BANTENRAYA.COM – Walikota Serang Budi Rustandi memiliki niat mulia terkait permasalahan tempat hiburan malam atau THM dan peredaran minuman keras atau miras di Kota Serang.
Budi Rustandi ingin membenahi masalah THM dan menutup celah peredaran miras secara permanen.
Niatan mulia Budi Rustandi itu bukan tanpa alasan. Berdasarkan pantauannya di lapangan, peredaran miras menjadi akar masalah sosial yang serius, mulai dari tawuran antar pelajar hingga maraknya geng motor.
Namun niat mulia Budi Rustandi tersebut menuai pro dan kontra dari kalangan legislatif Kota Serang.
Dalam rapat paripurna persetujuan Prompemperda tahun 2026 yang digelar di Gedung DPRD Kota Serang, Jumat 28 November 2025, Fraksi PKS menolak Raperda Penataan Usaha Kepariwisataan atau PUK.
BACA JUGA: Karang Taruna Kabupaten Serang Promosikan Produk UMKM ke Tingkat Nasional
Budi Rustandi mengatakan, pihaknya memastikan proses pembahasan aturan ini berjalan demokratis.
Ia mempersilakan DPRD untuk membedah naskah akademik secara transparan. Tujuannya agar aturan yang lahir benar-benar pro rakyat.
“Dibawa ke dewan untuk silakan dirapatkan transparan. Kalau ada yang tidak baik dari naskah akademik atau aturan, silakan dikoreksi. Keinginan hati paling dalam, inginnya saya larang minuman keras di Kota Serang,” ujar Budi.
Langkah tegas ini diambil Budi bukan tanpa pertimbangan. Berdasarkan pantauannya di lapangan, peredaran miras menjadi akar masalah sosial yang serius. Mulai dari tawuran pelajar hingga maraknya geng motor.
Ia mengaku prihatin dengan mudahnya akses jual beli miras yang kini menyasar anak-anak di bawah umur.
BACA JUGA: Belum Capai Target, Omzet UMKM di Festival Golok Day Hanya Rp 61 Juta
“Karena saya turun ke bawah banyak tawuran, angka kejahatan, dan geng motor, itu pemicunya minuman keras. Dengan mudahnya masuk ke Kota Serang, dijual beli tanpa pandang bulu,” jelas dia.
Budi meminta seluruh elemen masyarakat, termasuk tokoh agama dan aktivis untuk duduk bersama merumuskan aturan pelarangan yang efektif.
“Kalau bisa dilarang, silakan rapat secara transparan. Baik oleh tokoh agama, tokoh aktivis, dan lainnya, silakan,” tegasnya.
Ia menjelaskan, kendala teknis yang dihadapi Pemkot Serang saat ini, seringkali tindakan penutupan tempat hiburan malam tidak efektif, karena izin berusaha OSS ditertbitkan langsung oleh pemerintah pusat.
Pernyataan ini menguat setelah terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2025 tentang penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko.
BACA JUGA: Kamar Hotel di Cilegon Diminta Sediakan Produk UMKM Khas Kota Cilegon
Aturan ini menerapkan bahwa perizinan berusaha termasuk tempat hiburan diterbitkan langsung oleh pemerintah pusat melalui sistem OSS.
Pemerintah Daerah hanya diberi ruang untuk mengatur tata ruang, pengawasan, dan penertiban sesuai kewenangan.
Dalam PP Nomor 28 Tahun 2025 pasal 6 menegaskan bahwa daerah dilarang menerbitkan perizinan usaha di luar ketentuan OSS.
Perizinan inti dan legalitas usaha diterbitkan penuh oleh pemerintah pusat menggunakan pendekatan risiko.
Melihat kondisi tersebut, Pemkot Serang membutuhkan regulasi daerah sebagai penguat kewenangan penataan.
Hal ini sejalan dengan PP Nomor 28 Tahun 2025 yang memberikan ruang bagi daerah untuk mengatur tata ruang, zonasi, pengendalian dampak sosial, dan pengawasan meski tidak bisa mencabut izin yang dikeluarkan OSS.
