007 tentang standar sarana dan prasarana untuk SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA. Dalam BAB IV standar sarana dan prasarana sekolah SMA/MA, huruf C tentang bangunan yang menyebutkan jika bangunan harus memenuhi persyaratan keselamatan.
Bangunan harus menyediakan fasilitas dan aksesibilitas yang mudah, aman, dan nyaman termasuk bagi penyandang cacat. Bangunan mampu meredam getaran dan kebisingan yang mengganggu kegiatan pembelajaran. Setiap ruangan memiliki pengaturan penghawaan yang baik.
Pihak sekolah diduga telah menabrak standar pengelolaan, dan permendikbud yang mengatur tentang PPDB. Dimana, tingkat SMA paling sedikit 20 dan paling banyak 36 peserta didik. Sedangkan di tingkat SMK paling sedikit 15 peserta didik, dan paling banyak 36 peserta didik.
Hal itu dibenarkan oleh Kosim, Bendahara SMAN 13 Kabupaten Tangerang. Dimana dampak praktik pelajar titipan yang terjadi di sekolahnya yang hanya memiliki 9 rombongan belajar (rombel) dengan daya tampung sebanyak 324 siswa, menjadi tak sebanding dengan jumlah siswa yang ada saat ini.
“Jadi 14 rombel (Penambahan 5 rombel dari 9 rombel -red). Nambah rombel berarti nambah pegawai, itu jelas. 3-4 orang (guru di satu kelas) guru bidang mata pelajaran. Aturan 36 (jumlah siswa dalam 1 rombel-red), sekarang bisa 42 siswa. Ada (rombel diisi 50 siswa-red) tergantung kelasnya. Justru saya bilang ke orang dinas dan media ini buka hal baru, tapi tiap tahun hampir setiap sekolah,” katanya saat ditemui di ruang kerjanya.
Kosim mengungkapkan terjadinya penambahan rombel di SMAN 13 Kabupaten Tangerang, karena adanya siswa titipan yang diterima oleh sekolah. Titipan itu terjadi pasca PPDB
“Setelah PPDB, kalau proses PPDB tidak ada masalah sesuai kuota. Yang namanya tambahan itu sudah masuk logika (titipan-red), kenapa bisa nambah rombel, karena ada titipan. Jadi mau gak mau kita nambah rombel. Yang kita akomodir kurang dari segitu (332), kalau yang nitip mah banyak, untuk penerimaan sekitar 420 sekitar itulah,” ungkapnya.
Kosim menegaskan, pihak sekolah tidak kuasa untuk menerima siswa titipan. Selain pejabat, oknum aparat penegak hukum, ada beberapa masyarakat melakukan tekanan dengan ancaman, hingga perusakan sekolah.
“Kita sampaikan jika kita punya rombelnya segini, dan punya risiko seperti ini (ada siswa titipan-red). Risiko ada, konsekuensi ditolak. Pernah kita menolak, bahkan ada bahasa jangan sampai gerbang sekolah ambruk. 14 rombel cukup,” tegasnya.
Bahkan, Kosim menjelaskan pihaknya terpaksa meminta swadaya dari orangtua siswa titipan untuk membangun ruang kelas baru. Sebab, para siswa titipan itu pernah melaksanakan KBM di ruang kelas darurat.
“Sempat belajar di perpustakaan tahun ini (siswa titipan). Sudah kita antisipasi dengan bangunan baru. Swadaya dari orangtua murid yang diakomodir. Kita tidak punya ruang kelas, kalau mau bantu silakan, dan kalau mau anaknya sekolah disini bantu,” jelasnya.
Kosim mengaku jika persoalan siswa titipan di SMAN 13 Kabupaten Tangerang, sudah dijelaskan ke Dinas Pendidikan Provinsi Banten. Namun dinas tidak bisa memberikan solusi bagi sekolah. Salah satu solusinya yaitu dengan membangun sekolah baru di wilayah Kecamatan Sindang Jaya, Kabupaten Tangerang.
