BANTENRAYA.COM – Ketua Fraksi Gerindra DPRD Kabupaten Serang Ahmad Muhibbin menanggapi perihal penunjukkan juru bicara atau jubir DPRD.
Muhibbin turut angkat suara terkait keberadaan jubir yang merupakan hasil keputusan rapat pimpinan (Rapim) yang mendapat sorotan dari beberapa pihak, karena dinilai tidak memiliki dasar hukum.
Menanggapi polemik keberadaan juru bicara tersebut, Muhibbin menilai hal itu hanya menghabiskan energi dan tidak ada relasinya dengan kepentingan masyarakat.
BACA JUGA: Tinju Kabupaten Serang Bawa Pulang 5 Emas Dari Kejurda Pandeglang
Ia menyebut, penunjukkan Azwar Anas sebagai juru bicara DPRD merupakan kesepakaan beberapa pimpinan fraksi DPRD untuk memperkuat koordinasi di internal dan eksternal.
Namun kemudian muncul pertanyaan-pertanyaan mengenai legalitas pembentukan jabatan tersebut dalam tata kelola lemabaga legislatif.
“Ini perlu perlu ada penjelasan dari sudut hukum positif maupun dari sudut asas kelembagaan legislatif,” ujar Muhibbin, Jumat 24 Oktober 2025.
BACA JUGA: Walikota Serang Lantik Ribuan PPPK Paruh Waktu, Jadi yang Pertama di Jawa Barat dan Banten
Ia menjelaskan, berdasarkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, lembaga legislatif adalah DPRD yang memiliki tugas dan fungsi antara lain penganggaran, legislasi, dan pengawasan.
Kemudian, tata tertib atau Tatib DPRD sebagai peraturan internal DPRD menjadi dasar organisasi dan prosedur DPRD. Adapun kritik muncul bahwa jabatan jubir tidak tercantum dalam tatib DPRD Kabupaten Serang.
“Dalam praktik di DPRD Kabupaten Serang disebutkan bahwa pembentukan jubir dilakukan melalui rapat pimpinan yang melibatkan ketua, wakil ketua, dan ketua fraksi, serta disepakati bersama,” katanya.
Lebih lanjut Ia menjelaskan, dalam perspektif hukum positif, asas “apa yang tidak dilarang boleh” (quod non prohibitum est, licitum est) berlaku dalam banyak hal administratif.
“Jika tidak ada larangan spesifik terhadap pembentukan jubir dalam tatib atau undang-undang, maka secara umum dibolehkan,” paparnya.
Muhibbin Gunakan Kaidah Ushul Fiqih
Dalam kaidah ushul fiqih, anggota Komisi IV DPRD Kabupaten Serang itu menerangkan, “Al-ashlu fil asy-yaa’ al-ibaahah” (hukum asal segala sesuatu adalah boleh) sampai ada dalil yang melarangnya.
Kemudian, secara kelembagaan dan prinsip legitimasi, kata pria yang akrab disapa Ibin ini menjelaskan, legitimasi lembaga publik mensyaratkan adanya transparansi, akuntabilitas, dan keterbukaan.


















