BANTENRAYA.COM – Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Mohammad Syafi’i Alielha (Savic Ali) menyoroti praktek eksploitasi sumber daya alam (SDA) yang selama ini hanya diuntungkan dan memperkaya untuk segelintir orang.
Ketua PBNU tersebut mengungkapkan bahwa pemerintah harus berpikir untuk mengurangi ketergantungan pada eksploitasi SDA karena dapat memberikan dampak bagi kerusakan lingkungan.
Dikutip Bantenraya.com dari lamannu.or.id mengulas informasi seputar tanggapan dari Ketua PBNU tentang praktek eksploitasi SDA.
“Sudah puluhan tahun kita mengeksploitasi SDA, lingkungan, hutan dan bumi tapi Indonesia enggak juga menjadi negara kaya. Kita mestinya menaruh energi lebih besar untuk meningkatkan sumber daya manusia (SDM) kita,” kata Savic.
Pernyataan yang disampaikan Ketua PBNU ini menyusul temuan aktivitas tambang nikel dan hilirisasi di Pulau Gag, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya yang diungkap Greenpeace beberapa waktu lalu.
Temuan tersebut dinilai dapat mengancam ekosistem di kawasan yang dijuluki Surga Terakhir dari Timur Indonesia.
Dirinya menyebut, praktek eksploitasi SDA bukan lagi arah yang relevan dengan perkembangan dunia saat ini khususnya Indonesia.
Menurutnya, negara harus mengarah pada pengembangan teknologi hasil kreativitas manusia. Ia juga menegaskan bahwa eksploitasi SDA hanya akan dapat memperkaya segelintir orang.
“Indonesia mesti berjalan ke arah sana, bukan terus menggantungkan pada eksploitasi SDA yang sepertinya hanya memperkaya tidak lebih dari satu persen penduduk Indonesia,” tegas Savic.
Dirinya kemudian menekankan bahwa Raja Ampat adalah salah satu aset penting Indonesia yang tak tergantikan.
Segala bentuk aktivitas yang berpotensi dapat merusak kawasan tersebut, termasuk pertambangan, semestinya tidak diberikan izin dari pemerintah.
Reaksi publik terhadap kasus ini, menurutnya dapat menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat Indonesia terhadap dampak buruk pertambangan semakin meningkat.
Baca Juga: Formula E Hadir Lagi! Pramono Ajak Warga Jadi Bagian dari Momen Bersejarah
“Pemerintah harus menghentikan praktek tersebut. Tidak ada wilayah di Indonesia yang seperti Raja Ampat Papua. Kalau ekosistem di sana rusak, tak ada yang bisa menggantikannya,” ujarnya.
Tidak hanya itu, Savic juga mengatakan skala kerusakan yang ditimbulkan oleh bisnis pertambangan serta penolakan publik atas segala praktek bisnis yang dapat merusak lingkungan menjadi dasar kuat pemerintah perlu melakukan langkah penghentian di sejumlah wilayah.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Papua telah menyebut bahwa tiga dari empat Izin Usaha Pertambangan (IUP) nikel di wilayah Papua tersebut berada di pulau-pulau kecil kaya keanekaragaman hayati.
Baca Juga: TAMAT! Tastefully Yours Episode 10 Sub Indo: Ending Drakor Kang Ha Neul dan Go Min Si
Kawasan-kawasan yang merusak lingkungan terdapat di Raja Ampat tersebut, yakni Pulau Gag, Kawe, dan Manuran.
Aktivitas tersebut dinilai melanggar Undang-Undang (UU) Nomor 27 Tahun 2007 juncto UU Nomor 1 Tahun 2014 pasal 35 huruf K, yang tegas melarang pertambangan di pulau kecil apabila merusak lingkungan atau merugikan masyarakat secara ekologis, sosial, maupun budaya. ***