BANTENRAYA.COM – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau DPRD Kota Cilegon Rahamtulloh menyoroti draf Rancangan Angggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau APBD 2026.
Draf Rancangan APBD 2026 yang disusun Tim Anggaran Pemerintah Daerah atau TAPD Pemkot Cilegon dinilai tak sesuai dengan kondisi di masyarakat saat ini.
“Sebagai bagian dari tanggung jawab pengawasan dan analisis kebijakan publik, kami memandang perlu menyampaikan pandangan kritis terhadap arah kebijakan fiskal yang tertuang dalam nota keuangan dan draf RAPBD Kota Cilegon Tahun Anggaran 2026,” kata Rahmat kepada Bantenraya.com pada Kamis, 13 November 2025.
Ia menyoroti, berdasarkan hasil telaah mendalam atas dokumen Revisi KUA/PPAS dan Nota Keuangan RAPBD 2026, ditemukan sejumlah catatan penting yang harus menjadi perhatian serius, baik oleh TAPD Pemkot Cilegon maupun oleh publik sebagai pemilik kedaulatan fiskal daerah.
BACA JUGA: DPP PSI Awasi Ketat Kinerja Anggota DPRD Banten, Pastikan Anggaran Berpihak ke Rakyat
“Pertama, ketidaksinkronan antara narasi dan realitas fiskal. Nota keuangan 2026 menggambarkan semangat fiskal ekspansif dan pro-pertumbuhan, namun faktanya kapasitas fiskal Kota Cilegon justru menurun tajam hingga Rp312,53 miliar hampir setara berkurang 14,02 persen dari total pendapatan daerah,” katanya.
Politisi Partai Amanaat Nasional atau PAN ini mengatakan, dalam kondisi seperti ini, penggunaan narasi ekspansif, tanpa disertai instrumen penguatan pendapatan daerah hanya akan melahirkan optimisme semu yang berisiko terhadap kredibilitas keuangan daerah.
“Kedua, pendapatan daerah tidak berbasis kepastian. Penurunan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp76,2 miliar menunjukkan lemahnya strategi pendapatan lokal. Ironisnya, pos Lain-lain PAD yang sah justru meningkat lebih dari 300 persen, tanpa kejelasan sumber dan dasar hukumnya. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan mendasar, apakah proyeksi tersebut realistis atau sekadar untuk menyeimbangkan postur anggaran di atas kertas?,” tandasnya.
Rahmat mencatat, ketimpangan alokasi belanja dan orientasi politis anggaran.
BACA JUGA: Marak Kasus Perundungan, DPRD Banten Dorong Perda Sekolah Ramah Anak Segera Disahkan
“Ketiga, ketimpangan alokasi belanja dan orientasi politis anggaran. Struktur belanja RAPBD 2026 menunjukkan dominasi belanja mengikat berupa belanja pegawai dan TPP, serta belanja aparatur yang menyerap lebih dari tiga perempat total belanja daerah. Sebaliknya, pemotongan justru banyak terjadi pada sektor pelayanan publik dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Yang lebih memrihatinkan, belanja untuk kepentingan aparatur tidak mengalami perubahan yang signifikan, meski daya fiskal daerah sedang menurun. Hal ini menimbulkan kesan kuat bahwa kebijakan anggaran lebih memertahankan citra politis daripada kebutuhan mendesak masyarakat,” ucapnya.
Kata Rahmat, Pemkot Cilegon minim strategi penguatan fiskal dan risiko defisit.
“Keempat, minim strategi penguatan fiskal dan risiko defisit. Defisit RAPBD sebesar Rp35 miliar hanya ditutup melalui pembiayaan, tanpa adanya strategi penguatan fiskal jangka menengah atau diversifikasi sumber PAD,” cetusnya.
“Kelima, pemangkasan terhadap anggaran layanan dasar berimplikasi langsung pada kelompok masyarakat rentan.
Ketika alokasi untuk kesehatan dan pendidikan dikurangi, sementara kegiatan non-prioritas tetap dijaga, maka keadilan fiskal menjadi tanda tanya besar. APBD semestinya bukan sekadar alat pembiayaan proyek, tetapi instrumen pemerataan dan kesejahteraan sosial,” terangnya.
BACA JUGA: Budi Prajogo Tak Lagi jadi Wakil Ketua DPRD Banten Mulai Besok dan Bakal Duduki Posisi Baru
Rahmat juga menuntut adanya transparansi dan akuntabilitas kinerja.
“Keenam, tidak ada pemaparan terhadap program-program utama, sehingga publik tidak dapat menilai apakah anggaran tersebut efektif atau tidak. Ketiadaan analisis capaian dan indikator kinerja memperkuat dugaan bahwa RAPBD 2026 masih menggunakan pola lama yaitu anggaran berbasis input, bukan berbasis hasil,” katanya.
Ia menyarankan untuk menunda pelaksanaan program non-esensial hingga stabilitas fiskal terjaga.
“Mengutamakan alokasi untuk layanan dasar publik seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur yang berdampak langsung terhadap kesejahteraan warga. Menyusun strategi penguatan PAD struktural melalui digitalisasi pajak daerah, optimalisasi aset, dan pemberdayaan BUMD,” pintanya.
BACA JUGA: Pimpin PAN Kabupaten Serang, Ishak Sidik Janjikan Perolehan 10 Kursi di DPRD
Selain itu, kata Rahmat, Pemkot Cilegon juga diminta menerapkan sistem penganggaran berbasis kinerja yang transparan dan terukur agar setiap rupiah anggaran dapat dipertanggungjawabkan secara publik.
“Sebagai kota industri dengan kontribusi besar terhadap perekonomian nasional, Cilegon seharusnya menjadi teladan dalam tata kelola keuangan daerah yang efisien, transparan, dan berkeadilan sosial.
Namun draf RAPBD 2026 ini justru memperlihatkan gejala ketidakseimbangan rasionalitas fiskal. Oleh karenanya DPRD memiliki kewajiban moral dan konstitusional untuk memastikan agar setiap kebijakan anggaran berpihak pada masyarakat, bukan sekadar kepentingan aparatur atau proyek jangka pendek,” tutupnya.***

