“Dinas pendidikan tidak bisa berbicara apa-apa. Tidak ada yang bisa menyelesaikan dengan kondisi sekolah yang over load pendaftaran, terkecuali penambahan rombel dan ruang kelas baru. Atau membangun sekolah baru. Kalo rombel kita hanya mengajukan, menginisiasi tidak boleh. Aya (wartawan) teu kudu disebutkan. Prinsipnya kalau bisa dibantu kita bantu (titipan),” jelasnya.
Disinggung terkait pihak-pihak yang melakukan penitipan siswa, Kosim menambahkan, seluruh data orang-orang tersebut telah diserahkan ke Ombudsman Banten. Ia menyebut salah satu oknum yaitu M Nawa Said Dimyati anggota DPRD Provinsi Banten.
“Malah Cak Nawa (M Nawa Said Dimyati-red) masuk dalam struktur pengusulan RKB. Catatan titipan dari A sampai Z kita catat, dan kita sampaikan ke ombudsman,” tambahnya.
Dalam perkembangan yang sama, Koordinator Wali Siswa SMKN 5 Kota Serang Ade mengatakan jika kepala sekolah telah memanggil 423 calon wali murid yang tak lolos PPDB 2022. Panggilan itu dilakukan secara resmi menggunakan surat pada 25 Juli 2022.
“Bahas anak-anak, yang gak lulus untuk daftar ke SMK swasta (Disampaikan langsung oleh Kepala SMKN 5 Kota Serang Amin Jasuta dan komite sekolah -red),” katanya saat ditemui tim KJI di Taktakan, Kota Serang, Rabu (31/8).
Dalam pertemuan itu, Ade mengungkapkan pihak sekolah menginformasikan sisa kuota dari siswa yang tidak mendaftar ulang. Dua kuota untuk jurusan TKJ, satu untuk jurusan TKR, dan empat untuk jurusan OTKP. Namun dengan syarat membayar infak sedekah untuk pembangunan ruang praktik jutaan rupiah, serta penambahan rombel.
“Patungan mereka untuk membuat ruang kelas. Rp 5-7 juta per siswa (patungan pembangunan rombel),” ungkapnya.
Ade menegaskan dalam praktik pungutan dengan modus infak dan pembangunan rombel itu, tercium oleh Inspektorat Banten. Sekolah kemudian diminta untuk segera mengembalikan uang kepada orang tua siswa.
“Kenyataannya uang itu belum dikembalikan. Saya sudah minta wali siswa buat nunjukin bukti pengembalian tapi mereka nggak punya. Sebenarnya mereka juga ketakutan kalau ini diungkit,” tegasnya.
Namun sayangnya, Kepala SMKN 5 Kota Serang Amin Jasuta enggan mengomentari temuan tim KJI Banten, dirinya menganggap masa PPDB sudah lewat. Pihaknya kini fokus dalam KBM di sekolahnya tersebut.
Padahal, dalam data diketahui jika pihak sekolah melakukan pungutan berupa infak kepada 29 orangtua siswa titipan dengan total Rp51.800.000 pada 4 Agustus. Meski akhirnya dikembalikan kepada orangtua setelah ada teguran dari Inspektorat.
“Sepertinya sudah cukup tidak membahas PPDB lagi, Kita sudah terkuras habis pikiran di bulan Juli tentang PPDB, sekarang saatnya menciptakan kondisi sekolah yang kondusif dan konsentrasi di KBM agar berjalan lancar. Demikian, hampura dan terima kasih,” katanya.
Di lain tempat, Ketua PPDB, Bidang Kesiswaan, Guru Olahraga SMKN 3 Kota Serang Jajang Drajat mengatakan jika ada penambahan kelas di SMKN 3 Kota Serang pasca PPDB 2022. Penambahan itu atas dasar desakan masyarakat, yang ingin anaknya sekolah di SMK Negeri.
“Beberapa sekolah penambahan rombel, salah satunya kita. Pengajuan karena masukan dari masyarakat yang domain masyarakat, tidak ada sekolah yang dekat kecuali di sini, swasta pun jauh. Kita mengajukan 14 tapi yang di ACC jadi 13,” katanya.
