BANTENRAYA.COM – Komunitas Rumah Dunia menggelar bedah buku bertajuk “Lelaki yang Bercerita” dalam Panggung Sastra di Rumah Dunia, Minggu (13/4/2025).
Dalam kegiatan ini, hadir dua penulis asal Banten yang baru saja menerbitkan buku kumpulan cerpen, yaitu Toto ST Radik yang menulis kumpulan cerpen “Satu Kisah Dua Pencerita” dan Ade Ubaidil yang menulis kumpulan cerpen “Perangkap Pikiran Beni Kahar”.
Selain itu, hadir pula Redaktur Sastra harian Kompas Hilmi Faiq sebagai pembedah.
Baca Juga: Hingga April 2025, 13 Juta Wajib Pajak Sudah Lapor SPT Tahunan
Hilmi Faiq mengatakan, buku “Satu Kisah Dua Pencerita” karya Toto ST Radik memiliki kekuatan naratif dan efisien dalam penggunaan bahasa. Hal ini menjadi kelebihan dari buku tersebut.
“Dengan bahasa enak dan efisien, cerpen ini berhasil membawa pembaca—paling tidak saya—untuk mengikuti alur itu, seperti kita sedang didongengkan saja,” ujar Hilmi.
Dia memperkirakan, gaya penulisan yang padat namun tetap menyentuh ini tak lepas dari latar belakang Toto yang merupakan seorang penyair.
Baca Juga: Puluhan Angkot di Cilegon Nunggak Pajak, Pemilik Diminta Manfaatkan Pemutihan
Sebagiamana diketahui, penyair biasa menulis dengan bahasa yang padat.
“Mungkin karena Kang Toto ini seorang penyair, sehingga kalimat-kalimatnya efisien,” tambahnya.
Toto ST Radik sendiri menjelaskan bahwa buku ini pertama kali terbit pada 2013 dan kini hadir dalam edisi kedua. Cerita-ceritanya bahkan ditulis jauh sebelum itu, antara tahun 2000 hingga 2005.
Baca Juga: Timnas Day! Indonesia vs Korea Utara di Piala Asia U17 2025, Berikut Prediksi dan Link Streaming
“Ketika hendak memproses penerbitan ulang yang kedua, saya dan editor berdiskusi apakah perlu penyesuaian, karena 2013 sudah terlalu lampau. Tapi saya bersikukuh, biarkan ini seadanya ketika pertama kali diterbitkan. Semua yang ada di dalam 11 cerpen itu adalah hal nyata yang bisa ditemui hari ini,” ungkapnya.
Sementara buku “Perangkap Pikiran Beni Kahar” karya Ade Ubaidil menurut Hilmi Faiq mengangkat tema-tema yang kuat dan relevan dengan realitas psikologis maupun realitas sosial masyarakat.
Dalam cerpen berjudul “Perangkap Pikiran Beni Kahar”, misalnya, Ade Ubaidil menyuguhkan cerita dengan menggambarkan kondisi kejiwaan tokoh dengan sangat kuat dan naratif.
Baca Juga: Nonton The Last of Us Season 2 Episode 1 Sub Indo, Lengkap dengan Spoiler dan Jadwal Tayang
Cerpen ini bercerita tentang orang yang mengalami skizofrenia atau gangguan mental yang dapat menyebabkan halusinasi.
“Orang-orang yang mengalami halusinasi sulit membedakan antara kenyataan dan khayalan. Ini sebenarnya adalah problem utama dari kondisi skizofrenia,” katanya.
Hilmi mengapresiasi bagaimana Ade Ubaidil menghadirkan tema kesehatan mental dalam bentuk yang literer, puitis, dan tidak menggurui dengan menyelami ruang batin tokoh-tokoh dalam cerita yang dibuatnya.
Baca Juga: KPU KabupatenSerang Distribusikan Logistik PSU ke Enam Kecamatan Utamakan TPS Terisolir
Adapun cerpen berjudul “Tidak Ada Gereja di Kota Ini” menurut Hilmi menjadi refleksi tajam tentang persoalan toleransi beragama di Indonesia. Ade yang sehari-hari tinggal di Kota Cilegon tampaknya tertarik mengangkat tema gereja ini yang memang secara fakta terjadi di Kota Cilegon.
“Di tempat kita susah mendapatkan izin gereja dan ini menjadi relevan ketika kita bicara: apakah kita benar-benar masyarakat yang toleran? Apakah kita benar-benar menghormati agama orang lain? Apakah kita tidak egois dalam beragama? Kalau kita percaya bahwa Tuhan itu satu, kenapa kita melarang orang beragama dengan caranya masing-masing?” ungkap Hilmi.
Sementara Ade Ubaidil membagikan proses kreatif di balik buku kumpulan cerpennya yang keenam ini.
Baca Juga: KPU KabupatenSerang Distribusikan Logistik PSU ke Enam Kecamatan Utamakan TPS Terisolir
Dia mengaku sempat ingin berhenti menulis cerpen dan beralih ke novel, namun tetap kembali ke cerpen karena merasa terpanggil.
Keputusan itu akhirnya melahirkan buku “Perangkap Pikiran Beni Kahar”, yang saat ini sedang diadaptasi menjadi film pendek. Proyek ini tengah memasuki tahap pra-produksi. ***