BANTENRAYA.COM – Perusahaan di Provinsi Banten diingatkan untuk tidak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) atau memecat karyawan yang mengalami kecelakaan kerja.
Meski kondisi fisik mereka tak lagi sepenuhnya sama, selama karyawan tersebut masih memiliki semangat dan kemampuan bekerja, mereka tetap harus diberi kesempatan dan bukan di-PHK.
Penegasan ini disampaikan Kepala Bidang Pengawasan Disnakertrans Provinsi Banten, Hilman Haris, saat menyoroti pentingnya perlindungan hak-hak pekerja disabilitas dan korban kecelakaan kerja di lingkungan kerja formal.
BACA JUGA: Masuk ke Indonesia, OPPO Find X9 Hadir dengan Kamera Sangar 200 MP Hasselblad
“Mereka kan sudah mengabdi untuk perusahaan, sebaiknya tetap dipertahankan dengan bidang pekerjaan yang lebih mudah,” kata Hilman, Senin 13 Oktober 2025.
Menurutnya, perusahaan seharusnya melihat nilai loyalitas dan potensi karyawan, bukan sekadar kondisi fisik pascakecelakaan.
Apalagi, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas telah menjamin hak mereka untuk bekerja tanpa diskriminasi, termasuk perlindungan dari pemecatan karena disabilitas.
BACA JUGA: Semuanya Kebagian! Cek Kesehatan Gratis Sisir 1.600 Sekolah di Pandeglang
Contoh kasus yang ia sampaikan, seorang karyawan yang kehilangan jari atau pergelangan tangan akibat kecelakaan kerja masih dapat bekerja di bidang lain.
Hilman menekankan, selama pikiran dan semangat kerja masih ada, perusahaan wajib memberikan ruang kepada karyawan untuk berkontribusi.
“Misalnya yang cacat akibat kecelakaan kerja hanya jari atau pergelangan tangannya. Itu kan masih bisa dipekerjakan. Yang bersangkutan akan tetap produktif dengan bidang pekerjaan yang berbeda,” tegasnya.
Selain itu, Hilman juga menyoroti pentingnya sosialisasi terkait pemenuhan kuota satu persen pekerja disabilitas di sektor swasta.
Meski mayoritas perusahaan menyambut baik aturan tersebut, masih banyak yang gamang dalam implementasinya, khususnya dalam hal produktivitas.
Sebagai solusi, ia mendorong skema kontrak kerja bertahap untuk pekerja disabilitas, mulai dari tiga bulan, enam bulan, dan seterusnya, guna menilai kinerja dan produktivitas mereka secara adil.
“Ada amanah UUD yang harus mereka penuhi, namun mereka juga mempunyai pertimbangan produktivitas,” ujarnya.
Dengan pola seperti ini, perusahaan tetap bisa menjaga efisiensi bisnis, sekaligus memberikan hak dan kesempatan kerja yang adil bagi kaum disabilitas dan korban kecelakaan kerja.
Hilman berharap, kesadaran dunia usaha untuk memanusiakan pekerja semakin meningkat, bukan hanya sebagai kewajiban hukum, tetapi juga bentuk penghargaan atas dedikasi para karyawan.
Aturan Tak Boleh PHK Karyawan yang Alami Kecelakaan Kerja
Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Provinsi Banten, Septo Kalnadi, membenarkan bahwa perusahaan tidak boleh langsung memecat karyawan yang mendapat musibah kecelakaan.
Mereka seharusnya diberikan kesempatan oleh perusahaan agar bisa berkarya kembali.
Diketahui, dalam Pasal 81 angka 43 Undang-undang Cipta Kerja yang mengubah Pasal 153 ayat (1) huruf j Undang-undang Ketenagakerjaan, pasal tersebut menyatakan bahwa pengusaha dilarang melakukan PHK kepada pekerja/ buruh dengan alasan dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan. ***