BANTENRAYA.COM – Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI melakukan kunjungan spesifik ke Pemkab Serang, Kamis 28 November 2024.
Dalam kunjungan ini terungkap kekerasan dan perundungan anak di satuan pendidikan di Kabupaten Serang meningkat dari 74 kasus pada tahun 2023 dan menjadi 82 kasus pada tahun 2024 ini.
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Himmatul Aliyah mengatakan, angka tersebut merupakan dari data terbaru terhitung dari Januari sampai November 2024.
Baca Juga: Wujudkan TPSA Modern dan Ramah Lingkungan, Pemkab Serang Berguru Pengelolaan Sampah ke Banyumas
“Kami mengunjungi Kabupaten Serang di mana daerah ini terdapat banyak kasus kekerasan seksual dan kasus perundungan baik secara fisik maupun psikis,” ujarnya di Pendopo Bupati Serang, Kamis 28 November 2024.
Ia menjelaskan, saat ini berdasarkan update terbaru bahwa kasus bullying dan perundungan yang tadinya 78 kasus pada tahun 2023 meningkat menjadi 82 kasus pada 2024 ini.
“Kasus ini tentu perlu ditangani, bagaimana Pemda Serang harus terus meningkatkan pengamanan di satuan pendidikan karena banyaknya temuan kasus ini,” katanya.
Pihaknya mendorong Pemkab Serang untuk meningkatkan sosialisasi agar siswa dan siswi mengetahui apa yang termasuk ke dalam kategori kasus perundungan, pelecehan seksual, psikis, maupun fisik.
“Ini juga perlu ditingkatkan pemberdayaan manusia agar siswa ini bisa mengatasi bisa teratasi termasuk guru-guru juga agar bisa meningkatkan mengamankan sekolah lebih baik,” jelasnya
Kepaka Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Kabupaten Serang Asep Nugrahajaya mengatakan, terkait data 82 kasus kekerasan dan perundungan di satuan pendidikan itu harus di cek kevalidanya.
Baca Juga: FKOTAS Kota Cilegon Siap Sinergi dengan Dindikbud untuk Tingkatkan Kualitas Pendidikan
“Identifikasi kasus itu tentunya kan bisa dibaca di aplikasi yang ada di DKBP3A (Dinas Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak) di aplikasi Simfoni PPA (Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak), kalau di Dindikbud memang tidak memiliki aplikasi. Ini laporan biasanya laporkan disampaikan masyarakat, artinya validitas data ini harus di kroscek di lapangan,” katanya.
Ia menilai, masih ada beberapa kasus yang perlu di kroscek ke lapangan karena ada beberapa kasus yang sebenarnya bukan kasus kekerasan.
“Kekerasan terjadi karena banyak persepsi seperti orang tua yang sifatnya memberikan proses pembelajaran kepada anak tapi masuk laporan, itu juga harus dikonfirmasi supaya benar-benar valid,” tuturnya.***

















