BANTENRAYA.COM – Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Negeri membebaskan mantan Kepala Disperindag Kota Cilegon Tb Dikrie Maulawardhana dan dinyatakan bebas dari semua dakwaan Jaksa Penuntut Umum atau JPU Kejari Cilegon.
Dikrie dinyatakan tak bersalah atas kasus dugaan korupsi pengadaan pekerjaan pembangunan Pasar Rakyat Kecamatan Grogol, Kota Cilegon tahun 2018 dengan kontrak senilai Rp1,808 miliar, Rabu 31 Juli 2024.
Majelis hakim yang diketuai Dedi Ady Saputra menyatakan Tb Dikrie Maulawardhana tak bersalah, dari semua dakwaan yang dituduhkan JPU Kejari Cilegon.
“Menyatakan terdakwa Tb Dikrie Maulawardhana tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan primer dan dakwaan subsider,” katanya kepada terdakwa disaksikan terdakwa dan kuasa hukumnya.
Baca Juga: Kendalikan Inflasi, Kota Serang Gelar Sekolah Lapang Produk Pertanian dan Hortikultura
Untuk itu, Dedi menegaskan, Majelis Hakim berpendapat jika Tb Dikrie Maulawardhana harus dibebaskan dari semua tuduhan penuntut umum sebagaimana dakwaan.
“Membebaskan terdakwa oleh karena itu dari seluruh dakwaan penuntut umum,” tegasnya.
Dedi mengungkapkan, penuntut umum diminta untuk memulihkan nama baik Tb Dikrie Maulawardhana.
“Memulihkan hak-hak terdakwa dalam kemampuan kedudukan harkat serta martabatnya,” ungkapnya.
Baca Juga: Diadukan ke Kemendagri karena Belum Pindahkan RKUD ke Bank Banten, Begini Respon Sekda Pandeglang
Sebelumnya, Tb Dikrie Maulawardhana dinyatakan terbukti bersalah melakukan korupsi sebagaimana Pasal 2, Pasal Jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHPidana oleh JPU Kejari Cilegon.
Tb Dikrie Maulawardhana dituntut pidana penjara selama 6 tahun, serta dikenakan denda Rp250 juta subsider 3 bulan penjara, dan diharuskan membayar uang pengganti kerugian keuangan negara sebesar Rp322 juta subsider 3 tahun penjara.
Dalam dakwaan JPU Kejari Cilegon, pembangunan Pasar Rakyat Kecamatan Grogol tidak memenuhi standar, serta proses tender penentuan pelaksana jasa konstruksi, tidak dilaksanakan dengan professional.
Dalam pelaksanaannya pembangunan lokasi berpindah tidak sesuai dokumen desain dan tidak ada review desain.
Baca Juga: Tarif Sewa Kios Stadion Maulana Yusuf Ciceri Kota Serang Pedagang Dipatok Rp18 Juta
Pekerjaan konstruksi tidak bisa dilaksanakan sesuai rencana, sehingga bangunan tidak dapat difungsikan dan tidak dapat dipakai.
Pada tahap pelaksanaan DAK fisik pembangunan Pasar Rakyat Kecamatan Grogol tahun 2018, Dikrie telah melakukan tindakan yang bertentangan dengan Peraturan Presiden RI Nomor 5 Tahun 2018 tentang Petunjuk Teknis Dana Alokasi Khusus Fisik.
Kemudian saat permohonan DAK fisik, belum tersedia lahan pembangunan pasar Kecamatan Grogol.
Namun seolah-olah lahan telah tersedia agar Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Cilegon mendapatkan DAK.
Baca Juga: Sempat Berjaya dan Ekspor ke Korea, Usaha Tas di Petir Mulai Meredup
Hal tersebut menyebabkan adanya perbedaan lokasi yang tertuang dalam proposal dan dokumen Perencanaan.
CV Edo Putra Pratama hanya digunakan namanya oleh terdakwa Septer Edward Sihol, untuk mengikuti tender pembangunan pasar Kecamatan Grogol dengan nilai kontrak Rp1,808 miliar.
Setelah dilakukan penandatanganan kontrak, terdakwa Septer Edward Sihol belum bisa mengerjakan pekerjaan dikarenakan lokasi pekerjaan sebagaimana didalam dokumen perencanaan yaitu di Perumahan Argabaja Kelurahan Kotasari Kecamatan Grogol tidak mendapatkan izin dari PT Krakatau Steel selaku pemilik lahan.
Dikrie Maulawardhana kemudian mengubah lokasi pembangunan pasar Grogol dengan cara meminta pengembang Perumahan Puri Krakatau Hijau yaitu PT Laguna Cipta Griya.
Baca Juga: Presidium IKA Untirta akan Gelar Mubes, Ini Kata Ketua IKA Untirta Asep Busro
Dikrie memerintahkan terdakwa Bagus Ardanto selaku PPK untuk menggunakan lahan aset PT Laguna Cipta Griya tersebut sebagai lokasi pembangunan Pasar Rakyat Kecamatan Grogol Kota Cilegon.
Namun, saat proses pembangunan terdapat ketidaksesuaian antara pekerjaan, dengan kontrak. Sehingga dilakukan pemutusan kontrak, dengan progres akhir bangunan sebesar 62,69 persen.
Meskipun terdakwa Bagus Ardanto dan Tb Dikrie Maulawardhana mengetahui persentase hasil pekerjaan belum terpenuhi untuk dilakukan pembayaran, terdakwa Bagus Ardanto tetap menandatangani permohonan pembayaran kepada CV. Edo Putra Pratama dengan 2 kali termin pembayaran.
CV Edo Putra Pratama menerima pembayaran pertama sebesar Rp542 juta pada 16 Agustus 2018, dan pembayaran kedua Rp424 juta pada 19 Oktober 2018.
Baca Juga: Penyuluh Antikorupsi di Banten Diduga Banyak Dimusuhi dan Disebut sebagai Mata-mata KPK
Atas perbuatan terdakwa Tb. Dikrie Maulawardhana, Bagus Ardanto dan Septer Edward Sihol telah menyebabkan terjadinya kerugian keuangan negara Rp 966.707.119.***