BANTENRAYA.COM– Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Banten membantah pernyataan PT Thampomas Putraco yang mengaku telah mengantongi izin lingkungan dalam proyek revitalisasi wisata Gunung Pinang, Kecamatan Kramatwatu, Kabupaten Serang.
Hal itu sebagaimana disampaikan oleh Kepala DLHK Provinsi Banten, Wawan Gunawan, yang menegaskan bahwa, hingga kini perusahaan tersebut belum menempuh prosedur resmi yang diwajibkan yakni mengurus izin lingkungan.
“Belum, gak ada izinnya. Kami tidak pernah mengeluarkan izin lingkungan, baik berupa AMDAL maupun UKL-UPL, kepada PT Thampomas Putraco,” kata Wawan saat dikonfirmasi Banten Raya, Rabu, (7/5/2025).
Baca Juga: Truk Bermuatan Kimia Ludes Terbakar di Kawasan Industri Cikande
“Yang ada itu. Mereka baru sebatas menjalin kerja sama dengan Perum Perhutani. Tapi kan kalau hanya itu saja tidak cukup kalau untuk melakukan kegiatan fisik. Izin amdal itu yang penting,” tambahnya.
Wawan menyebutkan, pihaknya telah melakukan inspeksi langsung ke Gunung Pinang pada akhir bulan April lalu setelah menerima laporan dari masyarakat terkait aktivitas pembukaan lahan dengan alat berat dan penebangan pohon. Saat tim tiba, aktivitas proyek masih berlangsung.
“Sudah kami hentikan kegiatannya, begitu kami turun ke lapangan dan melihat langsung alat berat beroperasi, kami hentikan saat itu juga. Tidak ada alasan melanjutkan kegiatan kalau izin dasarnya saja belum ada,” ujarnya.
Baca Juga: Kasus Suap Proyek DLH Cilegon, Dua Terdakwa Dituntut 3,5 Tahun Penjara
Wawan mengungkapkan, ketiadaan izin tersebut telah terkuak dalam rapat koordinasi yang digelar bersama Perhutani, Musyawarah Pimpinan Kecamatan (Muspika), dan PT Thampomas Putraco.
Di mana, setelah ditelusuri lebih lanjut, pihak perusahaan yang sempat mengklaim bahwa izin dari DLHK sudah mereka kantongi.
Namun ternyata, kata Wawan, tidak ada satu pun dokumen yang sah terdaftar di DLHK Banten.
Baca Juga: SMP IT RJ Terpilih Jadi Sekolah Pertama Roadshow Duta Baca Nasional
“Mereka mengaku sudah ada izin, tapi tidak bisa tunjukkan dokumennya. Kalau izin resmi dikeluarkan DLHK, pasti tercatat di sistem kami. Ini tidak ada,” tegasnya.
“Lagipula, izin lingkungan bukan hanya dari DLHK. Prosedurnya juga harus melalui konsultasi publik dengan warga sekitar. Ini kan tidak ada, makanya masyarakat protes,” tambahnya.
Wawan menuturkan, proyek semacam ini tidak bisa berjalan di atas komunikasi sepihak dengan pihak kehutanan saja. Melainkan juga harus melibatkan masyarakat setempat.
Baca Juga: Dituntut 19 Tahun Penjara, Pimpinan Ponpes di Cikande Dijerat Kasus Pencabulan
“Gunung Pinang memang berada di bawah kelola Perhutani, tapi ini tetap kawasan hutan negara. Siapa pun yang berkegiatan harus melalui prosedur yang benar,” ujarnya.
“Ada izinnya, ada konsultasi publik dulu, sehingga masyarakat itu diberitahu, disosialisasikan,” imbuhnya.
Wawan juga mengaku telah meminta agar seluruh kegiatan di lokasi proyek dihentikan sementara hingga seluruh dokumen perizinan diproses sesuai ketentuan.
Baca Juga: KPK Ungkap 8 Sektor Rawan Korupsi di Pemda, Pengadaan dan Perizinan Jadi Lahan Basah
“Kami tidak anti investasi. Tapi kami juga punya tanggung jawab menjaga ekosistem. Jangan sampai kegiatan ekonomi merusak kawasan hutan yang sudah langka,” pungkasnya.
Sementara itu, Sekretaris DLHK Banten, Budi Darma, menambahkan bahwa, perusahaan dan Perhutani diminta untuk segera melakukan pendekatan kepada masyarakat sebagai bagian dari persyaratan perizinan.
“Jangan langsung eksekusi proyek. Harus ada sosialisasi dulu ke warga dan konsultasi dengan tokoh masyarakat serta Muspika setempat,” kata Budi.
Baca Juga: Dikunjungi Menteri P2MI, UPTD Latihan Kerja Dipersiapkan Jadi Sentra Vokasi Pekerja Migran
“Ya itu kan sebagai bentuk tanggung jawab sosial yang tidak boleh diabaikan dan salah satu syarat untuk bisa keluarnya izin lingkungan,” tambahnya.
Terkait pembabatan hutan, Budi menerangkan bahwa, memang lahan yang dilakukan pembabatan oleh pihak perusahaan itu merupakan lahan produktif terbatas.
Yang mana, memang diperbolehkan untuk dilakukan pembabatan, namun harus dengan perjanjian.
Baca Juga: KPK Ungkap 8 Sektor Rawan Korupsi di Pemda, Pengadaan dan Perizinan Jadi Lahan Basah
“Memang itu lahan produktif terbatas, dan boleh memang dilakukan pembabatan. Tapi, harus dengan izin dan penjanjian pemanfaatan. Karena kalau itu merupakan lahan yang dilindungi, ya sudah ada Gakkum. Kalau ini memang lahan produktif,” jelasnya.
“Tapi ya tetap saja, walaupun mereka ngaku sudah punya izin pemanfaatan lahan, tapi kan izin lingkungannya belum ada. Dan itu yang harus dilengkapi,” imbuhnya. ***
















