Hujan deras, kilat menyambar tidak menghentikan pertandingan. Babak kedua pertandingan lebih menegangkan, ditambah lapangan becek dan licin. Pertandingan sepak bola memperebutkan ayam montok hasil iuran dua kesebelasan Kampung Merah dan Kampung Biru.
“Can, oper sini!” kata Komar bersemangat.
“Siap! , jawabnya, Das!!! tendangan Komar melesat namun dihadang oleh tangan tim merah.
Priiit!!! Wasit meniup peluit tanda pelanggaran tim lawan. Tendangan bebas diberikan wasit kepada tim Biru, dan Komar menjadi penendangnya.
“Mar, sikat habis!” kataku menyemangati
Baca Juga: Membangun Sekolah Berbudaya Wirausaha, Peran Kepala Sekolah Sangat Besar
Komar melirik dan mengangguk, Das!!! Tendangan Komar mulus bersarang di gawang lawan .
“Horeee!!!” pemain tim biru bersorak gembira karena mereka yakin pasti menang. Kedudukan tiga satu kemenangan untuk tim biru.
“Priit… Priit… Priit!’ wasit kembali meniupkan peluit tanda pertandingan selesai kemudian menyerahkan ayam kampung yang montok kepada tim biru. “Aku tunggu kalian di rumah malam besok yah, kita bacakan( makan bareng).” kataku bergegas pulang karena kedinginan.
Komar datang ke rumahku lebih awal, kami bagaikan kakak dan adik bersahabat dari SD namun tidak melanjutkan ke SMP karena aku lebih suka mencari uang, keahlianku menjadi supir sebagai warisan dari bapak. Begitu juga dengan Komar walaupun kerja serabutan dia juga tulang punggung keluarga. Kerja di sawah , kuli bangunan ataupun ngojek selalu siap.
Kami saling mendukung disetiap kegiatan , punya hobi yang sama yaitu bermain sepak bola. Perbedaanya aku lebih beruntung mendapat jodoh lebih awal. Sudah berapa kali aku goda dia agar segera menikah tapi dia cuma bilang “ Tenang aza “.
Di dapur isteriku sibuk memasak opor ayam montok.
“Kak bantuin nih masakan sudah siap ,’’ Komar dan aku beranjak berbarengan ke dapur. Makanan dihidangkan di teras rumah. Teman – teman kesebelasan tim biru berdatangan merayakan kemenangan , hidangan istimewa olahan isteriku disantap tak bersisa.
“Minggu depan kita ditantang main sama kampung coklat. Kita atur strategi biar kita makan – makan lagi’, ujarku bersemangat
“Katanya berhadiah kambing kawan,” Bagaimana Chandra kau bersedia jika masak kambingnya di rumahmu lagi?” tanya Komar sang Kapten Tim.
Baca Juga: Kompetisi Siswa Nasional Tingkat Kecamatan se Pandeglang Berlansung Sukses
“Siap! jawabku berbarengan dengan teman yang lain , kamipun tertawa gembira. Acara berakhir sampai pukul dua belas malam. Isteriku welcome ( menerima ) kalau kami begadang merayakan kemenangan di rumah karena semua pekerjaan selalu dibantu sahabatku.
“ Besok bada subuh Bapak berangkat mengantar kayu ke Karawang lanjut ke Semarang, mungkin 3 hari baru pulang, hati – hati jaga Dino dan Abel ya, Mah.”sambil kupeluk isteriku dengan erat.
Aku berangkat sedikit tergesa – gesa, karena Pak haji majikanku menelpon katanya konsumen di Karawang sudah menunggu. Isteriku seperti biasa menyiapkan tas dan pakaian selama tiga hari kedepan. Aku percayakan dia yang atur semua. “Masukkan saja masker dan Hp Bapak ke tas Mah.” ujarku sambil berlalu menembus dinginnya embun pagi. Sahabatku Komar sudah stand by ( bersiap ) mengantarkan ke rumah Pak Haji yang berjarak lumayan jauh.
“Nitip yang dirumah ya, Mar! “seruku sambil turun dari vario hitam yang dia cicil hasil peras keringatnya sendiri. Komar menjawab dengan mengacungkan dua jempolnya.
“Pak Haji berangkat sekarang kah?” ujarku sambil salim terbaik.
“Bulan depan,” katanya sambil tertawa.
Pak haji duduk disampingku, mobil truk bermuatan kayu jati melaju dengan kencang. Alhamdulillah hantaran yang pertama selesai dengan selamat. Tinggal melanjutkan ke Semarang. Ada waktu istirahat satu jam kugunakan sholat dhuhur dan makan siang. Sudah enam jam aku tidak melihat hand phone kubuka sleting depan tas.