Jajang menambahkan, rombel itu diperuntukan bagi pelajar di luar dari aturan Permendikbud Nomor 1 Tahun 2021 tentang PPDB, karena tingginya permintaan orangtua siswa ingin anaknya sekolah di negeri, dibandingkan sekolah swasta.
“Satu catatan urgensi penambahan rombel karena blank spot, dia tidak masuk zonasi, tidak mungkin masuk perpindahan orang tua, dia tidak miskin-miskin amat otomatis tidak masuk afirmasi, dan tidak punya prestasi-prestasi amat. Dari 4 jalur ini tidak masuk, kita tambah rombel. Alasan penambahan rombel dikarenakan adanya blank spot,” tambahnya.
Jajang juga tidak membantah banyak siswa titipan melalui rekomendasi surat mengatasnamakan aparat penegak hukum, anggota dewan hingga LSM.
“(Rekomendasi) ada aja. Disaat verifikasi pasti diselipin itu (surat rekomendasi), pokoknya yang dibutuhkan dalam persyaratan kita ambil, yang enggak mah dipulangkan. Yah yang diselipin di sana cap garuda, cap timbangan, cap-cap yang lain kita pulangkan, kan bukan persyaratan. Dilematis lah,” tegasnya.
Tak Membantah Ada Titipan Siswa dan Pungutan
Terkait hal itu, Anggota DPRD Provinsi Banten M Nawa Said tak membantah jika dirinya membantu orangtua murid agar anaknya bisa masuk ke SMAN 13 Kabupaten Tangerang, khususnya warga sekitar. Namun untuk jumlahnya tidak mengingatnya secara keseluruhan.
“Kalau nitipin anak iya, tetapi saya tidak pernah juga langsung ke sekolah. Cuma memfasilitasi beberapa pengurus RW untuk ketemu di sana (sekolah), dan itu RW yang di wilayah sekolah yang berdekatan dan agak jauh sedikit tapi masih sekitaran situ, tapi mereka langsung. Saya juga bingung ketika ada nama saya disebut (titip) 75 orang, saya ketawa saja,” katanya.
Bahkan, Nawa mengungkapkan nitip menitip ke pihak sekolah menjadi hal yang biasa. Bukan hanya dirinya, tapi anggota dewan lain, hingga Dinas melakukan hal yang sama.
“Dan itu hampir semua anggota dewan dinas juga lakukan yang sama, kalau soal itu mah, bahkan ada pesan 20 di Pakuhaji, itu juga terkahir tambah dua rombel karena desakan publik,” ungkapnya.
Terkait pungutan pembangunan RKB, Nawa mengaku bukan usulannya. Tapi pihak sekolah lah yang mengusulkan hal itu. Jika tidak melanggar aturan, dirinya mempersilakan dilakukan pungutan kepada orangtua siswa.
“Jadi yang dipersoalkan pungutan pembangunan. Pembangunan itu, kalau saya clear itu mah, kalau soal inisiasi saya enggak lah, enggak ada. Saya bilang gimana kalau komite sekolah yang mengumpulkan sumbangan pendidikan itu diperbolehkan, dasarnya ada. Tapi saya tidak sebutkan waktu itu, kalau pihak sekolah tidak diperbolehkan,” tandasnya.
Sementara itu, Anggota DPRD Kabupaten Tangerang Rijcki Gilang Sumantri mengakui jika dirinya ikut memfasilitasi siswa titipan di SMAN 13 Kabupaten Tangerang. Dirinya membantu menjembatani antara pihak orang tua siswa dengan Kosim. Dari data yang diperoleh oleh tim KJI Banten, ada 16 surat rekomendasi tertanggal 22 Juni 2022 yang dibuat olehnya.
“Jadi, ada orang tua murid dari warga saya pada datang ke rumah saya hanya menjembatani mereka dengan guru, saya tidak pernah melibatkan semua. Ikut ikutan tidak pernah,” katanya.
