BANTENRAYA.COM – Skema politik praktis yang dilakukan oleh DEMA U UIN SMH Banten mengundang sorotan tajam oleh sebagian mahasiswa.
Sebagaimana diketahui DEMA U UIN SMH Banten telah mengadakan Simposium Pendidikan dengan mendatangkan narasumber hebat sekaligus tokoh Provinsi Banten.
Simposium Pendidikan ini diadakan oleh DEMA U UIN SMH Banten pada 28 Mei 2024, di Pusgiwa kampus UIN Palima, Serang.
Baca Juga: Link Download Logo Hari Lansia Nasional 2024 Format PDF, PNG, JPEG: Siap Dibagikan Secara Gratis!
Tokoh tokoh hebat asal Provinsi Banten didatangkan oleh DEMA UIN SMH Banten guna menjadi narasumber dalam acara Simposium Pendidikan.
Adapun nama-nama tokoh Banten ialah Usman Asshiddiqi Qohara, Raden Achmad Dimyati Natakusumah, Airin Rachmi Diany, Fitron Nur Ikhsan, Samsul Hidayat dan beberapa tokoh lainnya.
Alih-alih mendapat hal yang baik, justru Simposium Pendidikan tersebut dinilai tidak pantas diadakan di ranah kampus.
Baca Juga: Tidak Tahu Medan Jalan, Mobil Boks Kecelakaan Tunggal di Lebak Hingga Masuk Jurang
Menurut Koordinator Umum FSOE UIN SMH Banten, acara tersebut dinilai sungguh mengecewakan terlebih dirinya menolak untuk tindakan apapun yang bisa mengakibatkan politisi kampus.
“Dengan mengundang bakal calon Gubernur Banten dan Walikota sungguh mengecewakan kami sebagai mahasiwa, kami dengan tegas menolak politisasi kampus dalam bentuk apapun,” ujarnya.
Dalam penuturannya orang yang sering disapa Bonsu itu menegaskan bahwa Kampus harus terhindar dari segala bentuk kegiatan politik praktis.
Baca Juga: Gawat! Anak Kecil Diduga Dicekoki Minuman Keras Hingga Muntah oleh Remaja di Tulungagung
“Kampus harus terhindar dari kepentingan politik praktis dan menjadi wadah bagi pengembangan intelektual yang sehat dan kritis,” tuturnya.
Bonsu juga menilai DEMA U juga seharusnya tidak bertindak dengan hal yang dinilai menjijikan dan harus bisa menjadi pemimpin dalam menjalankan fungsi mahasiswa.
“Seharusnya DEMA U bisa menjadi wadah mahasiwa dalam mengimplementasikan tugas dan fungsi mahasiswa yaitu sebagai agent of Change dan Social Control terhadap pemerintah yang dalam hal ini DEMA U seharusnya bisa menjauhkan diri dari hal menjijikan yaitu politik praktis dan menjadi oposisi terhadap hal tersebut,” Kata Binsu.
Baca Juga: UKT Naik? Ini Rekomendasi Perguruan Tinggi Terpandang yang Tawarkan Biaya Murah
Bukan hanya itu, Bonsu juga menilai bahwa seharusnya Simposium itu bisa dijadikan wadah untuk mengasah skil mahasiswa.
Namun justru yang dilakukan malah sebaliknya, Simposium menjadi ladang acara kampanye lantaran beberapa tokoh diduga bakal menjadi tokoh politik yang bersaing di Pilkada.
“Simposium pendidikan yang seharusnya menjadi wadah mahasiwa untuk upgrade ilmu pengetahuan serta mempertajam nalar kritis ini justru menjadi simposium kampanye,” paparnya.
Baca Juga: Hasil Studi Banding ke Surabaya dan Sidoarjo, Dorong Cabor Non Unggulan Jadi Cabor Unggulan
“Hal ini menimbulkan polemik dikalangan mahasiswa yang mempertanyakan netralitas kampus dibawah kebijakan rektorat serta jajaran internal kampus,” tutupnya.***