BANTENRAYA.COM – Sebentar lagi akan menyambut bulan penuh berkah yakni Ramadhan 2025 atau 1446 Hijriah.
Di bulan Ramadhan, umat Islam di berbagai penjuru dunia akan menunaikan rukun Islam ke-empat yakni berpuasa.
Umat Islam akan berpuasa sebulan penuh selama bulan Ramadhan.
Bagi umat Islam yang telah memenuhi syarat, berpuasa di bulan Ramadhan wajib ditunaikan.
Dikarenakan satu dan lain hal seperti sakit hingga perempuan yang tengah haid tidak melaksanakan puasa.
Baca Juga: PSM Jabar UIN SMH Banten Gelar Kegiatan Musmasjab X
Namun, diwajibkan untuk mengganti atau melakukan qadha atas utang puasa yang telah ditinggalkan setelah bulan Ramadhan.
Akan tetapi, bagaimana jika telat melakukan qadha utang puasa hingga Ramadhan tahun berikutnya tiba?
Seperti yang dikutip dari laman NU Online, orang yang menunda qadha puasa karena kelalaian hingga Ramadhan tahun berikutnya tiba akan mendapat beban tambahan.
Yang mana, diwajibkan untuk membayar fidyah di samping mengqadha puasa yang pernah ditinggalkan.
Hal ini sebagaimana telah dijelaskan oleh Syekh M Nawawi Banten berikut:
Baca Juga: 10 Ucapan Hari Istiqlal Ke 47 2025, Cocok Dibagiksan di Media Sosial
والثاني الإفطار مع تأخير قضاء) شىء من رمضان (مع إمكانه حتى يأتي رمضان آخر) لخبر من أدرك رمضان فأفطر لمرض ثم صح ولم يقضه حتى أدركه رمضان آخر صام الذي أدركه ثم يقضي ما عليه ثم يطعم عن كل يوم مسكينا رواه الدارقطني والبيهقي فخرج بالإمكان من استمر به السفر أو المرض حتى أتى رمضان آخر أو أخر لنسيان أو جهل بحرمة التأخير. وإن كان مخالطا للعلماء لخفاء ذلك لا بالفدية فلا يعذر لجهله بها نظير من علم حرمة التنحنح وجهل البطلان به. واعلم أن الفدية تتكر بتكرر السنين وتستقر في ذمة من لزمته
Artinya: “Kedua (yang wajib qadha dan fidyah) adalah ketiadaan puasa dengan menunda qadha puasa Ramadhan (padahal memiliki kesempatan hingga Ramadhan berikutnya tiba. Hal itu berdasarkan hadits: “Siapa saja mengalami Ramadhan, lalu tidak berpuasa karena sakit, kemudian sehat kembali dan belum mengqadhanya hingga Ramadhan selanjutnya tiba, maka ia harus menunaikan puasa Ramadhan yang sedang dijalaninya, setelah itu mengqadha utang puasanya dan memberikan makan kepada seorang miskin satu hari yang ditinggalkan sebagai kaffarah.” (HR Ad-Daruquthni dan Al-Baihaqi).
Menilik Kasyifatus Saja ala Safinatin Naja, Surabaya, Maktabah Ahmad bin Sa‘ad bin Nabhan oleh Syekh M Nawawi Banten, di luar kategori ‘memiliki kesempatan’ adalah orang yang senantiasa bersafari (seperti pelaut), orang sakit hingga Ramadhan berikutnya tiba, orang yang menunda karena lupa, atau orang yang tidak tahu keharaman penundaan qadha.
Baca Juga: Plt Kepala Disparpora Kota Serang Tuding Ada Provokator Dibalik Bandelnya PKL Stadion Maulana Yusuf
Akan tetapi, jika seseorang hidup membaur dengan ulama karena samarnya masalah tersebut tanpa fidyah, maka ketidaktahuannya atas keharaman penundaan qadha bukan termasuk uzur.
Lantaran alasan tersebut tidak bisa diterima, sama halnya dengan orang yang mengetahui keharaman berdehem (saat shalat) tetapi tidak tahu batal shalat karenanya.
Sebagai informasi, beban fidyah terus muncul seiring pergantian tahun dan tetap menjadi tanggungan orang yang yang berutang, sebelum dilunasi.
Dari penjelasan diatas, jika disebabkan karena kelalaian, yang bersangkutan wajib meng-qadha dan juga membayar fidyah sebesar satu mud untuk satu hari utang puasanya.
Baca Juga: Alasan Klasik, PKL Kembali Berjualan di Luar Pagar Stadion Maulana Yusuf Kota Serang
Diketahui bahwa satu mud setara dengan 543 gram menurut Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah.
Sementara menurut Hanafiyah, satu mud seukuran dengan 815,39 gram bahan makanan pokok seperti beras dan gandum.***


















