BANTENRAYA.COM – Santri yang hidup di era modern saat ini dituntut menjadi kreator digital untuk menebarkan kebaikan. Hal ini sesuai dengan ajaran yang diajarkan Rasulullah SAW dalam sebuah hadits.
Jauharotun Naqiyah, Doktor Bidang Hadits Universitas Al Azhar, Mesir, mengatakan bahwa ada tiga karakter yang harus dimiliki oleh seorang santri.
Tiga karakter ini adalah adaptif, menjadi kreator, dan inovatif. Hal itu disampaikan Jauharotun Naqiyah saat menjadi pembicara dalam seminar memperingati Hari Santri Nasional di kampus UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten, Rabu (22/10/2025).
Pertama, seorang santri harus bisa adaptif. Santri harus mudah beradaptasi, termasuk saat teknologi informasi berkembang seperti saat ini.
BACA JUGA: BPS Kota Cilegon Sebut Efisiensi Anggaran Tak Pengaruhi Kinerja Hotel
“Santri harus adaptasi, lentur, bergerak pas nggak kaget dengan perekembangan zaman,” kata Jauharotun Naqiyah.
Bila tidak adaptif dan lentur, maka akan selalu berbenturan dengan apa yang berkembang saat ini. Kelenturan ini juga mencakup pada kelenturan sikap dan pikiran.
Lentur juga berarti moderasi (wasatiyatul islam), tidak terlalu fanatik pada sesuatu. Artinya, santri tidak terlalu ke kanan dan tidak terlalu ke kiri. Santri makanya harus berada di tengah-tengah.
Selain itu, santri juga harus memegang prinsip al-muhafadhotu ‘ala qodimis sholih wal akhdzu bil jadidil ashlah, mempertahankan tradisi lama yang baik dan tidak menolak perubahan baru yang memiliki dimensi kebaikan.
Kedua, kata Jauharotun Naqiyah, santri harus menjadi kreator yang bisa membuat sesuatu. Dalam konteks media sosial, santri dituntut harus bisa membuat konten yang berisi kebaikan.
Bila tidak bisa menjadi kreator, minimal seorang santri harus menjadi pengguna yang cerdas (smart user).
“Kalau tidak bisa jadi kreator, minimal jadi smart user,” katanya.
Kreasi atau konten yang dibuat seorang santri di media sosial dimanfaatkan untuk meminimalisir kemudaratan atau keburukan di media sosial. Sebab saat ini banyak konten di media sosial yang bernilai buruk.
Ketiga, kata Jauharotun Naqiyah, seorang santri harus inovatif. Santri harus tetap melakukan up grade diri dengan bertanya kepada yang tahu/ ahli agar tetap kontekstual.
Jauharotun Naqiyah juga mengutip hadits yang menyatakan bahwa orang yang berakal adalah yang memahami zamannya, yang menjaga lisannya, dan fokus pada urusannya sendiri.
Santri yang menjaga lisannya dalam konteks kekinian juga harus menjaga jarinya agar tidak mengetik teks yang menimbulkan keburukan.
“Santri harus terus berinovasi sehingga terus bisa mengikuti zaman. Santri harus berkembang, dinamis, dan tidak statis,” ujarnya. ***