Rijcki mengaku, tidak mengetahui adanya pemberian sejumlah uang dari orang tua kepada pihak sekolah. Setelah menjembatani, dirinya sudah tidak ikut campur dalam penerimaan siswa di SMAN 13 Tangerang.
“Saya tidak ikut campur (pemberian uang), itu antara pihak guru dan orang tua murid. Saya hanya menjembatani. Nih ketemu dengan guru saya pernah ngajar saya Pak Kosim. Temuin, ngobrol saja langsung, tidak lebih dari itu,” tandasnya.
Camat Taktakan Mamat Rahmat mengungkapan terkait PPDB di wilayahnya cukup dilematis, ada dua sekolah yaitu SMAN 5 dan SMKN 3 Kota Serang, diminati oleh warganya. Namun kuota yang terbatas berimbas pada banyaknya permintaan kepada kecamatan.
“Hari ini (PPDB 2022) sangat banyak, zaman dulu masyarakat masukin anaknya sekolah ke sini juga jarang. Cuma sekarang cara pandang masyarakat terkait pendidikan sudah berbeda. Pola pikir masyarakat sekarang untuk pendidikan inginnya di negeri terutama, mereka berbondong-bondong daftarkan anaknya ke SMKN 5 dan di SMAN 3 Kota Serang,” katanya.
Rahmat menyebut ada sekitar 200 siswa yang tidak diterima itu orang tuanya mendatangi Kantor Kecamatan, lantaran pihak sekolah sudah tidak mengakomodir dan mengalihkan ke Camat.
“Setelah itu datang lagi 200 orang ke Kecamatan karena sekolah sudah tidak menerima terlebih, tidak ada ruang kelas lagi,” tambahnya.
Rahmat menjelaskan tingginya minat masyarakat khususnya di SMKN 5 Kota Serang, dilakukan pertemuan antara anggota dewan, pihak kepala sekolah SMKN 5 Taktakan, pihak Provinsi, camat dan jajarannya, yang difasilitasi oleh Forum Komunikasi Mahasiswa Taktakan (FKMT).
“Tahun ini kebetulan ada diskusi publik terkait dengan PPDB di Kota Serang terutama di Taktakan. Masyarakat yang hadir meminta agar dari SMKN 5 Taktakan diperlakukan seperti tahun kemarin, kalau mau masuk ke situ harus ada kontribusi untuk membangun kelas,” jelasnya.
Rahmat mengungkapkan para orangtua siswa sepakat untuk membayar, dengan rincian Rp2 juta untuk kebutuhan seragam, dan Rp5 juta untuk pembangunan RKB. Namun uang tersebut, kemudian diminta oleh anggota dewan untuk dikembalikan kepada orangtua siswa.
“Daftar ulang sudah ketentuan sekolah karena untuk beli baju, celana dan seragam dan masyarakat menerimanya untuk daftar ulang sekitar Rp 2 juta. Yang Rp 5 juta sudah dikembalikan dari pihak sekolah untuk bangun kelas, karena dibangunnya oleh kita mangkanya dari dewan minta dikembalikan,” ucapnya.
Tanggapan Dinas Pendidikan
Menanggapi persoalan itu, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Provinsi Banten menyebut jika pihak SMAN 3 Kota Serang, SMKN 5 Kota Serang dan SMAN 13 Kabupaten Tangerang, telah menyalahi aturan, dan semena-mena dalam penerimaan siswa baru.
“Kalau aturan gak boleh (menerima siswa setelah PPDB selesai -red). Kan ada panitia secara berjenjang, sekolah kan ada panitia. Itu kebijakan PPDB diserahkan ke sekolah masing-masing untuk penerimaan PPDB, setelah usai PPDB seharusnya tidak bisa dilakukan lagi (menerima-red),” kata Kadindik Provinsi Banten Tabrani.
Kepala Dindikbud Banten Tabrani menjelaskan, dengan adanya penambahan siswa pasca PPDB akan berpengaruh pada kualitas proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru di kelas, juga jumlah anggota rombel yang menjadi cukup banyak.
