BANTENRAYA.COM – Pengamat politik dari Kajian Politik Nasional (KPN), Adib Miftahul, menilai pernyataan Wakil Gubernur Banten, A Dimyati Natakusumah, soal praktik titip-menitip siswa dalam proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) merupakan bentuk kejujuran yang patut diapresiasi, meski substansi dari praktik itu tetap keliru dan mencederai keadilan.
“Pertama saya katakan bahwa apa yang dikatakan oleh Dimyati itu betul, itu sebuah kejujuran walaupun yang dilakukan salah,” ujar Adib saat ditemui, Selasa (2/7).
Menurut Adib, pengakuan Dimyati justru membuka tabir praktik menyimpang yang selama ini terjadi dalam proses PPDB, khususnya di sekolah-sekolah negeri.
Baca Juga: Jalan Licin di Exit Tol Rangkasbitung Makan Korban, PT Wika Serpan Klarifikasi Bukan dari Proyeknya
Ia menyebut ada banyak dugaan keterlibatan anggota DPRD yang menjadi perantara alias “calo” dalam penerimaan siswa, bekerja sama dengan oknum di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Banten.
“Budaya disposisi, titip-menitip itu memang selama ini jadi temuan di lapangan. Mereka yang punya link dengan kekuasaan, mereka yang punya uang, bisa masuk sekolah negeri dengan mudah,” ucapnya.
Adib menilai, praktik seperti ini adalah bagian dari jaringan kolusi antara legislatif dan eksekutif yang berjalan secara sistematis.
Baca Juga: 17 SPBU di Lebak Tak Terdaftar WP, Potensi Pajak Puluhan Juta Hilang
Ia menyebut, keistimewaan yang diberikan kepada pihak-pihak tertentu atas dasar kedekatan politik atau kekuasaan telah mengabaikan prinsip keadilan dan pemerataan akses pendidikan.
“Mereka merasa berkuasa, gampang menabrak aturan. Ini jelas menciderai keadilan masyarakat untuk mendapatkan hak pendidikan yang sama,” tegasnya.
Adib juga menyoroti pernyataan Dimyati yang menyebut praktik titip-menitip itu sebagai sesuatu yang “lumrah”, Menurutnya, hal ini justru memperkuat citra negatif di mata publik terhadap kepemimpinan di Banten.
Baca Juga: Jelang Launching Nasional, 326 Desa Terima Akta Badan Hukum Kopdes Merah Putih
“Ini ujian bagi Andra dan Dimyati. Janji mereka soal antikorupsi itu mana? Menurut saya jauh panggang dari api. Yang terjadi justru budaya nepotisme dan kolusi dilegalkan atas nama kekuasaan,” kata Adib.
Ia menambahkan, keterusterangan seperti yang dilakukan Dimyati memang patut diapresiasi, tetapi tetap tidak bisa membenarkan praktik yang melanggar prinsip integritas dan keadilan dalam pelayanan publik.
“Bentuk kejujuran Dimyati ini saya apresiasi, saya setuju. Tapi yang saya tidak setuju adalah disposisi yang mengatasnamakan kekuasaan, ini kan sama aja nepotisme, ini bentuk korupsi sebenarnya. Sama saja dengan kolusi gitu loh, nah menurut saya ini sangat bertumbukan dengan cita-cita mereka janji mereka kampanye.,” pungkas Adib.***