BANTENRAYA.COM – Kampung Guahguyang, Desa Cibungur, Kecamatan Cigemblong, Kabupaten Lebak memiliki produk utama untuk penghasilan warganya yakni gula aren.
Tak hanya penopang utama ekonomi warga, pengolahan gula aren di kampung itu juga rupanya telah berlangsung turun temurun. Seperti Atma (53), dirinya telah menjadi pengrajin gula aren lebih dari 30 tahun.
Selama 30 tahun itu, Atma dan keluarganya hidup dari kepiawaiannya dalam membuat gula aren tersebut. Atma mengungkapkan bahwa harga gula aren ini sangat fluktuatif mengikuti permintaan pasar.
Saat normal kata dia, harga gula aren di wilayahnya berada di kisaran Rp45 ribu per kojor, namun pada musim tertentu, seperti Ramadan dan Idul Adha bisa naik menjadi Rp50 ribu atau lebih.
“Kalau lagi banyak ya dapat Rp100 ribu sehari, tapi kalau lagi sedikit paling Rp50 ribu,” kata Atma, Minggu, 14 September 2025.
Di balik rasanya yang manis, rupanya ada proses panjang dan melelahkan dalam pembuatan gula aren. Seperti Atma, pagi dan sore, jadwalnya ialah memanjat pohon aren untuk menyadap nira dan mengumpulkannya.
BACA JUGA :Diduga Tidak Punya Izin, Mahasiswa Soroti Stockpile Batu Bara di Toyomerto
Proses itu tidak sebentar, seharian dirinya harus menunggu hingga alat penampung nira yang terbuat dari bambu terisi penuh untuk gula aren.
“Alat tampung yang dipasang pagi, kita ambil pas sore. Nah yang dipasang sore, kita ambil pagi harinya,” terangnya.
Nira-nira yang telah dikumpulkan itu kemudian oleh Atma dibawa ke rumahnya. Ia tampung di atas wajan besi, lalu dipanaskan dengan bara api untuk membuat gula aren.
BACA JUGA : Suara Terdengar Hingga Jarak 2 Kilometer, BPBD Pasang Enam Sirine Peringatan Tsunami
Paling sebentar, perebusan dilakukan selama enam jam. Selama itu juga, tangannya tak boleh berhenti mengaduk agar adonan mengental dan tak menggumpal.
“Sampai warnanya coklat keemasan kita angkat dan kita cetak di cetakan kayu yang bentuknya setengah bulat,” paparnya.
Setelah berjam-jam wajahnya tersiram uap nira dan asap tungku, langkah berikutnya cukup mudah.
Atma hanya tinggal menunggu gula yang telah ia cetak mengeras. Setelahnya, gula yang sudah matang dan mengeras ia bungkus dengan daun salak muda.
“Sehari saya bisa dapat sekitar 100 batok gula aren. Ini nantinya di jual ke Pasar Kupa, semuanya yang punya usaha gula aren di sini di jualnya di Pasar Kupa,” terangnya.
Bagi Atma dan warga Cibungur lainnya, gula aren bukan sekadar pemanis tradisional. Tetapi sumber penghidupan utama yang menyokong kebutuhan keluarga dan menggerakkan roda ekonomi desa.
Di Desa Cibungur itu juga, selain Atma, ada sekitar 30 keluarga lainnya yang juga berprofesi sebagai pembuat gula aren. (***)



















