BANTENRAYA.COM – Artikel di bawah ini akan membagikan naskah Kultum Ramadhan atau ceramah singkat.
Sebagaimana diketahui, Kultum Ramadhan atau ceramah singkat sering disampaikan ketika selepas shalat subuh.
Kultum Ramadhan atau ceramah singkat bisa juga disampaikan saat menjelang berbuka puasa atau sehabis shalat tarawih.
Fungsi dan tujuan diadakan Kultum Ramadhan atau ceramah singkat adalah untuk membina iman dan takwa kaum muslimin.
Sedangkan sifat Kultum Ramadhan atau ceramah singkat yakni sebagai salah satu cara saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran.
Karena sifatnya menasihati, maka dalam Kultum Ramadhan atau ceramah singkat alangkah baiknya tidak ada kalimat menggurui.
Maka, dalam artikel ini akan dibagikan mengenai Kultum Ramadhan atau ceramah singkat yang bisa menjadi pedoman bagi para dai, mubaligh atau penceramah.
Adapun tema Kultum Ramadhan kali ini mengangkat Raih Predikat Takwa Dengan Puasa.
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Jamaah Rahimakumullah ….
Alhamdulillah, atas karunia Allah, kita masih dipertemukan dengan bulan Ramadhan 1444 H. Sungguh banyak orang yang berharap sampai di bulan mulia ini, tapi ajal telah menghampirinya.
Karena itu, mari jadikan puasa Ramadhan kali ini benar-benar kita bisa meraih ketakwaan sejati sebagaimana yang Allah SWT kehendaki:َ
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ
“Hai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana puasa itu pernah diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa.” (QS al-Baqarah [2]: 183).
Inilah janji Allah. Manakala umat ini mengerjakan ibadah puasa dengan benar, sesuai tuntunan al-Quran dan as-Sunnah, dan ikhlas semata-mata mengharap ridha Allah SWT, niscaya takwa sebagai hikmah puasa itu akan dapat terwujud.
Jamaah yang dirahmati Allah …
Mungkin kita sudah terlalu sering mendengar kata ‘takwa’. Tak ada salahnya kita menyegarkan kembali pemahaman kita tentang makna kata takwa ini.
Imam ath-Thabari, saat menafsirkan surat Al Baqarah: 183, antara lain mengutip Al-Hasan menyatakan:
“Orang-orang bertakwa adalah mereka yang takut terhadap perkara apa saja yang telah Allah haramkan atas diri mereka dan melaksanakan perkara apa saja yang telah Allah titahkan atas diri mereka.” (Lihat: Ath-Thabari, Jâmi’ al-Bayân li Ta’wîl al-Qur’ân, I/232-233).
Dengan demikian, jika takwa adalah buah dari puasa Ramadhan yang dilakukan oleh setiap Mukmin, idealnya usai Ramadhan, setiap Mukmin senantiasa takut terhadap murka Allah SWT.
Lalu ia berupaya menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya. Ia berupaya menjauhi kesyirikan.
Ia senantiasa menjalankan ketaatan. Ia takut untuk melakukan perkara-perkara yang haram.
Ia senantiasa berupaya menjalankan semua kewajiban yang telah Allah SWT bebankan kepada dirinya.
Maka, menjalankan semua perintah Allah SWT dan menjauhi semua larangan-Nya tentu dengan mengamalkan seluruh syariah-Nya baik terkait aqidah dan ubudiah; makanan, minuman, pakaian dan akhlak; muamalah (ekonomi, politik, pendidikan, pemerintahan, sosial, budaya, dll); maupun ‘uqubat (sanksi hukum) seperti hudud, jinayat, ta’zir maupun mukhalafat.
Bukan takwa namanya jika seseorang biasa melakukan shalat, melaksanakan puasa Ramadhan atau bahkan menunaikan ibadah haji ke Baitullah; sementara ia biasa memakan riba, melakukan suap dan korupsi, mengabaikan urusan masyarakat, menzalimi rakyat dan menolak penerapan syariah secara kâffah.
Jamaah yang dimuliakan Allah …
Menarik pendapat Syeikh Ali Ash-Shabuni ketika menafsirkan al-Quran surat al-Baqarah ayat 1-5, mengutip pernyataan Ibnu ‘Abbas ra, yang menyatakan:
“Orang-orang yang bertakwa adalah mereka yang takut berbuat syirik (menyekutukan Allah SWT) sembari menjalankan ketaatan kepada Allah SWT.” (Lihat: Ali ash-Shabuni, Shafwah at-Tafasir, I/26).
Takut berbuat syirik maknanya adalah takut menyekutukan Allah SWT dengan makhluk-Nya baik dalam konteks aqidah maupun ibadah, termasuk tidak meyakini sekaligus menjalankan hukum apapun selain hukum-Nya.
Mengapa? Karena hal itu pun bisa dianggap sebagai bentuk kesyirikan. Pasalnya, Allah SWT telah berfirman:
اِتَّخَذُوْٓا اَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ اَرْبَابًا مِّنْ دُوْنِ اللّٰ
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani telah menjadikan para pendeta dan para rahib mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah…” (QS at-Taubah [9]: 31)
Ketika ayat ini dibaca oleh Baginda Nabi SAW, datanglah Adi bin Hatim kepada beliau dengan maksud hendak masuk Islam.
Saat Adi bin Hatim—yang ketika itu masih beragama Nasrani—mendengar ayat tersebut, ia kemudian berkata:
“Wahai Rasulullah, kami (orang-orang Nasrani, pen.) tidak pernah menyembah para pendeta kami.”
Akan tetapi, Baginda Nabi saw membantah pernyataan Adi bin Hatim sembari bertanya dengan pertanyaan retoris”
“Bukankah para pendeta kalian biasa menghalalkan apa yang telah Allah haramkan dan mengharamkan apa yang telah Allah halalkan, lalu kalian pun menaatinya?”
Jawab Adi bin Hatim:
“Benar, wahai Rasulullah.”
Beliau lalu tegas menyatakan:
“Itulah bentuk penyembahan kalian terhadap para pendeta kalian.” (Imam al-Baghawi, Ma’alim at-Tanzil, IV/39)
Jamaah rahimakumullah …
Karena itu, mari momentum puasa Ramadhan kali ini kita jadikan tonggak perbaikan diri dan umat ini.
Jangan sampai kita tak mendapat apa-apa, sebagaimana sabda Nabi:
كم مِنْ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوعُ وَالْعَطَشُ
“Betapa banyak orang berpuasa tidak mendapatkan apapun selain rasa laparnya saja.” (HR Ahmad)
Maka, seharusnya pasca Ramadhan akan lahir manusia-manusia baru yang berkepribadian Islam.
Mendasarkan seluruh perilakunya berdasarkan syariat Islam, halal dan haram.
Menginginkan pemimpin yang memimpinnya adalah orang yang bertakwa. Dan, merindukan penerapan syariah Islam secara kaffah, serta mencampakkan sekulerisme, liberalisme, kapitalisme, pluralisme, dan isme-isme lainnya yang jelas-jelas bertentangan dengan Islam.
Semoga kita semua sukses melaksanakan puasa Ramadhan ini sehingga ketakwaan sejati terwujud dalam diri kita, masyarakat kita, dan negeri kita.
Aamiin.***
 
			


















