BANTENRAYA.COM – Novel Syahadah Musthafa ditulis oleh Fauz Noor alumnus Pondok Pesantren Sukahideng, Singaparna, Tasikmalaya.
Dosen Bahasa Arab di UIN Sunan Gunung Djati Bandung Dr Wildan Taufiq, M.Hum mengulas soal novel yang sudah terbit setahun lalu ini.
Nama KHZ Musthafa hingga sekarang dijadikan nama jalan utama di pusat kota Tasikmalaya.
Kata Dr Wildan Taufiq yang juga alumnus Ponpes Sukahideng ini, perjuangan KHZ Musthafa melawan penjajah jepang menjadi cerita lisan yang mutawatir terutama di kalangan kiai dan pondok pesantren di Tasikmalaya.
“Kisah perjuangan KHZ Musthafa itu sudah saya dengar dari cerita guru-guru ngaji waktu SD sebelum mondok di Sukahideng,” jelasnya dikutip dari tapaksabda.com pada 3 November 2021.
Baca Juga: Sambut Hari Pahlawan, Intip 5 Film yang Cocok Kamu Tonton
Perjuangan KHZ Musthafa dalam bentuk novel, yang berjudul Syahadah Musthaf di bidang pendidikan dengan membangun pesantren dan ngawuruk santri-santrinya, dan perjuangan KHZ Mushtafa dalam jihad fisik melawan penjajah jepang yang akan mengancurkan negara dan agama (Islam).
Dalam jihad fisik inilah KHZ Musthafa menemui kesyahidannya sebagai pejuang agama dan tanah air.
Dua jenis perjuangan KHZ Musthafa yaitu jihad fisik, yaitu perang melawan penjajah jepang, dan jihad spirit (ruhani) yaitu mengajar ngaji (ngawuruk ngaji).
Dalam perspektif Nabi saw, KHZ Musthafa telah melakukan “jihad asghar” dengan mengusir penjajah jepang, dan juga “jihad akbar” yaitu jihad nafs, dengan pendidikan dan pengajaran (ngawuruk).
Baca Juga: Mural Graffiti Jadi Alat Perjuangan Rakyat Indonesia Melawan Penjajah Belanda
Dengan mengajar ngaji berarti seorang Kiai telah mengusir “kebodohan” dari para santrinya. Dengan ilmu seseorang akan mendapatkan cahaya untuk melawan hawa nafsu yang buruk dan mengembangkan nafsu yang baik.
Secara faktual, hasil perjuangan KHZ Musthafa dalam bidang pendidikan, telah melahirkan para intelektual terkemuka, baik di bidang umum maupun agama yang telah berkiprah di negeri ini. Sejumlah tokoh agama (ulama) hasil didikan KHZ Mustafa telah dikisahkan dalam novel kiai Bedus terebut seperti KH Ma’mun Barizi (Ponpes Mathlaul Anwar), KH Ahmad Faqih Mubarak (Ponpes Miftahul Huda), dan KH Adang Wahab (KH Wahab Muhsin) guru kami di Ponpes Sukahideng.
Di luar tokoh-tokoh yang dikisahkan dalam novel tersebut, terdapat sejumlah intelektual (alim-ulama) yang merupakan hasil dari pendidikan pesantren KHZ Mushthafa di antaranya:
Khoer Affandi, Pendiri Ponpes Miftahul Huda, Manonjaya Tasikmalaya (kake dari KH Uu Ruzhanul Ulum, wagub Jabar sekakang)
Moch. Anwar, Pendiri Ponpes Miftahul Ulum, Subang. Hambali Ahmad, Pesantren Muhammadiyah Tegallega Bandung. KH E.Z. Muttaqien yang diceritaka sekilas dalam novel adalah seorang ulama, tokoh Islam jabar yang pernah menjadi ketua MUI jabar juga MUI Pusat, perintis UNISBA sekaligus rektor UNISBA, dan pernah menjabat anggota DPR RI dari Masyumi Prof Furqon, PhD (rektor UPI 2015-2020).
Baca Juga: Begini Aksi Heroik 3 Pahlawan Nasional yang Gugur di Usia Muda
Para inteletual di atas merupakan syahid (saksi) atas perjuangan KHZ Musthafa dalam perjuangannya di bidang pendidikan.
Oleh karena itu saya merekomendasikan novel Syahadah Musthafa ini bagi para pegiat sejarah, para dosen dan mahasiswa Sejarah Islam, karena merupakan novel yang sarat dengan nilai-nilai perjuangan seorang pahlawan nasional yang `didasarkan fakta-fakta sejarah perjuangannya.
Novel ini sangat direkomendasikan bagi para pembaca sastra termasuk mahasiswa sastra, karena novel ini adalah cerita fiksi yang didasarkan pada fakta-fakta sejarah.
Novel ini juga sangat direkomendasikan bagi para santri dan kiai untuk karena sarat nilai perjuangan di bidang pendidikan kepesantrenan yang patut ditauladani oleh para santri dan kiai yang sedang berjuang membangun pendidikan di pesantren.
Baca Juga: Jadwal Liga Champions Malam Ini, Atletico Madrid Tantang Liverpool hingga Real Madrid Jamu Shaktar
Di antara kelebihan novel ini adalah jalinan tokoh fiktif dan faktual, juga peristiwa-peristiwa sejarah terjalin secara apik. Sehingga jika membacanya sebagai buku sejarah, kita tidak akan cepat jenuh dan lelah. Namun juga jika membacanya sebagai novel (karya fiksi), kita tidak akan sia-sia terkuras emosi dan air mata oleh kisah-kisah perjuangan sang Pahlawan, karena semua peristiwa perjuangannya itu adalah fakta.
Novel ini ditulis dengan bahasa yang sangat emosional (penuh perasaan) dan greget akan perjuangana KHZ Musthafa. Dengan kalimat-kalimat sakti yg bertebaran di sana sini sebagai pemantik semangat jihad para pembaca, penulis berharap semua pembaca bisa meneladani nilai-nilai kepahlawanan sang manusia terpilih yang telah menemui kesyahidannya. ***