“Dalam aturan per rombel itu 36, tapi bisa sampai 40 kalau ruangannya memadai. Dulu kan Permendikbud sampai 36 tapi misalkan ada yang masuk sampai 38 sepanjang ruangannya ada. Kalau sampai 50 (jumlah siswa dalam satu rombel) itu kelewatan,” jelasnya.
Terkait penambahan RKB dari swadaya orangtua siswa titipan, Tabrani menegaskan jika itu merupakan pelanggaran yang dilakukan oleh sekolah. Jika itu itu terjadi, maka akan banyak calon orangtua siswa yang mendesak agar anaknya bisa masuk sekolah negeri.
“Itu persoalan lain yang jelas hari ini tidak ada aturan masyarakat mau membangun sekolah, karena anaknya mau sekolah. Disitu belum ada aturannya nanti semua orang pada bikin per ruangan. Masalah gurunya gimana, membebani guru juga. Kalau gak ada ASN, guru honorer membebani APBD,” tambahnya.
Tabrani menegaskan jika Pemprov Banten bukan tidak mau membangun sekolah baru, namun ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan pemerintah, terutama terkait Sumber Daya Manusia (SDM) di sekolah, karena berkaitan dengan APBD di Provinsi Banten.
“Kenapa sih orang mengatasnamakan masyarakat, terus bergelombang pengen di didirikan sekolah negeri. Saya bilang bikin sekolah itu gampang, beli tanah di APBD, bikin bangunan ada duitnya. Tapi ada dua yang gak bisa dilakukan oleh kita, sekolah itu satu tentang kurikulum, dua tentang pengadaan guru gak bisa,” tegasnya.
Sekolah Melakukan Mal Administrasi
Praktik titip menitip siswa pada pelaksanaan PPDB oleh sejumlah sekolah, dan adanya pungutan untuk pembangunan RKB, telah melanggar aturan dan perundang-undangan yang berlaku, hal itu diungkapkan oleh Ombudsman Perwakilan Banten.
Kepala Keasistenan Pemeriksaan Laporan Ombudsman RI Perwakilan Banten, Zainal Muttaqin menyebut jika praktik titip menitip pada PPDB tidak dibenarkan. Hal itu bisa masuk dalam kategori mal administrasi, atau kategori melawan hukum.
“Perbuatan melawan hukum, seperti penerimaan itu 4 jalur, tapi tetap aja di salahi aturannya, dan itu masuk mal administrasi. Kategori Pengabaian dari melawan hukum ini ada kecendrungan dilakukan dindik secara regulasi, ada upaya pengabaian salah satu contoh dari dindik tidak mengatur dalam regulasinya,” katanya.
Zainal menambahkan banyaknya siswa titipan akan mempengaruhi jumlah siswa di dalam kelas. Bahkan di dalam aturan, sekolah hanya bisa menampung siswa untuk 10 rombel, dan tidak boleh dipaksakan hingga 15 rombel.
“Akhirnya ada siswa yang harus mengalami proses pembelajaran di tempat yang tidak ideal, ada ruangan yang sebetulnya bukan diperuntukan bukan untuk ruang belajar, menggunakan perpus atau dipaksakan lebih dari 50 siswa berkelas, itu sangat tidak ideal dan merugikan siswa ketika sekolah,” tambahnya.
Zainal menegaskan dalam Permen nomor 1 tahun 2021, dan Pergub nomor 7 tahun 2022 tidak diatur mengenai kapasitas siswa. Namun dalam Permendiknas nomor 24 tahun 2007 telah diatur maksimum daya tampung dalam satu rombel.
“Kita konfirmasi ke kemendikbud sebagai bahan acuan daerah. Kemana acuannya, dia (Kemendikbub-red) menjawab bisa kembali ke Permendiknas 24 tahun 2007. Ke depan harus diatur secara khusus. Permen sekarang Belum ada ketentuan mengatur soal itu, harus ada pengganti lebih normatif terpadu kreatif,” tegasnya. ***



















