BANTENRAYA.COM – Kejaksaan Agung (Kejagung) menggeledah di pabrik PT Orbit Terninal Merak atau PT OTM, Kelurahan Lebak Gede, Kecamatan Pulomerak, Kota Cilegon, Kamis 27 Februari 2025.
Penggeledahan di pabrik PT OTM dilakukan karena adanya dugaan menjadi tempat mengoplos atau blending Pertalite menjadi Pertamax.
PT OTM sendiri ikut terseret dalam dugaan kasus tata kelola minyak mentah yang menyeret para petinggi perusahaan BUMN Pertamina.
Baca Juga: Rp 6 Miliar Anggaran Pilkada di KPU Kota Serang Tak Terpakai, DPRD: Hematnya Luar Biasa!
Diketahui, Penyidik Jampidsus Kejaksaan Agung telah menetapkan 7 tersangka oplosan Pertamax dengan pertalite.
7 tersangka tersebut yakni Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga RS, Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional SDS, Direktur Utama PT Pertamina International Shipping YF.
Lalu ada Vice President Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional AP, Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa MKAR.
Baca Juga: Perlukah Anak-anak Dipaksa Ikut Puasa Ramadhan? Cek Pembahasannya di Sini
Komisaris PT Navigator Khatulistiwa DW dan Komisaris PT Jenggala Maritim serta Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak GRJ.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar menyebutkan, pihaknya sudah melakukan penggeledahan di Kota Cilegon tepatnya di PT OTM yang diduga menjadi lokasi pengoplosan.
“Penyidik sudah melakukan penggeledahan juga di Cilegon, di satu tempat, yaitu PT OTM yang diduga sebagai storage atau tempat depo yang menampung minyak yang diimpor,” ujarnya.
“Itu sekarang sedang berlangsung juga,” katanya dalam berbagai keterangan, Jumat 28 Februari 2025.
Harli menyatakan, GRJ sendiri selaku Dirut PT OTM diduga memiliki peran dalam pengaturan tender bersama beberapa tersangka lainnya.
GRJ juga memiliki peran melobi untuk mendapatkan harga tertinggi pembelian minyak tersebut.
GRJ dalam keterangan tertulis yang disampaikan Kepala Pusat Penanganan Hukum Kejagung Harli Siregar menjelaskan, GRJ merupakan broker yang melobi penyelenggara negara para direksi Pertamina untuk mengatur soal tender.
“Para tersangka GRJ dan MK dan DW melakukan permufakatan jahat dengan penyelenggara negara dengan Tersangka SDS, AP, RS dan YF,” ungkapnya.
Di mana dalam pengadaan impor minyak mentah sebelum tender sudah mengatur kesepakatan harga yang dengan tujuan mendapatkan keuntungan melawan hukum dan merugikan negara,” katanya dalam keterangan tertulisnya.
Baca Juga: Yuk Lafalkan Bacaan Niat Puasa Ramadhan 2025 yang Tepat, Jangan Sampai Keliru
Untuk kerugian negara sendiri, jelas Harli, perbuatan melawan hukum tersebut mengakibatkan kerugian negara sekitar Rp193,7 triliun.
“Kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri sekitar Rp35 triliun, kerugian impor minyak mentah melalui broker Rp2,7 triliun,” paparnya.
“Kerugian impor BBM melalui broker Rp9 triliun, kerugian pemberian kompensasi di 2023 sebesar Rp126 triliun dan kerugian pemberian subsidi di 2023 sebesar Rp21 triliun,” pungkasnya. ***