BANTENRAYA.COM – Artikel ini akan membahas seputar tanggung jawab pembiayaan anak terlantar menurut para ulama dalam Islam.
Tanggung jawab pembiayaan anak terlantar tersebut mulai dari harta pribadi, kas negara (baitul mal), sampai tentang kewajiban kolektif bagi umat Islam.
Dalam fiqih Islam, anak-anak terlantar tersebut dikenal dengan istilah laqith, yaitu anak yang ditemukan tidak beridentitas, dan tidak memiliki wali yang jelas.
Lantas, siapa yang wajib membiayai hidup mereka, dan dari mana biaya tersebut diambil?
Dikutip Bantenraya.com dari laman resmi islam.nu.or.id, berikut jawaban lengkap menurut fiqih Islam seputar siapa yang dapat membiayai anak terlantar.
Apakah Mereka Mempunyai Harta?
Baca Juga: Walikota Serang Ajak KNPI Terlibat dalam Pembangunan dan Berikan Manfaat Nyata ke Masyarakat
Menurut Syekh Zakariya Al-Anshari, apabila anak terlantar ditemukan dalam keadaan besertaan harta, baik itu berupa pakaian yang menutupi tubuhnya, benda yang dibawanya, atau bahkan ada wakaf yang ditujukan untuk anak-anak seperti dia, maka biaya hidupnya diambil harta itu terlebih dahulu.
Syekh Zakariya menjelaskan:
«وَمُؤْنَتُهُ» «فِي مَالِهِ الْعَامِّ كَوَقْفٍ عَلَى اللُّقَطَاءِ» أَوِ الْوَصِيَّةِ لَهُمْ «أَوِ الْخَاصِّ» وَهُوَ مَا اخْتَصَّ بِهِ «كَثِيَابٍ عَلَيْهِ» مَلْفُوفَةٍ عَلَيْهِ، أَوْ مَلْبُوسَةٌ لَهُ، أَوْ مُغَطًّى بِهَا
Artinya:
“Biaya hidupnya diambil dari hartanya yang bersifat umum seperti wakaf untuk anak-anak terlantar (luqatha’), dari wasiat yang ditujukan kepada mereka; dari hartanya yang khusus, yaitu apa yang khusus menjadi miliknya seperti pakaian yang dibalutkan padanya, atau pakaian yang dikenakan olehnya, atau yang digunakan untuk menutupi tubuhnya.” (Fathul Wahhab, [Beirut,Darul Fikr: 1994], jilid I, halaman 318).
Baca Juga: Belum Juga Dinaikkan, Honor RT dan RW di Kota Cilegon Mulai Seret Lagi
Apabila Tidak Memiliki Apa-apa?
Imam Ibnul Mulaqqin mengutip kesepakatan para sahabat di masa Sayyidina Umar:
فَإِنْ لَمْ يُعْرَفْ لَهُ مَالٌ، أَيْ لَا عُمُومًا وَلَا خُصُوصًا، فَالأَظْهَرُ أَنَّهُ يُنْفَقُ عَلَيْهِ مِنْ بَيْتِ الْمَالِ، أَيْ مِنْ سَهْمِ الْمَصَالِحِ؛ لِأَنَّ عُمَرَ اسْتَشَارَ الصَّحَابَةَ فِي نَفَقَةِ اللَّقِيطِ، فَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّهَا فِي بَيْتِ الْمَالِ
Artinya:
“Jika tidak diketahui bahwa seorang anak terlantar memiliki harta, baik secara umum maupun khusus, maka pendapat yang paling kuat adalah nafkahnya diambil dari baitul mal (kas negara), yaitu dari bagian pos kemaslahatan umum. Karena Umar (bin Al-Khattab) pernah bermusyawarah dengan para sahabat mengenai nafkah anak terlantar, dan mereka sepakat bahwa nafkahnya diambil dari baitul. (‘Ujalatul Muḥtaj ila Taujihil Minhaj, [Irbid, Darul Kitab: 2001 M], jilid II, halaman 1012).
Baca Juga: Luck Donat Viral Asal Kota Serang Kini Punya 7 Cabang se-Indonesia, Banyak Food Vlogger Ikut Jajal
Apabila Negara Tidak Mampu?
Akan tetapi, dalam sebuah realitas sejarah (dan barangkali juga hari ini), kadang kas negara tidak cukup.
Mungkin bisa disebabkan karena kondisi darurat seperti perang, atau karena keterbatasan anggaran.
Lantas, siapa yang harus bertanggung jawab? Imam Al-Baghawi menghadirkan sebuah jawaban:
Baca Juga: Baru Disidak Walikota Robinsar, Kini Sampah di Pasar Kranggot Menumpuk Menutupi Jalan dan Lapak
فَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِي بَيْتِ الْمَالِ مَالٌ، أَوْ كَانَ، وَلَكِنْ يُحْتَاجُ إِلَى صَرْفِهِ إِلَى مَا هُوَ أَهَمُّ: مِنْ قِتَالِ عَدُوٍّ هَجَمَهُمْ أَوْ نَحْوِهِ، فَفِيهِ قَوْلَانِ: أَحَدُهُمَا: نَفَقَتُهُ وَحَضَانَتُهُ عَلَى عَامَّةِ الْمُسْلِمِينَ، وَالْقَوْلُ الثَّانِي: يَسْتَقْرِضُ الْإِمَامُ عَلَى اللَّقِيطِ
Artinya:
“Apabila tidak terdapat dana di baitul mal, atau terdapat dana namun dibutuhkan untuk sesuatu yang lebih penting, seperti peperangan melawan musuh yang menyerang atau semisalnya, maka dalam hal ini terdapat dua pendapat: pertama, biaya hidup dan pengasuhan anak terlantar menjadi tanggung jawab seluruh kaum muslimin; dan kedua, imam (pemimpin) boleh meminjam dana atas nama anak terlantar”. (At-Tahdzib, [Beirut: Darul Kutub Al-‘Ilmiyah: 1997 M], jilid IV, halaman 569).
Dalam hal seperti ini, umat Islam secara kolektif wajib bertanggung jawab. Tanggung jawab sosial ini tidak boleh diabaikan. Bahkan imam (pemimpin) boleh berutang atas nama anak itu, dan menagihnya kelak jika anak itu tumbuh dewasa dan memiliki kemampuan.
Baca Juga: Besok Dini Hari! Link Streaming Pertandingan Manchester City vs Aston Villa di Premier League
Berdasarkan penjelasan di atas dapat dirumuskan 4 hal sebagai berikut:
1. Apabila anak terlantar memiliki harta, maka biaya hidupnya diambil dari hartanya sendiri.
2. Apabila tidak, maka kewajiban beralih ke negara melalui baitul mal.
Baca Juga: Orang Tua Korban Ungkap Sifat Asli Pelaku Mutilasi Gunungsari, Sempat Pura-pura Ikut Cari Korban
3. Apabila baitul mal kosong atau prioritas belanja lain lebih penting, maka kewajiban memenuhi biaya hidup anak terlantar pindah kepada umat Islam secara kolektif, terutama warga kaya setempat.
4. Dalam kondisi darurat, pemerintah boleh meminjam dana atas nama anak tersebut. ****