BANTENRAYA.COM – Fenomena Sreet Fashion di kawasan SCBD (Sudirman Central Bussines Distric) oleh anak-anak engubamenyedot perhatian.
Ya, street fashion di kawasan elit Jakarta itu bukan dilakukan oleh anak muda borjuis melainkan oleh remaja yang datang dari pinggiran Jakarta seperti Citayam, Bojong Soang, dan Depok yang kemudian mamatenkan nama perkumpulan anak muda ini dengan “anak-anak SCBD”.
Berbeda dengan anak SCBD sebenarnya, anak-anak Citayam, Bojong Soang, dan Depok kala di kawasan SCBD tampil dengan monokrom yang sangat eye catching, glamour, dan outfit yang dikenakan pun antimainsteram.
Baca Juga: Sebut Wilayah SCBD Milik Bersama, Anies Baswedan Setujui Fenomena Citayam Fashion Week
Meski demikian, fashion yang diciptakan oleh anak-anak muda ini bukan berasal dari merek ternama dan mahal harganya, namun produk lokal yang konsepnya meniru fashion ternama ala Harajuku Jepang, Kwep di Korea atau gaya berpakaian anak muda Amerika Serikat.
Gaya berpakaian mencolok ini dilakukan secara sadar dan sengaja oleh anak-anak remaja Citayam yang berprilaku tak ubah kaum elit di Ibu Kota.
Kelompok ini pun kemudian memanfaatkan ruang-ruang publik di kawasan SCBD untuk berfoto ria dan membuat video yang kemudian diunggah dalam jejaring media social sebut saja TikTok.
Tidak menunggu waktu lama, kerumunan anak-anak SCBD itu langsung menyedot perhatian dan menjadi wahana baru pariwisata kawula muda di ibu kota.
Fenomena pengalihfungsian ruang publik menjadi ajang fashion show atau nongkrong sekalipun memang lumrah terutama di negara-negara maju.
Baca Juga: Inilah sosok Roy Citayam Yang Menolak Beasiswa Dari Sandiago Uno, Pantas Aja Menolak Ternyata !
Jauh sebelum anak-anak Citayam mengasai SCBD, remaja di Korea, Jepang, dan Amerika pun dikenal dengan memiliki komunitas yang juga nyentrik dan kemudian ini dimanfaatkan oleh perusahaan-perusahan terkemuka untuk melakukan promosi.
Soal ini, Yayat Supriatna, pengamat perkotaan universitas Trisaksti menyatakan, fenomena kehadiran anak-anak pinggiran Ibu Kota di SCBD adalah imbas dari massifnya media social yang menampilkan kondisi yang hiper reality.
Di sisi lain kata Yayat, di Citayam Depok dan sekitarnya tidak ada lokasi yang mendukung bagi anak-anak muda tersebut untuk tampil lebih modis dan fashionable kecuali SCBD. “Kawasan SCBD akhirnya dijadikan ruang ketiga untuk mempersatukan anak-anak muda itu untuk berekspresi,” kata Yayat.
Dari fenomena Citayam Street Fashion ini muncul tokoh-tokoh abru seperti Jeje dan Bonge. Dua nama ini kemudian mendadak viral dan menjadi artis dadakan yang dihasilkan jalanan di SCBD.
Dalam kajian sosilogi, apa yang terjadi di kawasan SCBD adalah salah satu gejala sosial di masyarakat atau lebih tepatnya fenomena Citayam masuk pada feomena sosial di perkoataan. Fenomena social ini dapat diartikan sebagao gejala-gejala atau peristiwa yang terjadi dan dapat diamanti dalam kehidupan social.
Berbagai fenomena perkotaan di antaranya gaya hidup dan ruang social dimana mayarakat desa berbondong-bondong ke kota namun acapkali tidak dibekali dengan keahlian sehingga kerap menjadi masalah sosial.
Dalam kajian masalah fenomena perkotaan sejumlah ahli sosiologi telah mengungkapkan aneka trori dan salah satunya adalah pemikiran Pierre Bourdieu tentang teori Habitus.
Teori habitus Bourdieu menyebutkan jika manusia sebagai mahluk sosial tidak lepas dari interkasi dan komunikasi social. Habitus adalah proses pembatinan nilai-nilai sosial budaya yang beraga. Habitius merupakan hasil pembelajaran lewat pengasuhan dan interaksi, secara perlahan dan terus berulang-ulang.
Baca Juga: Klik di Sini! 29 Link Twibbon Tahun Baru Islam 1 Muharram, Desain Elegan dan Religius
Habitus murni namun terbentuk dari aksi budaya. Untuk menggambarkan apa yang dilakukan seseorang dalam kehidupan pada dasarnya dipengarhi oleh stuktur atau kemauan kolektif. Struktur sosial yang ada di masyakat di adaptasi dan diinternaliasi lewat pergaulan dan seolah-olah alami. ***



















