BANTENRAYA.COM – Yuk sama-sama cari tahu siapa saja yang boleh bayar Fidyah puasa Ramadan berikut ini.
Karena tidak semua orang bisa membayar puasa Ramadan dengan Fidyah lho.
Agar tidak ada kesalahan dan keliru, simak artikel ini sampai selesai untuk tahu golongan yang boleh membayar Fidyah.
Seperti yang diketahui puasa Ramadan hukumnya wajib bagi muslim yang sudah baligh.
Namun, dalam keadaan atau situasi tertentu seseorang boleh tidak berpuasa tetapi harus menggantinya di hari lain.
Selain itu, bisa juga menggantinya tanpa harus berpuasa yaitu dengan Fidyah.
Secara harfiah, Fidyah berasal dari kata “fadaa” yang artinya mengganti atau menebus.
Baca Juga: Urus ODGJ, Dinsos Kota Cilegon Siapkan Anggaran Hampir Rp 100 Juta
Menurut istilah syariat, Fidyah adalah denda yang wajib dibayarkan karena meninggalkan kewajiban atau melakukan larangan.
Dalil tentang Fidyah juga sudah tertera jelas dalam Al-quran surat Al-Baqarah ayat 184 yang artinya,
“(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.
Baca Juga: Guru Madrasah Diniyah Takmiliyah Kota Serang Inginkan Bantuan Insentif Tiap Bulan
Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin.
Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 184).
Tentunya, terdapat aturan dalam menunaikan Fidyah sebagaimana fungsinya sebagai pengganti ibadah wajib.
Baca Juga: Usai Jadi Pelaku Kasus Penganiayaan David, Bagaimana Kabar Terbaru Agnes? Ternyata Ini yang Terjadi
Karena tidak semua orang boleh mengganti puasa Ramadan dengan Fidyah.
Lantas siapa saja yang boleh bayar Fidyah puasa Ramadan?
Dilansir dari laman baznas.banjarmasinkota.go.id, berikut kami sampaikan golongan yang wajib membayar fidyah.
1. Orang Tua Renta
Golongan yang wajib membayar fidyah pertama adalah orang yang sudah tua renta.
Baca Juga: Borneo FC Berhasil Curi Poin Penuh di Kandang Madura United
Orang tua renta yang sudah tidak mampu menjalankan ibadah puasa tidak dituntut untuk berpuasa.
Namun, kewajibannya ini diganti dengan membayar fidyah satu mud makanan untuk setiap hari puasa yang ditinggalkannya.
Syekh Zakariyya al-Anshari dalam Asna al-Mathalib menjelaskan batasan tidak mampu yang disebutkan di sini adalah jika dipaksakan berpuasa akan menimbulkan kepayahan (masyaqqah) yang memperbolehkan tayamum.
Orang yang masuk dalam kategori ini juga tidak terkena tuntutan mengganti (qadha) puasa yang ditinggalkan.
Baca Juga: Malam Nisfu Syaban 2023 Jatuh Tanggal Berapa? PBNU Punya Jawabannya, Jangan Bingung Lagi Ya!
2. Orang Sakit Parah
Golongan yang wajib membayar fidyah kedua yaitu orang yang sakit parah. Orang yang sakit parah dan tidak ada harapan sembuh serta ia tidak mampu berpuasa, tidak terkena tuntutan untuk menjalankan puasa Ramadan. Sebagai gantinya, orang tersebut wajib membayar fidyah.
Seperti orang tua renta, batasan tidak mampu di sini adalah jika ia mengalami kepayahan apabila dipaksakan berpuasa, sesuai standar masyaqqah dalam bab tayamum.
Orang dalam kategori ini hanya wajib membayar fidyah, dan tidak ada kewajiban puasa, baik ada’ (dalam bulan Ramadhan) maupun qadha’ (di luar Ramadhan).
Berbeda dengan orang sakit yang masih memiliki harapan untuk bisa sembuh, orang yang sudah sakit parah tidak terkena kewajiban fidyah.
Ia boleh tidak berpuasa jika mengalami kepayahan saat menjalankan ibadah puasa, namun berkewajiban mengganti puasanya di kemudian hari
3. Wanita Hamil atau Menyusui
Golongan yang wajib membayar fidyah yang ketiga yakni Wanita hamil atau yang sedang menyusui.
