BANTENRAYA.COM – Warga Kampung Cigedang, Desa Leuwi Ipuh, Kecamatan Banjarsari, Kabupaten Lebak mengalami krisis air akibat musim kemarau yang terjadi.
Berdasarkan pengakuan salah satu warga, Sarbini, krisis air yang menimpa desanya sudah terjadi cukup lama, tepatnya sekitar sebulan lalu.
Selama itu pula, sumur-sumur di Kampung Cigedang tersebut tak lagi menghasilkan air.
Untuk memenuhi kebutuhan air harian, ia dan warga lainnya harus menempuh jarak sekitar setengah kilometer untuk menuju salah satu sungai yang melewati desanya tersebut yakni Sungai Ciliman.
Baca Juga: Jalan Cisata – Labuan Pandeglang Ditutup Selama 4 Hari, Berikut Jalur Alternatif yang Bisa Dilalui
“Udah sekitar sebulan kang. Sumur juga udah gak ngeluarin air sebagian. Jadi ya sama warga yang lain ngambilnya di sungai,” kata Sarbini pada Selasa, 6 Agustus 2024.
Kebutuhan air dalam sehari juga cukup banyak. Sarbini sendiri menyebutkan bahwa setidaknya butuh 50 liter air yang nantinya akan digunakan oleh dirinya, serta keluarganya yang lain.
Ia menggunakan jerigen, galon atau alat lainnya yang bisa menampung air dan kemudian diangkut dengan menggunakan sepeda motor miliknya.
“Beberapa kali bolak-balik, empat kali ada kali. Cukup banyak juga, sekitar 50 liter. Itu ya untuk masak atau minum gitu terus ya untuk mandi sama cuci pakaian juga. Untuk sehari-hari,” ungkapnya lagi.
Baca Juga: Jual Miras, Warung Remang-remang di Panimbang Dibongkar
Tak hanya terjadi di tahun ini, Sarbini menuturkan bahwa kampungnya memang selalu menjadi langganan krisis air jika kemarau melanda.
Alhasil, mau tidak mau Sungai Ciliman menjadi opsi untuk memenuhi kebutuhan air.
“Di sinimah, sebulan kemarau aja ya langsung air kang,” imbuhnya.
Krisis air yang terjadi juga turut dirasakan oleh warga lain, Enih. Enih sendiri kala dijumpai sedang melakukan aktivitas mencuci baju di Sungai Ciliman tersebut.
Baca Juga: Jari Manis Siswa SMP Negeri 3 Rangkasbitung Tersangkut Cincin, Damkar Kabupaten Lebak Turun Tangan
Selama krisis air terjadi di kampungnya, ibu rumah tangga itu mengaku hampir setiap pagi datang ke sungai sambil membawa cucian kotor milik suami dan anaknya.
“Memang sebelum krisis juga kadang sih nyuci di sungai. Tapi ya kalo sekarang jauh lebih sering. Gak ngotorin sungai sih, biasanya yang di galonin itu di atasnya, saya nyuci di aliran bawah,” ujarnya.
Baik Enih, Sarbini maupun warga lainnya memiliki harapan yang sama, yakni pemerintah setempat bisa membantu menyelesaikan persoalan kekeringan yang terjadi di kampungnya ketika kemarau melanda.
“Pengen ada sumur bor atau pipa air yang langsung terhubung ke rumah warga gitu,” tutup Enih.***