“Penutupan itu bukan prestasi. Itu seharusnya bisa dicegah sejak awal. Jangan menunggu kerusakan terjadi baru bertindak,” tegasnya.
Saat ditanya mengenai mitigasi bencana, Dimyati menekankan pentingnya peran tiga pihak, yakni pelaku usaha, birokrasi pemerintah, dan penegak hukum.
Ketiganya, kata dia, harus berjalan seiring untuk memastikan pengelolaan lingkungan dilakukan secara bertanggung jawab.
“Pelaku usaha harus menjalankan good mining practice. Birokrasi harus tegas dalam perizinan dan sosialisasi. Penegak hukum juga tidak boleh membiarkan pelanggaran,” katanya.
Lebih lanjut Dimyati juga mengingatkan bahwa, aktivitas tambang ilegal tidak hanya merusak lingkungan, tetapi berdampak langsung pada kehidupan masyarakat, mulai dari banjir, longsor, hingga kekeringan di musim kemarau.
“Kalau hutan dijaga, lingkungan seimbang, bencana bisa ditekan. Tapi kalau dibiarkan rusak, risikonya akan kembali ke masyarakat,” ujarnya.
Pemprov Banten, lanjut Dimyati, berkomitmen memperkuat koordinasi lintas sektor dalam upaya mitigasi bencana, termasuk dengan TNI, Polri, BPBD, serta seluruh organisasi perangkat daerah terkait.
“Kita ingin semua bergerak bersama, sesuai aturan, dengan tujuan melindungi alam dan keselamatan masyarakat,” pungkasnya.
Sementara itu, Kepala Pelaksana BPBD Provinsi Banten Lutfi Mujahidin mengatakan, kesiapsiagaan bencana di Banten bersifat permanen dan tidak hanya terbatas pada momentum libur Natal dan Tahun Baru.
“Kesiapsiagaan BPBD itu 24 jam, 365 hari. Yang berbeda hanya eskalasinya. Saat ini Banten sudah masuk zona siaga hidrometeorologi mulai 15 Desember hingga sekitar awal Maret,” jelas Lutfi. ***
















