BANTENRAYA.COM — Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, dan Indonesia Corruption Watch (ICW) menemukan banyak pasal bermasalah pada UU Perlindungan Data Pribadi atau UU PDP.
Temuan tiga lembaga ini, UU Perlindungan Data Pribadi atau UU PDP juga bertentangan dengan kebebasan pers.
Selain itu, UU Perlindungan Data Pribadi atau UU PDP juga berpotensi melanggar hak atas informasi publik.
Melalui siaran pers yang diterima Bantenraya.com, Pasal 65 ayat (2) UU PDP dinilai sangat berpotensi melanggar hak atas informasi publik.
Adapun substansinya menyatakan bahwa setiap orang dilarang secara melawan hukum mengungkapkan Data Pribadi yang bukan miliknya.
“Apabila melanggar pasal tersebut maka akan dipidana,” isi siaran pers tersebut.
Selain itu, Pasal 64 ayat (4) UU PDP juga mengatur bahwa penyelesaian sengketa Pelindungan Data Pribadi, proses persidangan dilakukan secara tertutup apabila untuk keperluan melindungi data pribadi.
Kemudian pada Pasal 4 ayat (2) huruf d RUU PDP menyatakan bahwa data pribadi yang dilindungi salah satunya berupa catatan kejahatan.
Anehnya, Pasal 65 ayat (2) maupun Pasal 67 ayat (2) UU PDP yang mengatur mengenai sanksi pidana diatur secara umum tidak memberikan batasan yang pasti serta pengertian setiap unsur secara rinci.
Hal itu menyebabkan pasal tersebut rentan disalahgunakan. Kemudian terdapat Pasal 4 ayat (2) huruf d dan Pasal 64 ayat (4) RUU PDP berpotensi mengancam kerja-kerja jurnalistik dalam meliput suatu sengketa pelanggaran data pribadi di pengadilan, serta dalam melakukan peliputan mengenai catatan kejahatan seseorang terlebih pejabat publik.
Hal tersebut juga bertentangan dengan Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Pers yang pada pokoknya menyebutkan bahwa “pers melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar maupun sarana lainnya”.
Maka dengan pasal dalam UU PDP tersebut, jurnalis yang melaksanakan kerja jurnalistiknya akan dengan mudah dibatasi serta dikriminalisasi.
Selain itu, penyusunan UU PDP terbukti tidak mempertimbangkan aturan lain yang semestinya disinkronisasi agar tidak terjadi tumpang tindih pengaturan.
“Ini juga bukti konktret pembahasan RUU PDP terlalu terburu-buru,” tulis siaran pers itu. *
















