BANTENRAYA.COM – Indonesia CorruptionWatch (ICW) menyoroti upaya kriminalisasi terhadap seorang pelapor korupsi di Kabupaten Tangerang.
ICW menilai, adanya kriminalisasi terhadap seorang pelapor korupsi di Kabupaten Tangerang membuat upaya pemberantasan korupsi di Indonesia semakin serius.
Berdasarkan data ICW, pelapor korupsi di Kabupaten Tangerang dilaporkan oleh pejabat DPRD ke Polda Metro Jaya dengan alasan mencemarkan nama baik.
Baca Juga: Lima Pejabat Pemkab Pandeglang Daftar Calon Sekda, Cek Nama-namanya Disini
Kasus ini bermula saat masyarakat di Kabupaten Tangerang berupaya membongkar dugaan praktik pemotongan dana hibah yang diperuntukkan bagi 16 madrasah untuk pembangunan ruang kelas.
Diketahui, dana hibah yang bersumber dari APBD Pemerintah Kabupaten Tangerang tahun anggaran 2021-2022 senilai Rp 1,7 miliar ini diduga dijadikan bancakan oleh sejumlah pihak.
Madrasah yang seharusnya menerima dana hibah sebesar Rp 100 juta diminta menyerahkan dana tunai sebesar 30 persen kepada pihak yang diduga merupakan utusan salah seorang pejabat di DPRD Kabupaten Tangerang.
Baca Juga: Aris Nugraha Ungkap Fakta di Balik Ide Cerita Preman Pensiun, Memang Kisah Nyata dari Hidupnya?
Seorang warga di Kabupaten Tangerang tersebut kemuidan melaporkan dugaan korupsi ini kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Tinggi Banten.
Tidak lama berselang, pelaporan dan aksi moral seorang warga untuk mengungkap kasus korupsi ini justru dianggap telah mencemarkan nama baik oleh pejabat DPRD tersebut dan melaporkannya kepada Kepolisian Daerah Metro Jaya.
“Kejadian ini sungguh sangat disayangkan, sebab, ke depan masyarakat akan semakin merasa terancam ketika berniat melaporkan dugaan tindak pidana korupsi ke aparat penegak hukum.
Baca Juga: 15 Ucapan Marhaban Ya Ramadhan 2023 yang Bermakna, Sambut Ramadhan 1444 H dengan Bahagia dan Ceria
Kriminalisasi terhadap pelapor kasus korupsi ini diperparah dengan masih diusutnya laporan pencemaran nama baik tersebut oleh kepolisian. Hal ini menunjukkan bahwa penegak hukum sendiri tidak mengindahkan esensi atas pentingnya peran serta masyarakat dalam pemberantasan korupsi.” Begitu rilis dari ICW yang diterima Bantenraya.com.
Atas adanya kasus pelaporan dan upaya kriminalisasi ini, partisipasi masyarakat dalam agenda pemberantasan korupsi kian menghadapi tantangan serius.
Ini disebabkan masih adanya ancaman kriminalisasi terhadap masyarakat yang berniat untuk memberikan informasi kepada penegak hukum terkait dugaan korupsi.
Menurut ICW, masih maraknya kriminalisasi terhadap pelapor korupsi ini patut disoroti. Terdapat sejumlah isu yang penting untuk diulas.
Pertama, berdasarkan Pasal 10 ayat (1) UU No 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban ditegaskan bahwa pelapor tidak dapat dituntut secara hukum baik pidana maupun perdata atas laporan yang akan,sedang, atau telah diberikannya.
Artinya, jika terdapat tuntutan hukum kepada pelapor atas laporannya tersebut, maka tuntutan hukum tersebut wajib ditunda hingga kasus telah memiliki kekuatan hukum tetap oleh Pengadilan.
Baca Juga: Kapan Serial Open BO Episode 6 Rilis? Berikut Jadwal Tayang yang Lengkap dengan Spoiler
“Maka dari itu, seharusnya Polda Metro Jaya tidak dapat mengambil langkah gegabah dengan menindaklanjuti laporan pencemaran nama baik karena inisiatif masyarakat yang melaporkan adanya dugaan tindak pidana korupsi. Hal tersebut setidaknya diperkuat melalui ketentuan dalam Pasal 25 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Pasal a quo menegaskan bahwa penyidikan terhadap kasus korupsi harus didahulukan dari perkara lain guna penyelesaian cepat.” Tulis ICW lagi.
Kedua, seluruh peristiwa, baik itu kriminalisasi, intimidasi, dan ancaman merupakan bentuk pemberangusan peran serta masyarakat dan berpotensi besar melanggengkan praktik korupsi. Padahal, masyarakat memiliki hak untuk menjalankan fungsi kontrol terhadap proses penyelenggaraan negara.
Di saat yang sama, setidaknya terdapat sejumlah regulasi yang menjamin peran serta masyarakat, terutama dalam upaya pemberantasa korupsi, antara lain, Pasal 41 UU Tipikor dan peraturan pelaksananya dalam Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi.
Dua regulasi tersebut setidaknya sejalan dengan ketentuan dalam Konvensi Persatuan Bangsa-Bangsa Melawan Korupsi (United Nation Convention Against Corruption, UNCAC). Dalam pasal 13 konvensi tersebut menegaskan setiap negara peserta, termasuk Indonesia, untuk meningkatkan partisipasi aktif dari masyarakat maupun kelompok di luar sektor publik dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi.
Oleh sebab itu, merujuk pada catatan tersebut, ICW mendesak:
1. Kepolisian Daerah Metro Jaya untuk menghentikan proses hukum atas laporan pencemaran nama baik karena inisiatif masyarakat untuk membongkar korupsi;
2. Kejaksaan Tinggi Banten harus segera menindaklanjuti laporan atas dugaan pemotongan dana hibah madrasah untuk pembangunan rua ng kelas di Kabupaten Tangerang
Baca Juga: Chord dan Lirik Lagu Ada Selamanya dari For Revenge dan Fiersa Besari, Ternyata Mudah!
3. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban harus segera memberikan perlindungan kepada pelapor tindak pidana korupsi selama laporan yang ia sampaikan kepada aparat penegak hukum berjalan. ***