BANTENRAYA.COM – Polisi menggunakan teknologi face recognition atau pengenalan wajah untuk mencari para terduga pengeroyok dosen UI Ade Armando.
Ade Armando sebagaimana diketahui babak belur dan hampir telanjang setelah dipukuli massa aksi Jokowi 3 periode di depan gedung DPR RI.
Ade Armando berhasil diselamatkan oleh petugas kepolisian dengan pengamanan ketat.
Saat ini, Ade Armando masih dirawat di RS Siloam Jakarta.
Satu jam setelah kejadian, foto-foto orang yang diduga pelaku pengeroyokan Ade Armando beredar di media sosial, terutama twitter.
Foto-foto diduga pelaku pengeroyokan Ade Armando tersebut lengkap bersama nama dan alamat mereka.
Foto dalam rekaman kejadian disandingkan dengan foto asli mereka.
Konsultan Keamanan Siber yang juga Founder of Ethical Hacker Indonesia Teguh Aprianto memastikan bahwa foto yang disebar merupakan hasil face recognition yang kemungkinan besar teknologinya dimiliki kepolisian.
Yang ia heran, kenapa teknologi ini digunakan oleh polisi, tapi datanya disebar oleh buzzer.
Selanjutnya, ternyata ada dua data nama yang berbeda yang keliru dibaca datanya oleh face recognition.
Pertama adalah Try Setia Budi Purwanto, warga Kabuaten Way Kanan, Lampung yang disebut sebagai pelaku pengeroyokan Ade Armando.
Usut punya usut, Try bukan pelaku.
Tri kaget melihat foto serta alamat lengkap tempat tinggalnya tersebar di medsos. Ia pun bingung identitasnya bisa viral di media sosial dan disebut sebagai pelaku pemukulan Ade.
Try menyatakan, saat kejadian Ade Armando, dirinya sedang bertugas menjaga sound system dalam acara istri Bupati Way Kanan Raden Adipati Surya.
Yang kedua adalah Abdul Manaf. Data Abdul Manaf pun sudah tersebar. Tapi belakangan kemudian polisi menyatakan Abdul Manaf bukan terduga pelaku pengeroyokan Ade Armando.
“Setelah dilakukan pencocokan ternyata Abdul Manaf itu tidak terlibat,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Endra Zulpan di Jakarta, Rabu 13 April 2022 seperti dilansir disway.id.
Abdul Manaf tadinya diduga pelaku dalam kasus pengeroyokan terhadap Ade Armando. Muncul kemungkinan sistem face recognition yang mengidentifikasi Abdul Manaf tidak akurat.
Saat itu akurasi Teknologi face recognition Polda Metro Jaya belum 100 persen. Pelaku pada saat itu menggunakan topi.
“Saat topinya dibuka tingkat akurasinya tidak 100 persen. Abdul Manaf bisa dikatakan bukan sebagai pelaku,” ujarnya. ***