BANTENRAYA.COM – Di trotoar Pasar Badak Pandeglang yang berada persis di depan Kios Plaza, Ahmad duduk di atas boks biru penyimpanan alat sol sepatu miliknya.
Tangan kanannya dengan cekatan dan hati-hati, secara perlahan menusuk jarum sol ke sepatu yang ia taruh di pangkuannya.
Tak jarang, ia teledor hingga tak sengaja jarum tersebut ikut menusuk ke jari tangan kirinya.
Sudah satu dekade atau 10 tahun, Ahmad menggeluti aktivitas tersebut yang ia jadikan sebagai pekerjaan utama.
Selama 10 tahun tersebut juga, Ahmad dan sejumlah tukang sol sepatu lainnya, berjejer di lapaknya sederhananya masing-masing.
Sesekali, fokus Ahmad di saat bekerja harus terhenti ketika ada pelanggan lain yang datang dan ingin menggunakan jasanya.
“Udah lama kang, 10 tahun juga lebih kayaknya. Tapi agak lupa juga tahunnya kapan,” kata Ahmad ketika ditanya Bantenraya.com, Jumat, 31 Mei 2024.
Baca Juga: Kumpulan Ucapan Selamat Datang Bulan Juni 2024, Cocok Jadikan Caption di Medsos Secara Gratis
Saat bujangan, Ahmad mengaku sudah sering diajarkan oleh orang tuanya untuk bisa melakukan sol sepatu. Namun, ia lebih memilih bekerja sebagai kuli bangunan.
Saat itu, dirinya masih tinggal di daerah Garut, hingga Ahmad tak sengaja menemukan jodohnya, yang merupakan orang Pandeglang.
“Aslinya orang Garut saya kang. Tapi istri orang Ciwalet. Jadi ya udah netep di sini. Pindah ke sini, yaudah jadi tukang sol sepatu,” tuturnya.
Dengan sepeda motornya, Ahmad berangkat dari Ciwalet dan tiba di lokasi pukul 07.00 WIB.
Kemudian, ia menyiapkan lapak sol sepatunya sambil ditemani secangkir kopi yang ia pesan ke salah satu pedagang tak jauh dari tempatnya.
“Kalo udah beres nyiapin lapak, yaudah nunggu pelanggan dateng. Sambil ngopi atau ngobrol aja sama tukang ojek di sini. Selesainya juga gak nentu, kadang jam 2 udah pulang, tapi kadang sampe jam 5 juga sih,” paparnya.
Dalam sehari, ia mengaku tak pernah kehabisan pelanggan. Bahkan jika ramai, ia bisa memperbaiki 20-25 pasang sepatu dan sandal.
Ia sendiri memberikan harga yang cukup terjangkau. Sepasang sepatu, paling mahal ia hargai Rp 25 ribu, sementara sepasang sandal, ia patok di harga Rp 15-20 ribu.
“Tergantung sepatunya, makin gampang ya makin murah. Kalo pendapatan pas rame sehari bisa hampir Rp 400 ribu. Tapi ya usaha gini gak nentu, kadang cuma Rp 100 ribu. Tapi Alhamdulillah gak pernah kosong,” terangnya.
Selama dirinya berprofesi sebagai tukang sol sepatu, Ahmad mengaku tak pernah sedikitpun merasa bosan apalagi menyesal.
Selagi pekerjaannya halal, ia akan tetap lakukan. Terlebih, pekerjaan yang ia geluti bukan semata-mata untuk dirinya, tapi juga ada istri dan anak-anaknya yang harus dinafkahi.
“Yang penting halal, terus anak-anak bisa jajan. Tetap semangat pokoknya,” tandasnya. (***)