Oleh karena itu, Raperda ini diperlukan sebagai payung hukum lokal yang kuat untuk melakukan penertiban.
“Keinginan saya untuk melarang minuman keras. Karena saya capek, setiap saya tutup, muncul lagi. Karena aksesnya langsung kepada pemerintah pusat, bukan di Kota Serang,” tandasnya.
Sekretaris Fraksi Gerindra DPRD Kota Serang Edi Santoso meluruskan berbagai misunderstanding terkait Raperda Penataan dan Pemberdayaan Usaha Pariwisata (PUK).
Ia menegaskan, tudingan Raperda tersebut membuka legalisasi klub malam tidak berdasarkan, dan tidak sesuai fakta pembahasan di DPRD.
Edi menjelaskan, Fraksi Gerindra tetap konsisten mendukung penataan wilayah dan perlindungan sosial sesuai karakter Kota Serang.
BACA JUGA: Wabup Pandeglang Iing Ajak Pelaku UMKM Lokal Berdaya Saing Agar Produknya Laku
Menurut dia, perdebatan yang berkembang di luar justru banyak dipengaruhi framing politik yang tidak akurat.
“Saya berharap framing terkait melegalkan hiburan malam itu dibuang jauh-jauh. Itu pandangan terlalu konservatif. Kita bicara aturan, bukan politik,” ujar Edi.
Edi menegaskan, inti pembahasan Raperda PUK adalah membatasi dampak hiburan malam agar tidak menyebar ke permukiman dan wilayah yang tidak semestinya.
Menurut dia, dinamika yang berkembang seolah-olah Raperda itu melegalkan klub malam adalah kesimpulan keliru.
“Sekarang sudah banyak bercampur di lingkungan permukiman. Banyak hiburan-hiburan malam yang berdampak. Raperda ini untuk membatasi agar itu tidak menyebar,” tegas dia.
Ia menambahkan bahwa fungsi pengawasan harus berjalan, dan Komisi I DPRD memiliki peran penting untuk memastikan operasional hiburan malam tidak menimbulkan gangguan masyarakat.
BACA JUGA: Usulan UMK 2026 Belum Dibahas, Disnakertrans Pandeglang Lambat?
Mengenai tudingan bahwa Raperda digodok tanpa diproses, Edi menegaskan bahwa seluruh tahapan telah dilakukan sesuai mekanisme.
“Keputusan itu tidak ada yang sepihak. Jangan sampai menyampaikan seolah-olah prosesnya tidak jelas. Di rapat sudah dibahas bersama ada PKS, Pak Eko Sucipto, dan Pak Tubagus Lukmanul Hakim,” jelasnya.
Ia menekankan pembahasan Raperda dilakukan secara kolektif, transparan, dan tidak pernah dikuasai oleh satu orang atau satu Fraksi.
Edi mengajak masyarakat maupun kelompok penolak Raperda agar membaca substansi aturan secara utuh sebelum menyimpulkan.
Kata dia, menyebarkan khawatiran tanpa dasar justru mengaburkan tujuan Raperda yang sebenarnya, yaitu penataan ruang, pembatasan usaha hiburan malam, perlindungan masyarakat dari dampak negatif, dan kepastian hukum bagi pemerintah daerah.
BACA JUGA: Pemkot Cilegon Siapkan Rp1,5 M untuk Umrah Gratis, Kiai dan Ustaz Kampung Jadi Prioritas
“Jadi sekali lagi, jangan rayakan dengan isu-isu berbau politik seolah aturan ini untuk melegalkan hiburan malam. Itu tidak benar,” tegas Edi.
Edi menegaskan, Fraksi Gerindra tetap komitmen menjaga identitas Kota Serang, namun regulasi harus tetap disusun berdasarkan kebutuhan penataan wilayah dan aturan formal, bukan tekan publik yang tidak sesuai data.
“Ini untuk melindungi masyarakat. Untuk membatasi dampak hiburan malam. Itu yang sedang kita kerjakan,” tandasnya.***
















