BANTENRAYA.COM — Polemik penonaktifan Kepala SMAN 1 Cimarga, Kabupaten Lebak, oleh Gubernur Banten Andra Soni menuai sorotan tajam dari berbagai pihak.
Meski langkah tersebut diklaim sebagai upaya menjaga kondusivitas sekolah, publik menilai keputusan itu lebih berpihak pada siswa perokok dibanding guru yang menegakkan disiplin.
Langkah Andra yang menonaktifkan kepala sekolah dinilai sejumlah kalangan sebagai bentuk respons reaktif tanpa analisa kebijakan yang matang.
“Keputusan seperti ini memang sering diambil pemimpin yang ingin menunjukkan respons cepat. Tapi ini reaktif dan subjektif, tidak berbasis pada analisis objektif,” ujar Ahmad Sururi, akademisi dari Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta), Minggu (19/10/2025).
BACA JUGA: 3 Rekomendasi Tempat Les Bahasa Korea di Cilegon, Biar Bisa Ketemu Oppa Eonnie
Catatan Akademisi Untirta untuk Andra Soni
Menurut Sururi, dalam perspektif tata kelola pemerintahan, setidaknya ada tiga catatan kritis terhadap cara Gubernur Andra menangani polemik tersebut.
Pertama, kegagapan dalam manajemen isu publik, di mana tidak ada komunikasi yang mampu menjelaskan konteks penonaktifan kepala sekolah sebagai bagian dari proses klarifikasi.
“Beliau belum memiliki crisis communication protocol. Akibatnya, persepsi publik yang terbentuk malah negatif karena tidak ada klarifikasi bahwa itu hanya penonaktifan sementara,” kata Sururi.
BACA JUGA: Harga Emas Melaju Tak Terbendung, Nyaris Sentuh Rp2,5 Juta Per Gram
Catatan kedua adalah soal lemahnya kapasitas tim penasihat kebijakan. Sururi menduga Andra belum dikelilingi oleh tim pembisik yang mampu membaca dinamika publik, terutama yang ahli di bidang media sosial.
“Pemimpin tanpa tim komunikasi kebijakan yang kuat akan mudah reaktif. Satu masalah diselesaikan, tapi menimbulkan masalah baru di tempat lain,” katanya.
Ketiga, belum terlihat adanya kebijakan otentik dan visioner dari Andra yang benar-benar berakar dari kebutuhan Banten.
Sururi menyebut, kebijakan pembebasan pajak kendaraan bermotor yang pada awal kepemimpinan Andra disebut hanya copy-paste dari kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi. Sehingga, belum ada gagasan otentik yang khas Banten.
BACA JUGA: Sejarah Singkat Hari Santri Nasional, Bentuk Penghargaan Atas Jasa Para Santri
Ia pun membandingkan dengan pendekatan politisi lain seperti Dedi Mulyadi.
“Dedi bisa membalikkan isu viral menjadi simpati publik, karena dia mampu berkomunikasi dan memberi solusi dengan cara yang menyentuh,” kata Sururi.
Meskipun Gubernur Andra Soni telah menyampaikan bahwa pihak sekolah dan siswa telah saling memaafkan, gelombang kritik di media sosial masih terus berlangsung. Banyak netizen mengecam keputusan gubernur yang dinilai mendukung siswa perokok.
Kontroversi ini menunjukkan bahwa pengelolaan komunikasi publik dan pengambilan kebijakan berbasis data serta persepsi masyarakat adalah hal yang krusial, terutama di era digital yang penuh sorotan.
BACA JUGA: Ustadz Lancip Hadiahkan Umroh Gratis untuk Kepala SMAN 1 Cimarga, ini Alasannya
Ahmad Sururi menekankan pentingnya langkah ke depan agar Andra memiliki tim komunikasi profesional yang bisa membantunya menyampaikan pesan yang tepat kepada publik. Bila tidak, maka maka apa yang disampaikan Andra akan menjadi bumerang.
“Andra butuh tim komunikasi kebijakan yang solid. Yang mampu membaca psikologi publik, membangun framing positif dan menciptakan narasi yang kredibel,” tegas Sururi. ***