“Aih! ini kan handphone isteriku ko bisa – bisanya tertukar. Aku mencoba mengingat kejadian tadi subuh, Oh, ini karena tergesa – gesa takut dimarahi pak Haji.”sambil batinku berkata handphone dengan mudah aku buka.
Baca Juga: Sambut Ramadan, Gibuku Beri Diskon 30 Persen
Bagaikan petir disiang bolong, mataku terbelalak melihat foto- foto dan video mesra isteriku dengan sahabatku. “Kurang ajar, dasar penghianat, bisa – bisanya mereka menghianatiku, Rasakan pembalasanku! Jantungku berdetak kencang, darah mendidih, mata memerah tangan mengepal semua uratku keluar. Sungguh tidak kuat aku menerima kenyataan ini “Tuhan mengapa ini terjadi!” tidak terasa air mata meleleh. Bimbang bercampur amarah apa yang harus kuperbuat.
“Candra kau kenapa, kuperhatikan kau gelisah sekali,”tanya Pak haji menatapku.
“ Mohon ampun Pak haji, saya dalam masalah besar , tolong jangan paksa saya melanjutkan perjalanan, kataku memelas.
”Coba Jelaskan, biar aku tidak pusing!” bentak Pak haji
“ Pak haji harus cari supir yang lain saya harus pulang ke rumah, isteri saya selingkuh ini buktinya,” kuperlihatkan foto tidak bermoral itu.
“Baiklah kuizinkan kau pulang naiklah bis, ini upahmu, jangan pikirkan pekerjaan aku bisa mengatasinya.” ujar Pak haji bijaksana.
“ Berjuanglah, hati boleh panas tapi pikiran harus dingin. Jangan kau kotori tanganmu dengan dosa, penyesalan selalu datang diakhir.” sambil menepuk bahuku.
Baca Juga: Pj Sekda Pandeglang Keluhkan Sapras Pendidikan Masih Terbatas
“Terima kasih Pak Haji sudah mengingatkan,” jawabku bergegas naik bis jurusan Serang.
“Ya Alloh, tunjukkanlah langkah apa yang harus kuperbuat, air mata tidak dapat kutahan kututup maukaku dengan topi agar tidak diketahui penumpang lain. Terbayang ke dua anakku Dino dan Abel terlalu dini menerima kenyataan ini.
Setelah turun dari bis kudengar suara adzan Isya , Ah terasa berbeda kumendengarnya. Kali ini batinku terpanggil, sudah lama aku tidak berjamaah, Malu sekali rasanya umur kepala empat belum doyan berjamaah. Kuberanikan diri minta izin bertamu ke rumah Pak Ustad selaku imam masjid dikampungku.
“Untung Pak Chandra mau mampir ke rumah, kita tidak boleh gegabah walaupun bukti sudah kuat.” ujar pak Usatad menenangkanku.
“Sebaiknya kita bagi tugas, saya lapor ke RT,RW dan Pak Chandra telpon Orang tuanya juga mertua untuk segera berkumpul di rumah Pak Chandra,” aku setuju dengan saran Pak Ustad.
Bagaimana dengan Komar Pak Ustad ?” tanyaku penasaran.
Itu tugas isterimu yang menelepon, pasti Komar datang, tenang saja, sambil menepuk nepuk bahuku.
Baca Juga: 435 Kepsek TK, SD, dan SMP Dilantik, Mutu Pendidikan Pandeglang Harus Meningkat
“Asyik Bapak datang!” seru bungsuku Abel yang baru kelas 1 SD. Kuciumi Abel dan Dino kubisikan agar mereka segera tidur di rumah Neneknya yang tidak jauh dari rumahku.
“Pak,tumben katanya mau tiga hari, belum sehari ko sudah pulang? Isteriku merajuk mungkin berpura –pura.
“Suruh pacarmu datang sekarang! aku sudah muak dengan kelicikan kalian,” bentakku sambil kuatur loadspeaker yang terbesar.
Suasana menjadi hening, semua saksi menggeleng – geleng kapala setelah aku intograsi Komar dan isteriku. Mereka tidak bisa berkelit bukti kuat ada di hanphone yang aku pegang.
“Rini, detik ini jatuhlah talak satuku padamu, kukembalikan kau ke ibu dan bapakmu, Pergi sekarang, jangan bawa anak – anak ataupun harta yang ada di rumah ini cukup baju- bajumu saja!” ujarku dengan lantang.
“ Komar teganya kau hianati aku! Persahabatan kita cukup sampai disini, Kau harus nikahi Rini, Bahagiakanlah dia!” tegasku tepat depan mukanya.
“Maafkan Chan, aku hilap!” ujar komar sembari bersimpuh memohon ampunanku.
“Semua sudah retak.” bentakku sambil menunjuk pintu keluar.
Tamat.



