Baca Juga: 600 Mahasiswa UIN SMH Banten Terima Beasiswa Dari Berbagai Sponsor
Wanita yang sedang hamil atau menyusui diperbolehkan untuk meninggalkan puasa jika dirinya merasa kesulitan jika dipaksakan berpuasa atau khawatir dengan keselamatan anak/janin yang dikandungnya.
Namun, ia wajib mengganti puasa yang ditinggalkan di kemudian hari, baik karena khawatir karena keselamatan dirinya atau anaknya.
Tentang kewajiban membayar fidyah, Syekh Ibnu Qasim al-Ghuzzi dalam Fath al-Qarib Hamisy Qut al-Habib al-Gharib merincinya sebagai berikut:
Baca Juga: Mau Beli Rumah, Ada Bank BJB KPR Membumi dengan Suku Bunga Kompetitif dan DP Nol Persen
* Jika khawatir akan keselamatan dirinya atau dirinya beserta anak /janinya, maka tidak ada kewajiban fidyah.
* Jika hanya khawatir keselamatan anak/janinnya, maka wajib membayar fidyah.
4. Orang yang Menunda Qadha Puasa
Golongan yang wajib membayar fidyah yang keempat adalah orang yang menunda qadha puasanya.
Baca Juga: Ini Amanat Furtasan untuk 126 Pejabat Baru Uniba
Orang yang menunda-nunda qadha puasa Ramadan, padahal dirinya memiliki kondisi yang memungkinkan untuk segera mengqadha, sampai datang Ramadan berikutnya, maka ia berdosa dan wajib membayar fidyah satu mud makanan pokok untuk setiap hari dari puasa yang ditinggalkan.
Namun, jika orang tersebut tidak memungkinkan untuk mengqadha puasanya, missal karena sakit atau perjalanannnya yang berlanjut hingga memasuki Ramadan selanjutnya, maka tidak ada kewajiban fidyah baginya, dan hanya wajib mengqadha puasa.
Menurut pendapat al-Ashah, fidyah kategori ini akan berlipat ganda dengan berlalunya putaran tahun.
Baca Juga: Lima Pejabat Pemkab Pandeglang Daftar Calon Sekda, Cek Nama-namanya Disini
Misal jika seseorang memiliki tanggungan qadha di dua tahun lalu, dan tidak kunjung mengqadhanya sampai Ramadan tahun ini, maka dengan berlalunya dua tahun, fidyah yang dibayarkan pun juga berlipat menjadi dua mud
5. Orang Mati
Golongan yang wajib membayar fidyah yang terakhir adalah orang mati. Dalam fiqih Syafi’i, orang mati yang meninggalkan utang puasa dibagi menjadi dua:
* Pertama, orang yang tidak wajib difidyahi. Orang dalam golongan ini meninggalkan puasa karena uzur dan tidak memiliki kesempatan untuk mengqadha, misalnya karena sakit yang berlanjut hingga ia mati.
* Tidak ada kewajiban apa pun bagi ahli waris terkait puasa yang ditinggalkan mayit, baik berupa fidyah atau puasa.
* Kedua, orang yang wajib difidyahi. Orang dalam golongan ini meninggalkan puasa tanpa uzur atau karena uzur namun ia belum menemukan waktu yang memungkinkan untuk mengqadha.
* Menurut pendapat baru Imam Syafi’i, wajib bagi ahli waris/wali dari si mayit untuk mengeluarkan fidyah untuk mayit sebesar satu mud makanan pokok untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan. Biaya pembayaran fidyah diambilkan dari harta peninggalan mayit.
Baca Juga: 5 Tips Pertama Kali Membeli Mobil Bagi yang Awam Otomotif
Menurut pendapat tersebut, tidak boleh dilakukan puasa dalam rangka memenuhi tanggungan si mayit.
Sedangkan menurut qaul qadim (pendapat lama Imam Syafi’i), wali/ahli waris boleh memilih di antara dua opsi, membayar fidyah atau berpuasa untuk mayit.
Dan pendapat terakhir inilah yang lebih unggul dan sering difatwakan ulama karena didukung oleh banyak ulama ahli tarjih.
Ketentuan di atas juga berlaku jika harta peninggalan mayit mencukupi untuk membayar fidyah puasa mayit.
Jika tidak mencukupi, atau mayit tidak meninggalkan harta sama sekali, maka tidak ada kewajiban apa pun bagi wali/ahli waris, baik berpuasa atau membayar fidyah, namun hukumnya sunah.***