BANTENRAYA.COM – Bisnis perhotelan menjadi sektor yang memiliki dampak perekonomian cukup luas terhadap berbagai elemen. Sehingga, tetap memerlukan sentuhan manusia.
COO Artotel Group, Eduard Rudolf Pangkerego menyampaikan, industri perhotelan sedang menghadapi perubahan besar akibat digitalisasi yang masif dan kemunculan teknologi kecerdasan buatan.
Kendati demikian, dunia hospitality merupakan bisnis yang sangat dekat dengan kreativitas dan pengalaman manusia.
BACA JUGA: Khutbah Jumat Hari Ini: Cara Nabi Muhammad Saw Menghadapi Fitnah
“Bisnis penginapan itu sudah ada ribuan tahun. Tapi sampai sekarang yang kita jual tetap pengalaman yang diberikan kepada tamu,” kata Eduard dikutip Bantenraya.com, Jumat 12 Desember 2025.
Eduard menjelaskan, industri hotel awalnya sudah sibuk dengan digital transformation, namun sebelum proses itu selesai, gelombang teknologi baru muncul lagi.
“Lagi sibuk-sibuknya kita transformasi ke digital, muncullah AI. Teknologinya datang terus, tiap minggu ada hal baru,” imbuhnya.
Menurutnya, hotel tidak bisa bergerak secepat perusahaan teknologi karena struktur dan operasionalnya sangat kompleks, mulai dari operasional kamar, restoran, hingga layanan tamu yang membutuhkan interaksi langsung.
Ia juga menyoroti perubahan generasi tamu yang membuat tantangan semakin besar. Menurutnya, ekspektasi tamu saat ini sangat berbeda dari generasi sebelumnya.
“Generasi millennial, gen Z, sampai alpha itu exposed ke hal yang sama, meskipun mereka lahir di tempat yang berbeda. Ini membentuk market kita menjadi one world citizen,” jelasnya.
Ia mengatakan, hotel harus menyesuaikan diri karena tamu masa kini memiliki pola pikir global dan standar kenyamanan yang seragam, meski berasal dari latar belakang budaya berbeda.
Baginya, bisnis hotel adalah bisnis emosi. Tamu datang bukan hanya untuk tidur, tetapi untuk merasa nyaman, merayakan momen, atau sekadar menenangkan diri. Hal-hal seperti itu tidak bisa sepenuhnya digantikan oleh aplikasi atau AI.
Eduard menilai bahwa tantangan terbesar bukan hanya pada teknologi, tetapi pada adaptasi internal.
Banyak pemilik hotel masih menggunakan pendekatan lama dan sulit bergerak ke teknologi baru. Ia mengibaratkan mereka seperti orang yang terus-menerus meng-upgrade CD player, sementara dunia sudah beralih ke platform streaming.
“Teknologi boleh maju, digital boleh berkembang, AI boleh dipakai. Tapi rasa manusia tetap nomor satu. Itu yang membuat bisnis hotel berbeda,” kata Eduard.***



















