BANTENRAYA.COM — Dalam upaya memperkuat ekosistem penyiaran yang sehat, berkualitas, dan religius di tengah tantangan arus informasi digital yang kian deras, Komisi Penyiaran Indonesia Daerah atau KPID Banten menjalin sinergi strategis dengan Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Banten.
Kunjungan silaturahmi yang dilakukan KPID Banten ke kantor PWNU Banten ini bukan sekadar seremonial, tetapi menjadi momentum penting untuk memperkuat peran penyiaran keagamaan dan literasi media yang inklusif dan bertanggung jawab.
Rombongan KPID Banten dipimpin oleh Ketua Haris H Witharja dan diterima langsung oleh Ketua PWNU Banten, KH. Hafis Gunawan, bersama jajaran pengurus lainnya.
BACA JUGA: Siapakah Hong Seunghan atau Xng Han? Viral Bakal Jadi Cameo di Sinetron Asmara Gen Z
Dalam pertemuan tersebut, kedua pihak menyatakan komitmen bersama untuk membangun penyiaran yang tidak hanya informatif, tetapi juga edukatif dan bermuatan nilai-nilai moral.
“KPID Banten memiliki tugas utama dalam mengawasi lembaga penyiaran, baik televisi maupun radio,” ujar Haris H Witharja.
“Melalui program literasi media, kami mengajak masyarakat untuk kembali memanfaatkan TV dan radio yang jelas memiliki tanggung jawab hukum atas isi siarannya,” katanya.
BACA JUGA: Harga Sewa Lapangan Padel di Jakarta, Mulai Rp 130 Ribu Hingga Rp 400 ribu Per Jam
“Berbeda dengan media sosial yang di luar kewenangan kami, di mana arus informasi begitu cepat menyebar tanpa verifikasi, sehingga rawan berdampak buruk bagi anak-anak dan remaja,” lanjutnya.
Wakil Ketua KPID Banten, A. Solahudin, menambahkan bahwa revisi Undang-Undang Penyiaran adalah hal yang mendesak.
Undang-undang Penyiaran menurutnya strategis untuk menentukan arah mindset masyarakat. Efek tontonan buruk memang tidak terasa langsung, tapi perlahan akan merusak generasi.
“Jika tidak kita kawal bersama, dampaknya bisa muncul lima sampai sepuluh tahun ke depan. Karena itu, revisi UU Penyiaran harus terus kita dorong,” ujarnya.
PWNU Sambut Positif KPID Banten
Sambutan positif datang dari Ketua PWNU Banten, KH. Hafis Gunawan, yang menyatakan dukungan penuh terhadap upaya KPID Banten dalam meningkatkan kualitas penyiaran.
“PWNU Banten mendukung dan mendorong Revisi Undang-Undang Penyiaran untuk menghadirkan tayangan televisi dan radio yang lebih sehat dan berkualitas,’ ungkapnya.
“Media sosial memang punya manfaat, terutama dalam dunia usaha, namun banyak pula mudaratnya. Konten yang tidak terverifikasi bisa menyesatkan, apalagi ketika dikonsumsi anak-anak maupun ibu-ibu,” tegasnya.
“Karena itu, TV dan radio tetap penting sebagai media rujukan yang terpercaya,” tambah KH. Hafis.
Isu revisi Undang-Undang Penyiaran juga menjadi sorotan penting dalam diskusi ini. Wakil Ketua KPID Banten, A. Solahudin, menyebut bahwa perbaikan regulasi menjadi langkah krusial untuk membangun karakter bangsa melalui siaran yang bermutu.
“Undang-undang penyiaran ini strategis untuk menentukan arah mindset masyarakat. Efek tontonan buruk memang tidak terasa langsung, tapi perlahan akan merusak generasi,” tuturnya.
“Jika tidak kita kawal bersama, dampaknya bisa muncul lima sampai sepuluh tahun ke depan. Karena itu, revisi UU Penyiaran harus terus kita dorong,” ujarnya.
Lebih jauh, persoalan pelanggaran isi siaran pun turut menjadi perhatian. Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran, Efi Afifi, menyoroti banyaknya iklan yang menyesatkan publik.
“Iklan obat kadang-kadang overclaim, misalnya air minum yang diklaim bisa menyembuhkan berbagai penyakit,” ujarnya.
“Ini jelas menyesatkan publik. Kami sudah memanggil beberapa lembaga penyiaran terkait hal ini, dan iklan-iklan semacam itu telah kami perintahkan untuk dihentikan,” ungkapnya.
Dari sisi kelembagaan, peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) penyiaran di Banten dinilai penting untuk memastikan setiap konten tayangan sesuai dengan etika dan aturan yang berlaku.
“Selain membangun kerja sama dengan berbagai stakeholder, bidang kelembagaan juga mendorong upgrade SDM lembaga penyiaran di Banten,” tuturnya.
“P3SPS adalah pedoman utama kita, semacam ‘kitab suci’ dalam penyiaran, agar setiap tayangan benar-benar sesuai dengan aturan dan etika,” kata H. Achmad Nashrudin P, Koordinator Bidang Kelembagaan KPID Banten.
Menutup rangkaian dialog, Komisioner KPID Banten, Talitha Almira, menggarisbawahi pentingnya peran perempuan Nahdlatul Ulama dalam mengisi ruang media yang selama ini kurang representatif terhadap isu-isu keagamaan dari perspektif perempuan.
“Perempuan NU memiliki peran yang sangat penting dalam mengisi ruang kosong di media penyiaran, terutama pada konten keagamaan dan isu-isu sosial kemasyarakatan. Kehadiran ulama perempuan di media menjadi penyeimbang narasi dan menghadirkan perspektif yang lebih inklusif,” jelasnya.
“Sehingga masyarakat mendapat tayangan yang tidak hanya informatif, tapi juga menyentuh sisi moral, etika, dan nilai-nilai kemanusiaan,” tambah Talitha.
Pertemuan ini diharapkan menjadi awal dari kolaborasi yang lebih konkret antara KPID Banten dan PWNU Banten.
Sinergi keduanya menjadi kunci dalam menciptakan ruang siaran yang tidak hanya bebas dari pelanggaran, tetapi juga mampu memperkuat moralitas dan identitas budaya masyarakat Banten. ***