BANTENRAYA.COM – Berikut ini adalah kisah dari Muhammad Rasjidi, Menteri Agama Indonesia pertama.
Muhammad Rasjidi lahir di Kotagede, Yogyakarta yang pada masa lalu merupakan bekas ibu kota kerajaan Kesultanan Mataram.
Selanjutnya, daerah kelahiran Muhammad Rasjii akhirnya terpecah menjadi Kesunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta.
Baca Juga: Dituding Kenalkan Trading pada Doni Salmanan, Begini Klarifikasi Gigi Ruwanita
Di Kotagede, masjid dan makam Penembahan Senopati atau Ki Ageng Pemanahan menjadi tempat yang bersejarah.
Sejak kecil Muhammad Rasjidi dikenal dengan nama Saridi, nama yang orang tuanya berikan. Saridi kecil hidup di keluarga Jawa Islam abangan.
Setiap Kamis sore, Jumat Kliwon dan Selasa Kliwon, ibunya selalu menyuruh membeli kembang untuk diletakkan di pojok rumah.
Baca Juga: Jadwal Tayang Serial 17 Selamanya, Lengkap dari Episode 1 hingga 7 di WeTV.
Bapak-ibunya adalah bentuk kehidupan Jawa seutuhnya yang masih mempercayai kebatinan, meskipun agama yang mereka yakini adalah Islam
“Masyarakat Jawa Islam yang statis, kemudian diserang oleh Syarikat Rakyat, pecahan dari Syarikat Islam,” ujar Rasjidi dikutip Bantenraya.com dari buku Mengapa Aku Memeluk Agama Islam.
“Kemudian gerakan pemuda-pemuda Muhammadiyah yang ini merobah cara berpikir tradisionil secara drastis,” ujarnya.
Baca Juga: Arti Kata Lokotre yang Sebenarnya, Bahasa Gaul yang Sedang Viral di TikTok
Melihat kentalnya tradisi Jawa dalam kehidupan keluarganya mendorong Rasjidi untuk memilih pelajaran pada bidang filsafat dan agama
Pendalaman dalam bidang tersebut beliau selesaikan di Al-Azhar, Mesir lalu di Sorbone, Paris dalam mengambil gelar doktor.
Muhammad Rasjidi mempertahan disertasinya ketika mengambil gelar doktor di Sorbone dengan judul ‘Consideration Critique Du Livre Centini’.
Baca Juga: Viral Pesepeda Penuhi KRL dan Tak Mau Saat Diminta Pindah Gerbong
Disertasi doktornya tersebut merupakan kritik terhadap sebuah Serat Centini. Sejak kecil Rasjidi memang sudah memperlihatkan kecerdasan dan keunggulan dalam belajar.
Syekh Ahmad Sorkati pendiri Al Irsyad mengakui kecerdasan beliau dan sangat sayang kepada pemuda asal Kotagede ini.
Di usia sangat muda, Rasjidi sudah hapal kitab Alfiyah Ibnu Malik dan logika Aristoteles berjudul Matan As-Sullam.
Baca Juga: Logo Halal Kemenag Dapat Kritik Tajam, Praktisi Brand Muhammad Sirod: Maksain!
Mengingat buku-buku tersebut dikategorikan sebagai bacaan yang cukup berat. Syekh Ahmad Sorkati karena sayangnya dengan beliau, sering diajak berbincang dan berdiskusi.
Setiap memanggil Saridi, pendiri Al Irsyad ini sering salah menyebutkan. Nama Jawa sangat sulit diucapkan oleh lidah Arabnya.
Saat memanggil Saridi yang keluar dari lisan Syekh Ahmad Sorkati bukan Saridi melainkan Rasidi.
Baca Juga: Ini Bacaan Niat Puasa Ramadhan yang benar dan Lengkap tulisan Arab, Latin, Beserrta Artinya
Sebagaimana kecintaan guru terhadap murid, begitupula kecintaan Pak Rasjidi kepada gurunya.
Nama Rasidi yang diberikan oleh gurunya, diterimanya dengan perasaan bahagia, artinya pun baik, Rasidi atau yang bijaksana.
Baru setelah pulang dari haji, nama itu beliau pakai dan diganti dengan nama, Muhammad Rasjidi sesuai seleranya.
Dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia, nama Pak Rasjidi tak banyak dilirik.
Peranannya dalam kemerdekaan bangsa Indonesia tidak sedikit sumbangsihnya.
Lebih besar lagi terhadap sejarah intelektual bangsa Indonesia.
Dawam Rahardjo dan Nurcholis Madjid sepakat menjuluki Rasjidi sebagai ‘the guardian’ dunia pemikiran Islam Indonesia.
Baca Juga: Profil dan Biodata Tiara Andini yang Ramai Dibicarakan Karena Kedekatannya dengan Alshad Ahmad
“Yang selalu cemas bila melihat gejala penyimpangan dan penyelewengan dalam kegiatan intelektual itu”, tulis Nur Cholis Madjid dalam buku 70 Tahun Rasjidi yang dikutip Bantenraya.com.
Di masa awal kemerdekaan bangsa Indonesia, Rasjidi didaulat sebagai Menteri Agama pertama RI dalam kabinet Sjahrir.
Lalu, bersama Haji Agus Salim dan Sjahrir berangkat ke Mesir untuk mengumpulkan dukungan dari negara-negara Islam untuk mengakui kemerdekaan Indonesia.
Baca Juga: Kronologi Awkarin Diduga Putus Tunangan dengan Gangga, Ungkap Rasa Kecewa dan Sakit Hati
Setelah itu karena memang takdirnya, Pak Rasjidi diminta untuk menjadi Duta RI pertama di Mesir merangkap Saudi Arabia.
Setelah menjadi Duta di Mesir dan Arab Saudi, turun mandat untuk meminta Pak Rasjidi menempati kursi sebagai Duta di Pakistan.
Kemduian, Rasjidi juga pernah menjadi Duta di Iran, di mana pada saat itu masing-masing negara tidak dalam kondisi yang baik-baik saja.
Namun perjalanan karirnya sebagai Duta Republik Indonesia cukup dijalankan dengan baik oleh Rasjidi.
Sepertinya politik dan menjadi politisi bukanlah tempat yang diminati Pak Rasjidi.
Dunia akademis dan dunia intelektual lebih cocok bagi Pak Rasjidi.
Dimulailah perjalanan intelektualnya. Di Universitas Sorbone, Paris Pak Rasjidi meraih gelar doktornya dengan hasil sangat baik.
Baca Juga: Bikin 3 Gol Lawan Spurs, Ronaldo Cetak 807 Gol Dalam Karirnya
Setelah itu karir intelektualnya menempatkan Pak Rasjidi sebagai Asisten Dosen dalam Ilmu Agama Islam di Universitas McGill, Kanada.
Ketika zaman Orde Baru diangkat sebagi Guru Besar Hukum di Universitas Indonesia. Beberapa buku telah banyak dihasilkan Rasjidi, baik karangan sendiri maupun terjemahan.
Seperti, Islam dan Kebatinan, Islam dan Sosialisem, Islam Menentang Komunisme, Filsafat Agama, Empat Kuliah Filsafat Islam, Koreksi Terhadap Nurcholis Madjid dan lain-lain.
Baca Juga: Beredar Video dr Sunardi Bisa Berdiri Tanpa Tongkat
Karya yang beliau terjemahkan seperti, Janji-janji Islam, Mencari Agama Abad XX yang ditulis oleh Roger Garaudy, Humanisme dalam Islam Marcel Boisard, dan Bibel, Qur’an, dan Sains Modern karya Maurice Bucaille. ***