BANTENRAYA.COM– Bagi Muslim yang masih memiliki hutang puasa, batas waktu mengganti puasa tentu harus diperhatikan. Lantas, kapan batas waktu qadha puasa Ramadhan?
Pertanyaan terkait kapan batas waktu qadha puasa Ramadhan seringkali muncul setiap tahunnya lantaran banyak perbedaan pendapat dalam memahami hal tersebut.
Mereka yang mempertanyakan kapan batas waktu qadha puasa Ramadhan perlu mengetahui agar tidak terlena dan melewatkan kewajiban yang harus dipenuni.
Baca Juga: Biodata dan Akun Instagram Pemeran Wonderful World, Drama Korea Terbaru Cha Eun Woo
Seperti diketahui, puasa Ramadhan adalah salah satu kewajiban yang harus dikerjakan oleh seluruh umat Islam yang berakal dan baligh.
Namun terkadang, ada situasi yang menyebabkan seseorang tidak dapat berpuasa selama bulan Ramadhan, entah itu karena haid, sakit, perjalanan, atau alasan lainnya.
Dalam hal ini, Islam memberikan kelonggaran bagi mereka yang memiliki alasan tertentu tidak bisa berpuasa untuk mengqadha/mengganti puasanya di luar bulan Ramadhan.
Baca Juga: Suara Partai PSI Menggelembung dan Diduga Janggal, KPU Lebak Salahkan Sirekap
Adapun waktu yang diberikan untuk mengganti hutang puasa diberikan secara jangka panjang selama satu tahun penuh.
Dengan begitu, semestinya tidak ada alasan untuk seorang Muslim tidak mengganti puasa Ramadhan ketika sudah diberikan segala bentuk keringanan.
Dalam hal ini, yang menjadi pertanyaan adalah kapan batas waktu seorang Muslim untuk bisa melakukan qadha puasa?
Baca Juga: Jabatan Agil Zulfikar Digeser oleh Ketua DPC PDIP Lebak, Ini Sosok Penggantinya
Dilansir bantenraya.com dari laman resmi Nahdhatul Ulama, ulama Madzhab Syafi’i memberikan batas puasa qadha sampai Nisfu Sya’ban atau 15 Syaban berdasarkan hadist berikut:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِذَا اِنْتَصَفَ شَعْبَانَ فَلَا تَصُومُوا. (رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ)
Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, sungguh Rasullah SAW bersabda: ‘Ketika Sya’ban sudah melewati separuh bulan, maka janganlah kalian berpuasa’.” (HR Imam Lima: Ahmad, Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa’i, dan Ibnu Majah)
Baca Juga: Peserta Kang Nong Kabupaten Serang 2024 Unjuk Gigi di Depan Juri, Ada yang Ahli Debus Hingga Qori
Larangan tersebut didasari bahwa hari setelah Nisfu Sya’ban dianggap hari syak (ragu) karena sebentar lagi menjelang bulan Ramadhan.
Seseorang yang berpuasa di hari-hari tersebut dikhawatirkan tidak menyadari bahwa dirinya sudah berada di bulan Ramadhan.
Selain itu, alasan lainnya adalah hari-hari menjelang Ramadhan merupakan waktu di mana umat Muslim mempertsiapkan energi untuk berpuasa wajib selama sebulan.
Baca Juga: Pemkab Serang Bingung dan Masih Cari Solusi Atasi Masalah Pembuangan Sampah
Meski demikian, ulama Madzhab Syafi’i memiliki pengecualian terhadap orang yang terbiasa mengerjakan puasa sunnah seperti Senin Kamis dan lainnya.
Berbeda dengan pendapat ulama lain selain Madzhab Syafi’i, Imam Ahmad dan Ibnu Ma’in berpendapat bahwa hadist tersebut dianggap dhoif (lemah).
Mayoritas ulama tidak melarang berpuasa apapun setelah pertengahan bulan Sya’ban selama dirinya mengetahui kapan waktu awal Ramadhan.
Baca Juga: Pemkab Serang Sudah Turunkan 134 Ton, Harga Beras Masih Tetap Tinggi
Secara garis besar, jika Madzhab Syafi’i memiliki pengecualian bagi orang-orang yang sering berpuasa dan melakukan puasa sunnah, bagaimana dengan puasa qadha yang sifatnya wajib?
Kesimpulannya, mayoritas ulama memiliki pendapat bahwa puasa qadha Ramadhan dapat dilakukan sampai akhir bulan Sya’ban. Wallahu A’lam.***