BANTENRAYA.COM – Proyek pembangunan alun alun desa di Kampung Rancaseneng, Desa Rancaseneng, Kecamatan Cikeusik, Kabupaten Pandeglang oleh Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman atau DPRKP Banten dilaporkan ke Kejaksaan Tinggi atau Kejati Banten.
Sebab, lokasi proyek alun alun desa di Cikeusik Pandeglang tersebut diduga berada di lahan milik warga dan belum ada pembebasan lahan.
Baca Juga: Jokowi dan Masyarakat Menaruh Harapan Besar Kepada Polri
Kuasa hukum pemilik lahan, Wahyudi mengatakan jika pihaknya sudah melakukan berbagai upaya, untuk mendapatkan hak atas lahan yang digunakan untuk pembangunan alun alun desa tersebut.
Namun hingga kini belum ada kepastian, sehingga mengambil langkah hukum ke Kejati Banten.
“Laporan ini merupakan follow up kami, karema beberapa hal yang kami lakukan tidak ditanggapi. Ada balasan juga tidak memuaskan, kita juga membuka ruang untuk berdiskusi bersama dengan DRKP Banten dan pihak-pihak lain yang terkait. Tapi sampai saat ini belum ada informasi yang datang ke saya, baik undangan atau bentuk lainnya,” katanya kepada Banten Raya, Selasa 5 juli 2022.
Baca Juga: 9 Kasus Kekerasan di Banten Tak Diproses Hukum
Wahyudi menjelaskan laporan penyerobotan lahan tersebut dilaporkan ke Kejati Banten, lantaran pembangunan alun-alun dilakukan oleh pemerintah, dalam hal ini DPRKP Banten.
“Pembangunnya juga dinas atau OPD, saya berpikir ini ada korelasinya dengan Kejaksaan Tinggi Banten, perlu di periksa dan diperdalam. Apakah ini benar atau seperti apa. Intinya kami mengadu sebagai ahli waris,” jelasnya.
Wahyudi menambahkan persoalan keabsahan kepemilikan lahan berdasarkan putusan Pengadilan Negeri (PN) Pandeglang dalam nomor perkara 14/pdt.G/1998/PN.Pdg.
Baca Juga: Joko Wdodo: Polisi Harus Bekerja Dengan Hati-hati dan Presisi
Putusan menyatakan para pihak yang bersengketa yakni Rasim bin Madhari dengan tergugat Edi Pendi sepakat mengakhiri dengan damai atau dading.
“Sampai saat ini yang kami pegang keputusan pengadilan 1998 itu tidak adalagi surat pembanding dari DRKP atau Desa. Jika itu sah milik negara milik desa, buktikan kepada kami,” tambahnya.
Wahyudi mengungkapkan pihaknya mendapatkan informasi jika DRKP Banten menyebut persoalan lahan itu, ada kesalahan dalam putusan dading atau pernyataan damai.
Baca Juga: PT KS Catat Revenue 2 Miliar Dollar Lebih, Mahasiswa Banten Apresiasi Silmy Karim
“Mereka mengklaim ada kesalahan dading. Urusan dading itu bukan urusan kami, itu urusan pengadilan. Apa salurannya jika merubah dading itu, jika itu ada,” ungkapnya.
Wahyudi menegaskan dalam perjanjian damai itu, tergugat sepakat bahwasannya lahan seluas itu merupakan hal milik penggugat, yakni Rasim bin Madhari.
Atas hal itu, hak penguasaannya diserahkan kepadanya.
Baca Juga: Ternyata Ini Makna dan Arti dari Nama Pena Gol A Gong
“Saya dan ahli waris juga bingung kepada siapa Pemprov membeli lahan untuk pembangunan alun-alun itu. Kalaupun pemprov tidak membeli, atas izin siapa. Yang jelas, pemilik yang sah berdasarkan putusan pengadilan sampai sekarang tidak pernah menjual lahan itu,” tegasnya.
Sementara itu, Kasi Penkum Kejati Banten Ivan Hebron Siahaan mengatakan telah mendapatkan informasi akan adanya laporan tersebut.
Namun dirinya belum menerima laporan dari petugas Pelayanan Terpadu Satu Pintu atau PTSP.
Baca Juga: Pattimura Trending di Twitter, Ternyata Ini yang Jadi Sebabnya
“Katanya mau datang (Laporan ke Kejati Banten),” katanya singkat. ***